Chapter 3

206 32 8
                                    

Author lain ketika bikin scene romantis: 😘🤗

Me ketika bikin scene romantis:😭🤮

Valid gak? Kl gak geli ya bawaannya ngakak😭😭

****

"Aku sudah menyewa seluruh restoran ini."

Mara mengerjap tak percaya disaat mendengar jawaban Amato yang terdengar sangat brutal. Menyewa seluruh restoran hanya untuk makan? Bukankah itu terlalu naif?

Mara jadi bingung, dia harus merespon apa ya?

"Kenapa muka kamu begitu?" mengangkat sepasang alisnya seolah tak memahami apa yang tengah dipikirkan oleh istrinya, Amato pun kembali bertanya. Apakah dia salah lagi?

Memaksakan bibir untuk tersenyum, Mara hanya menggelengkan kepalanya saja. "Aku nggak tau harus bahagia atau malah marah, hehe." Tawa garing pun keluar.

"Ya seneng lah, ngapain marah? Memang aku salah apa?"

"Enggak, kamu nggak salah kok. Makasih ya? Walau sebenarnya kamu nggak perlu ngelakuin semua ini sampai-sampai nekat buat nyewa satu restoran. Itu kan pemborosan, habis berapa kamu buat nyewa restoran ini?"

"Nggak usah khawatirkan soal itu, aku lagi kepengin. Lagipula apa salahnya kalau boros? Toh, juga nggak setiap hari, Mara."

"Ya, aku tau, tapi--"

"Kamu nggak suka?" ucap Amato, sedikit memotong kalimat Mara yang bahkan belum selesai.

Tatapan mereka saling bertemu. Bisa Mara rasakan bahwa Amato sedikit kecewa dengan reaksinya ini, seolah bahwa Mara tidak menyukainya.

"Bukan begitu maksudku, aku senang, sangat senang. Bahkan aku sampai bingung harus berekspresi seperti apa, kamu terlalu sulit untuk ditebak jadi aku rada syok aja."

"Syok?" Amato hanya bisa terkekeh ketika mendengar hal itu.

Kepala Mara kembali mengangguk, "iya. Aku kaget tau, lain kali gunakan cara yang sederhana aja. Yang normal."

"Memangnya ini nggak normal?"

Astaga, Amato ini terlalu polos dan naif. Tentu saja itu tidak normal, manusia mana yang nekat menyewa satu restoran terbaik hanya untuk sarapan saja? Tentu saja tidak ada, hanya Amato yang berani melakukan itu.

"Buatku sih nggak normal, aku kan dibesarkan di keluarga yang sederhana, Amato. Kita beda nasib."

"Ya, tapi sekarang satu nasib kan? Aku sama kamu adalah sebuah kesatuan sekarang."

"Ya, mungkin kamu benar."

Drrtt!

Ponsel genggam milik Amato menimbulkan sebuah getaran ringan, hal itu membuatkan percakapan mereka sedikit terhenti. Dengan gerakan malas serta helaan napas berat yang terdengar, Amato menerima panggilan tersebut.

"Apa?" tanyanya dengan nada yang sangat malas. Dasar pengganggu.

"Em, apakah saya mengganggu waktu tuan sekarang?"

SULIT DIMENGERTI [ END ]Where stories live. Discover now