Chapter 10

157 31 14
                                    

"Halilintar?" karena takut salah dengar, Amato pun membeo.

Suara Mara genap ditelan dengan sambaran petir yang cukup keras. Mara yang kaget pun refleks menutup kedua telinganya rapat-rapat.

"Takut," rengek nya lirih.

"Cuma petir, Mara. Kamu nggak jemur baju kan hari ini?"

Kan tidak lucu nantinya kalau baju mereka malah basah diterpa oleh air hujan. Sebagai jawaban untuk pertanyaan Amato, Mara pun menggeleng.

"Dimakan lagi, aku mau nutup jendela dulu. Sebentar lagi juga malem," ucap Amato yang sudah bangkit dari tempat duduknya. Hendak melenggang pergi.

"Tunggu," cegah Mara. Ia sedikit menggeser piring yang berisikan steak sapi itu tepat ke hadapan Amato. "Potongin dulu, susah."

Astaga Mara ini, masa motong steak aja nggak bisa sih. Menarik pangkal bibirnya hingga menciptakan sebuah senyuman tipis, Amato terkekeh seraya mengusap puncak kepala Mara dengan pelan.

"Berdikari," tukasnya kemudian berjalan pergi meninggalkan Mara seorang diri.

Mendengar hal itu, Mara pun jadi kesal sendiri. Suami sialan, males ah kalau disuruh berdikari. Apa gunanya Mara memiliki suami kalau tidak bisa dimanfaatkan?

"Cih, berdikari mulu."

****

Sehabis makan, mereka berdua memutuskan untuk beristirahat di dalam kamar. Hari pun sudah semakin larut dengan terpaan air hujan yang menghantam setiap inci atap rumah mereka. Menimbulkan sebuah melodi yang menenangkan.

"Amato?" menghancurkan keheningan diantara mereka berdua, Mara mengalihkan pandangannya kearah samping. Tepat kearah Amato berada.

"Hm?" tetap dalam posisi terpejam, Amato yang berada di dalam posisi berbaring pun bergumam.

"Aku mau nanya sesuatu," ucap Mara. Tatapannya kembali turun kepada permukaan perutnya yang membuncit.

Merasakan hawa yang tidak enak, Amato membuka sebelah matanya dan menatap Mara. "Pasti pertanyaan jebakan."

Ya, Amato sangat hapal dengan kelakuan Mara. Dia memang selalu membuat masalah dengannya, entah apa keuntungan yang Mara dapatkan dari itu, Amato pun tidak terlalu paham dengan isi otaknya.

"Enggak kok," mendengar penuturan yang dikatakan oleh Amato, Mara refleks terkekeh. "Aku mau nanya, alasan kamu suka sama aku apa?"

"Hah?"

"Jangan pura-pura bodoh deh, aku tau kalau kamu paham. Bukannya dulu kamu keliatan kayak benci sama aku?"

"Siapa yang bilang? Hhh Mara, dulu itu aku cuma iseng. Lagipula kamu juga yang salah sih, kenapa sering telat? Aku keras sama bawahan ku agar mereka bisa disiplin bukannya benci."

"Terus, apa yang membuat kamu suka sama aku?"

Diam sejenak, Amato tak langsung menjawab. "Karena.....kamu aneh."

"Hah?" terhenyak ketika mendengar jawaban Amato, Mara mengerjap tak percaya. "Aneh gimana?"

"Saking anehnya sampe nggak bisa diutarakan melalui kata-kata," kekeh Amato seraya meledek.

Mara pun langsung merengut, sialan Amato ini. "Ck, kamu mah. Duh!"

Tiba-tiba saja, Mara berteriak kaget. Amato yang memandangi hal itu pun ikut kaget juga.

SULIT DIMENGERTI [ END ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora