Chapter 9

159 32 28
                                    

Amato itu orangnya emosian loh, terlebih lagi kalau dia malah seperti dikerjai seperti ini.

Setelah dia mati-matian mengantri untuk mendapatkan pecel lele yang berada di samping jalan raya hingga berdesakan, Mara malah lebih memilih untuk memakan bakso. Ya sebenarnya bukan masalah besar sih, karena Amato akan dengan mudah untuk mendapatkannya.

Tapi, bukan disitu titik masalahnya. Melainkan Mara malah meminta bakso beracun eh maksudnya bakso lava. Bakso yang berisikan sambal pedas dengan cabai merah yang menyala. Bahkan untuk menatapnya saja, Amato sudah merinding. Bisa-bisanya Mara malah mengidam makanan seperti itu.

"Kamu yakin, Mara? Nanti kalau keguguran gimana?"

Horor, selera istrinya benar-benar mengerikan.

"Biasa aja kali mukanya, ini enak banget loh. Kamu mau?" menawarkan bakso lava yang berada di ujung garpu, Mara hendak menyuapi Amato.

Refleks, Amato pun langsung menolak seraya menggeleng kaku. Sialan, mana mungkin dia akan mengambil risiko dengan memakan makanan seperti itu. Tidak akan, dia tidak sebodoh itu.

"Mara, ganti baksonya ya? Bahaya loh, itu kan pedes. Nggak baik buat kandungan." Ucap Amato khawatir.

Suami mana yang tidak khawatir ketika melihat bahwa istrinya malah mengidam makanan yang sangat ekstrem seperti ini? Tidak ada, pasti semuanya akan khawatir termasuk Amato.

Memutar bola mata malas, Mara mendengus. Amato ini terlalu berlebihan deh, dia saja belum memakan satu suap pun.

"Kan makanannya udah di depan mata Amato, ya nggak bisa di cancel-lah. Aku mau makan bakso lava yang tengah viral ini." Sudah diputuskan, Amato melarang pun sepertinya tidak akan berhasil.

Mara itu keras kepala layaknya batu. Kalau Amato itu dingin layaknya es. Jadi kalau disambung sama dengan batu es, pasangan yang sangat serasi.

"Nggak boleh," merebut sendok milik Mara, Amato melarang. Menatap serius kearah Mara, Amato tidak mau kalau Mara malah memakan makanan beracun seperti ini.

"Ih, apaan sih? Jangan ganggu aku makan deh, aku nggak suka!" Mara pun meradang tidak terima atas perlakuan Amato terhadap dirinya, dia tidak suka kalau ada orang yang mengganggu acara makannya terlebih lagi kalau Mara ini tengah mengidam sekarang. Tentu saja dia semakin sensitif.

"Aku berubah pikiran, seharusnya aku nggak bolehin kamu buat memakan makanan beracun seperti ini. Kamu juga harus menjaga pola makan dong, Mara. Nggak semua keinginan kamu harus dipenuhi juga kan?"

"Kamu nggak mau? Oh, jadi kamu keberatan, hm?"

Oke, suasana semakin mencekam dengan perubahan intonasi suara Mara. Sejenak Amato menelan ludah gusar, lagi-lagi Mara salah paham.

"Bukan begitu maksudku, Mara. Tapi ini itu makanan nggak sehat, isinya sambel semuanya loh. Sensitif buat kandungan kamu, apalagi usia kandungan kamu aja baru sebentar. Kalau kandungannya kenapa-napa gimana? Jangan nurutin napsu ya? Aku bakal nurutin permintaan kamu asalkan itu baik, aku juga nggak akan keberatan kok."

"Janji ya?"

"Iya," angguk Amato.

"Yaudah deh, aku mau bakso yang original aja." Mendorong bakso lava dari hadapannya, Mara pun akhirnya menyerah dan memilih untuk menurut saja.

Wajah Amato rasanya seperti diterpa oleh angin dingin yang amat menyegarkan, langsung cerah seketika. Karena puas dengan jawaban yang diberikan oleh Mara, Amato mengulum senyuman tipis.

"Nah bagus, aku pesenin dulu ya?"

"Eh Amato, besok beliin aku nanas muda ya? Aku kepengin."

****

SULIT DIMENGERTI [ END ]Where stories live. Discover now