Chapter Nineteen

3.7K 332 1
                                    

Sore ini Ellya yang sudah menyandang status sebagai Duchess mulai disibukkan dengan kertas-kertas yang ada. Ia sudah menerimanya, berarti siap menerima pula konsekuensinya.

Ada beberapa hal tentang panti sosial yang ada di wilayah Duke Ellington untuk dikunjungi dan beberapa masalah di dapur kediaman Duke Ellington. Kepalanya berdengung seperti bersiap akan meledak.

Rambutnya kini sudah tak tertata rapi, beberapa rambut keluar dari sanggul dan juga noda cokelat panas ada di gaunnya. Ia hanya shock saja, tak menyangka tugas sebagai Duchess akan seberat ini.

Ia membayangkan bagaimana Mamanya yang harus mengasuh tiga orang anak serta tetap bertugas menjadi Duchess. Ia merasa bersalah jika mengingat bagaimana perilaku buruk terhadap Mamanya.

"Duchess Ellya," panggil Lein. Melihat sang Nyonya tengah sibuk membuat dirinya merasa iba, lebih ke tak tega. Karena yang ia tahu Duchess Ellya sebelum menikah bagaimana.

"Ya?" Balasnya tanpa menoleh dan masih fokus pada buku besar keuangan yang ada di depannya. Terdapat masalah di bagian pengeluaran. Ada catatan pembelian dengan uang yang lebih tetapi barang yang tertulis hanya separuh dari total pembelanjaan. Lalu pengeluaran untuk para ksatria di dukedom ini juga sedikit kurang diperhatikan mengenai tunjangan dan hadiah ketika ada peristiwa besar dan yang paling penting adalah penghargaan.

"Sebaiknya Anda beristirahat sebentar, dan bersiap untuk bersih-bersih. Makan malam bersama Duke Ellington akan segera tiba," ingat Lein. 

Ia diberitahu oleh maid bernama Yeslin beberapa menit lalu, juga ia tak tega melihat Lady Ellya tertekan dengan tugas barunya. Beberapa tumpuk buku yang diajarkan oleh kepala pelayan membuatnya ikut merasa tertekan.

"Jam berapa sekarang?" tanya Ellya yang sudah merasa pening di dahinya. Ia meraba menerawang sekitarnya dan terlihat begitu berantakan di mejanya.

"Sudah hampir pukul empat sore, Duchess Ellya." Lein memberitahukan dan sedikit mengingatkan jika tubuh Nyonya nya itu butuh istirahat setelah bekerja hampir seharian penuh.

Menyadari hampir seharian, mata Ellya melebar, bergumam dalam hati pantas saja punggung bagian bawahnya terasa panas dan kebas. Sudah selama itu ia duduk dan tidak melakukan peregangan otot sama sekali. Ia memundurkan kursinya dan berdiri menghirup udara dan 

"Oh iya, Duchess. Air untuk mandi sudah saya siapkan, mari saya bantu untuk bersiap-siap setelah ini." Lein menuntun Ellya ke tempat mandi dan membantunya bersiap dengan menyiapkan keperluannya.

Setelah Ellya selesai mandi, karena masih ada waktu sebelum makan malam akhirnya Ia memutuskan untuk berjalan-jalan di taman di kediaman ini. Sudah lama sekali ia tidak melihat danau di kediamannya dahulu. Ia teringat seminggu sekali saat musim semi dan panas ia akan menghabiskan sorenya di danau dengan melihat keindahan langit yang bersemburat orange kemerahan.

Lein menemani Ellya berjalan-jalan, ia pun sudah menawarkan topi yang cantik, tetapi Ellya menolaknya. Ellya tidak berpikir itu ide yang bagus, sebuah topi hanya ia gunakan ketika sedang berada di luar rumah, maksudnya saat ia bepergian mengunjungi seseorang.

"Sudah lama kita tidak di danau ya, Lein." Kilas memori di otaknya berputar, sungguh waktu itu tidak bisa diprediksi apa, siapa, bagaimana dan kenapa. Ia berakhir menjadi istri seseorang yang tak ia kenal.

"Benar, Duchess."

Ellya mengamati Lein, "jangan panggil aku dengan sebutan itu. Panggil saja aku seperti biasanya," pinta Ellya.

"Saya tidak bisa, Duchess. Merupakan kehormatan bagi saya, anggap saja sebagai tanda hormat saya kepada Anda karena Anda adalah pemilik saya," jawab Lein, yang langsung membuat Ellya kesal. Ellya berpikir, memangnya hidup seseorang itu seperti barang ya yang bisa dimiliki dan dibuang seenaknya?

"Panggil aku seperti biasanya saat kita berdua, jika ada orang lain silakan panggil aku dengan sebutan itu," kilah Ellya. Wajahnya kemudian berseri kala melihat pohon-pohon dengan daunnya yang berwarna warni, sungguh indah, benaknya.

Lein tampak menimbang pernyataan dari Ellya karena tak ingin mengecewakan Nyonya nya itu, "baiklah jika itu yang Lady inginkan, saya hanya bisa menjalankannya."

Ellya kemudian beranjak dari taman bunga menuju air mancur. Bermain air sedikit tidak akan membuatnya menjadi legenda siren, bukan?

Ellya mengingat hari-hari di mana ia pertama kali bertemu dengan Duke Ellington di sebuah kapal. Sejujurnya hari itu ia tak begitu tahu siapa itu Duke Ellington, hingga beberapa pertemuan yang tak terduga itu ia mengenalinya.

Ellya senang karena akhirnya ia bisa menjalin pertemanan dengan Duke Ellington, bisa dibilang Duke Ellington adalah teman pertamanya. Ia takut jika suatu saat nanti Duke Ellington akan pergi meninggalkannya.

"Lein, apa kau pikir Duke Ellington akan meninggalkan diriku?"

"M—memangnya kenapa, Lady?" Lein terkejut dengan pertanyaan impulsif itu.

Ellya tak berniat menjawabnya, kenapa dengan hatinya yang sakit saat mengingat bahwa Duke Ellington juga menjalin sebuah pertemanan dengan Lady Marine, dahulu? Bahkan melibatkan antar perasaan.

Rasa tak nyaman menyelimuti Ellya, ada apa sebenarnya. Kenapa ia bertingkah seperti ini?

"Ingat, Ellya. Kau dan Duke Ellington itu hanya berteman dan hanya sekadar itu. Kita hanya dipersatukan demi keuntungan seseorang, jadi jangan sampai jatuh hati kepada Duke Ellington!" Batin Ellya.

"Auh ..."

Ellya melenguh kala secara tak sadar kakinya menabrak akar pohon yang mencuat. Lein yang juga tak sigap ikut terjatuh.

"Astaga, Lady. Anda terluka, mohon maafkan saya tidak mencegah Anda terjatuh." Lein membantu Ellya membersihkan gaun dari dedaunan dan kotoran tanah yang menempel lalu membantu Ellya berdiri.

"Sudahlah, lagi pula ini salahku tidak melihat sekeliling. Sekarang bantu aku berdiri, semoga saja kakiku tidak sakit, besok aku harus ke panti sosial, bukan?"

Namun, naas. Ternyata kakinya ikut terkilir dan terasa sakit saat berjalan. "Ya ampun, Lady. Saya akan memanggil seseorang untuk membantu Anda berjalan, saya takut jika dipaksakan akan bertambah parah, ah, lebih baik jika Anda di bopong. Anda diam saja di sini jangan ke mana-mana atau kaki Anda akan bertambah parah sakitnya." Lein sangat panik kemudian bergegas memanggil seseorang yang akan membantunya.

"Lein ini hanya terkilir, tidak perlu dibopong seperti itu."

Belum juga Lein jauh dari pandangnya, kedatangan seseorang membuatnya terkejut. Sejak kapan Duke Ellington berdiri di belakangnya dan kini bersiap untuk memapahnya.

"Saya harap Anda tidak menyepelekan kaki yang terkilir, Duchess."

Mata Ellya melotot karena dengan tiba-tiba Duke Ellington menggendong ala bridal style. Ia bahkan tak bersiap untuk menghirup oksigen karena terlalu terkejut.



The Duchess SecretWhere stories live. Discover now