Chapter Eighteen

4K 342 2
                                    

Pagi ini mereka telah kembali ke dukedeom, perjalan terasa lebih cepat saat kita kembali dari tempat tujuan, bukan begitu?

Apakah ada yang bisa menjelaskannya mengapa bisa seperti itu, satu hari tak terasa bagi Ellya saat pulang. Bahkan dia tidak tidur sama sekali di kereta kuda.

Semalam Ellya tidur dengan perut kenyang dan hati yang senang, ia tidur nyenyak. Baru kali ini kualitas tidurnya lebih baik.

"Setelah sampai di sini, saya tidak tahu kapan bisa menghabiskan waktu bersama anda. Saya akan berkutat di belakang meja dengan kertas-kertas yang sudah menggunung."

"Saya tidak apa-apa, Duke. Asalkan saat waktunya anda bisa menyempatkan makan dan kita bisa makan bersama. Saya tidak ingin anda jatuh sakit."

"Pasti, oh iya, apakah anda juga ingin mengerjakan tugas sebagai Duchess? Jika anda tidak mau saya bisa serahkan itu kepada kepala pelayan."

Ellya menggeleng, "tentu saja saya bersedia, Duke. Bukankah sudah menjadi tugas saya?"

Ellya telah diajarkan tugas-tugas sebagai Duchess, meski banyak terlibat mengenai kegiatan sosial seorang Duchess juga mengurusi seluruh kegiatan yang ada di dukedeom ini. Dari kebutuhan pangan hingga selalu ada di acara-acara yang Duke Ellington datangi atau adakan.

"Jika anda keberatan anda bisa mengatakannya kepada saya setelah ini."

"Baik, Duke Ellington. Saya ucapkan terima kasih atas jabatan yang saya emban, mohon bantuannya agar saya bisa beradaptasi dengan cepat."

Duke Ellington mengangguk, Ellya memang sosok yang diluar kepala. Ia pikir, jika rumor-rumor itu benar maka ia tidak akan bisa berunding dengannya. Ia juga sempat termakan oleh rumor-rumor buruk yang beredar.

Apakah selama ini Lady Ellya baik-baik saja dengan tuduhan itu? Bahkan saat Duke Ellington mendengar rumor itu ikut merasakan sakit hati. Bayangkan, saat kita di bicarakan hampir seluruh orang namun yang mereka bicarakan adalah hal-hal yang jauh berbeda dari kenyataannya.

"Ada yang bisa saya bantu lagi, Duke Ellington?"

Melihat Duke Ellington diam menatapnya, ia kira Duke Ellington hendak mengatakan sesuatu.

"Ah t—tidak ada, kalau begitu selamat malam."

"Selamat malam."

Keduanya kembali ke kamar masing-masing, pertemanan mereka akankah bertahan selamanya? Dengan rahasia Ellya yang juga berkaitan dengan Duke Ellington.

Bagaimana jika akhirnya dialah yang akan mengecewakan Duke Ellington dan pertemanannya pupus.

Lein yang melihat raut gusar di wajah Ellya mendekat dan menawarkan bantuan kepadanya.

"Ada yang bisa saya bantu, Lady? Apakah anda merasa lelah sehingga perlu saya pijat?"

"Tidak usah, Lein. Aku hanya memikirkan hal yang tidak perlu aku pikirkan saja."

"Baik kalau begitu, anda tidak usah memikirkan apapun saat ini, yang harus anda pikirkan adalah kebahagiaan karena anda layak mendapatkannya. Apalagi dari Duke Ellington," ujar Lein.

"Duke Ellington?"

"Iya, Duke Ellington terlihat sangat mencintai anda, Lady."

Sontak Ellya tertawa, tidak terlalu keras. "Haha ... Jadi yang kau lihat dari perlakuannya kepadaku adalah bentuk cinta?" tanya Ellya mencari jawaban.

"Y—ya bukan begitu, kan, Lady?" gugup Lein.

"Dengar, Lein. Apa yang kau lihat belum tentu seperti itu. Jika kau menganggap perlakuan Duke Ellington sebagai rasa cintanya kepada, itu salah besar. Bayangkan, kami baru saja bertemu akibat perjodohan itu kemudian menikah. Kami bahkan tidak mengenal satu sama lain, maka dari itu, agar kita mengenal satu sama lain kita membuat kesepakatan untuk berteman lebih dahulu," jelas Ellya.

"Mohon ampun atas kelancangan saya, Lady."

"Sudahlah lupakan saja, lagipula aku juga ingin menjalin hubungan yang baik dengan Duke Ellington."

Lein mengangguk mengerti, tetapi dari apa yang ia lihat dari cara Duke Ellington memandang Lady nya itu adalah pandangan penuh cinta. Mungkin memang keduanya belum menyadarinya, semoga suatu saat mereka berdua bisa saling mencintai dan berakhir bahagia.

"Omong-omong, Lein. Apa ada surat untukku dari Viscountess Margareth?"

"Tidak ada, Lady. Surat yang ada adalah undangan minum teh dari para Lady."

"Kau tahu kan apa yang harus kau lakukan?"

Lein mengangguk paham, menyeleksi surat undangan minum teh sekarang menjadi rutinitasnya sehari-hari. Bahkan ada yang memberikan surat sewaktu Lady Ellya berada di villa. 

Lein dengan cekatan menyusun surat-surat undangan minum teh yang telah diterima Lady Ellya. Beberapa di antaranya memiliki segel perak yang mengkilap, menandakan kebangsawanan pengirimnya. Ellya duduk di samping meja, memeriksa dokumen-dokumen yang disiapkan Lein dengan teliti.

"Sudah cukup banyak undangan yang kita terima, bukan, Lein?" tanya Ellya sambil meneliti setumpuk kertas di tangannya.

"Iya, Lady. Para Lady sepertinya ingin mendapatkan kesempatan untuk lebih mengenal Anda," jawab Lein sambil menyusun surat-surat lainnya.

Ellya mengangguk, menyadari bahwa menjadi Duchess membawa tanggung jawab yang besar dalam menjaga hubungan baik dengan sesama bangsawan. Dia bertekad untuk memenuhi harapan orang-orang yang memberinya kepercayaan ini.

"Tapi tentu saja, kita tidak bisa menghadiri semua undangan tersebut. Apa yang Anda pikirkan, Lein?" tanya Ellya, memperhatikan esensi dari undangan tersebut.

Lein memandang surat-surat tersebut dengan cermat sebelum menjawab, "Saya pikir, kita bisa memilih undangan yang paling penting dan berpengaruh, Lady. Dan mungkin ada beberapa undangan yang bisa kita hadiri bersama Duke Ellington."

Ellya mengangguk setuju. "Benar juga. Saya akan minta pendapat Duke Ellington mengenai hal ini. Kita harus membuat jadwal yang tepat agar tidak terlalu banyak terpisah dari tugas-tugas kami di dukedom."

Setelah menyelesaikan pemilahan surat undangan, Ellya kembali berpikir tentang perjalanan mereka ke Emerland. Rasanya seperti semalam saja mereka baru saja tiba di sana, dan sekarang mereka sudah kembali ke dukedeom. Waktu benar-benar terasa begitu cepat, terutama ketika dihabiskan bersama seseorang yang disayangi.

Ellya tersenyum saat dia teringat momen-momen indah yang mereka alami bersama Duke Ellington di Emerland. Meskipun mereka memiliki banyak tanggung jawab di dukedom, Ellya berharap mereka bisa menyempatkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama lagi di masa mendatang.

Saat malam semakin larut, Ellya beristirahat di kamarnya dengan pikiran yang tenang. Dia merasa lebih percaya diri dalam menjalani perannya sebagai Duchess, dan keyakinannya terhadap hubungan persahabatan mereka dengan Duke Ellington semakin kuat.

Di tempat lain, Duke Ellington duduk di ruang kerjanya, menyandarkan kepalanya di tangan sambil menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan malam yang tenang. Pikirannya melayang ke Ellya, dan dia merasa bersyukur atas keberadaannya di hidupnya.

"Duchess Ellya," gumamnya pelan, senyum mengembang di wajahnya. "Dia benar-benar istimewa, dan aku patut curiga."

Dengan harapan yang tulus, Duke Ellington memejamkan mata dan merencanakan masa depan yang cerah bersama Lady Ellya di dukedom mereka.

The Duchess SecretWhere stories live. Discover now