Chapter Four

5.2K 463 5
                                    

Langit malam tak seperti biasanya, awan mendung melapisinya sehingga cahaya samar dari bulan dan bintang tertutup. Angin pun bertiup kencang menyebabkan ranting pohon-pohon yang berada di sekitar bergerak mengikuti arus angin, bahkan beberapa ada yang tumbang.

Ellya menarik selimut lebih tinggi hingga sebatas dagu, di dalam kamar yang luas berwarna coklat cenderung ke gading ada perapian yang sudah disiapkan oleh para pelayan sebelumnya.

Hatinya tak tentu, pikirannya melayang entah kemana, berbagai permasalahan muncul dari Earl Limbley yang tiba-tiba tidak bisa bekerjasama untuk masalah perbatasan dan juga masalah perjodohan yang dilakukan oleh Kaisar Hendry. 

Ellya menghela napasnya mengingat ia tak memiliki rencana apapun saat ini. Semua buntu, otaknya yang biasanya dapat berpikir jernih kini seperti benang yang kusut. Jika ia mengambil keputusan tanpa memikirkan faktor resiko terbesar maka hanya ada penyesalan yang terjadi nantinya.

Jalan pikirnya sudah tak tentu, Ellya tak sadar mulai terlelap. Dinginnya angin yang menerobos masuk melalui sela-sela ventilasi di jendela menambah lelapnya Ellya.

Keesokan harinya, Ellya berencana untuk menyamar menjadi rakyat biasa dan memasuki wilayah Duke Ellington untuk mengetahui bagaimana peringai seseorang yang dijodohkan dengannya. Meskipun sedikit berbahaya karena terakhir kali ia hampir diculik karena memasuki wilayah para preman.

Ia bangun lebih awal dari biasanya untuk mengambil baju untuk menyamar yang ia simpan secara khusus dalam lemari sehingga tidak ada satupun mengetahui jika ia akan menyamar. Para maid juga biasanya akan bekerja sebentar lagi, sehingga ia bisa kabur dengan mudah.

Berhasil keluar dari dukdeom melewati bagian samping karena penjagaan tidak begitu ketat, ia menaikkan tudung agar wajahnya tak dikenali. Namun, ia baru ingat bahwa selama ini orang-orang berasumsi wajahnya buruk rupa jadi tidak masalah jika ia membuka tudung dan penutup wajah seperti cadar.

Ia pun sudah menyiapkan keperluan seperti uang dan belati kecil yang tersimpan rapih di balik pakaiannya.

Melewati rumah-rumah penduduk dengan jalanan yang masih lenggang, untuk sampai di wilayah Duke Ellington jarak yang ditempuh membutuhkan waktu kurang lebih satu setengah jam menggunakan kereta khusus yang selalu menemani kala dirinya bepergian cukup jauh. Bila ditempuh dengan berjalan kaki saat ini, ia yakin saat matahari terbit nanti dirinya baru sampai di wilayah Duke Ellington.

"Awas Lady!" seru seseorang kala dirinya melewati sebuah jembatan yang menghubungkan dengan pasar wilayah Duke Ellington.

Keadaan pasar cukup ramai sehingga banyak orang yang berlalu-lalang menggunakan sarana jembatan. Matahari sudah cukup tinggi, ia segera memasuki pasar. Rencananya ia akan mengulik informasi tentang bagaimana Duke Ellington memperlakukan rakyat di wilayahnya. Kalau rakyatnya saja makmur, bukankah pemimpinnya berhasil menyejahterakan?

"Ah aku lapar," sadar akan dirinya belum memasukkan makanan sejak semalam membuat perutnya meminta diisi oleh makanan. Ia sudah berjalan kaki cukup jauh.

Langkah kakinya menelusuri lorong yang menyediakan makanan, berbagai makanan dihidangkan hanya saja untuk saat ini ia akan memilih sebuah roti yang mencuri indra penciumannya. 

"Permisi madam, saya akan membeli kue itu," tunjuk-nya pada sejenis roti gandum yang biasa dilapisi dengan selai.

Kedainya terlihat bersih dan penjualnya sangat ramah saat pertama ia mendekat ke kedai itu. Sembari membayarnya ia juga memesan secangkir susu untuk menemani dirinya makan di kedai itu.

"Apakah anda baru pertama kali di wilayah ini?" tanya penjual roti itu dengan penasaran meniti wajah dan perawakan Ellya yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

The Duchess SecretWhere stories live. Discover now