Chapter 5

158 33 33
                                    

Pengin cepet-cepet namatin cerita ini, setelah ini bikin penderitaan apalagi ya?😌

****

"Hamil, dok?"

Terkejut? Tentu saja. Kabar ini terlalu mendadak apalagi untuk orang seperti Amato. Dia belum siap menjadi orang tua, terlebih lagi beberapa hari ini dia memang sibuk parah.

Apakah dia bisa?

Jujur, sebenarnya Amato belum berniat untuk memiliki seorang anak. Dia masih mencoba untuk memperbaiki diri tapi dia juga tidak bisa menolaknya, kan?

Sang dokter mengangguk lantas tersenyum, turut bahagia atas kabar itu. "Selamat ya, pak. Untuk selanjutnya, tolong dijagain istrinya. Jangan dibuat sedih atau ditinggal sendirian dirumah, terkadang emosi wanita hamil itu memang sedikit labil, pak. Jangan sampai stres apalagi depresi, itu akan membahayakan janinnya nanti."

"Baik, dok. Tapi, ini nggak salah kan? Siapa tahu kalau salah periksa atau ada hal lain? Soalnya istri saya seperti sakit dok, badannya lemes, sedari tadi muntah terus."

Aduhai, polosnya. Mendengar ucapan Amato, sang dokter hanya bisa terkekeh lirih. "Tenang saja, pak. Memang begitu kok gejalanya, hal itu amatlah wajar untuk wanita hamil. Jadi, jangan khawatir. Ini ada obat biar ibunya nggak mual ya, pak? Diminum setelah makan."

Amato menerima obat itu, memandanginya. "Obat ini dosisnya sesuai buat wanita hamil kan, dok?" tanya Amato lagi yang terdengar ragu.

"Iya pak, sudah disesuaikan kok. Insya Allah aman untuk istri bapak."

"Yaudah, terima kasih, dok." Karena sudah merasa cukup, Amato beranjak dari duduk sembari membungkuk sekilas.

"Sama-sama, pak." Jawab sang dokter, membalas perlakuan Amato juga.

Amato pun keluar dari ruang dokter, sekarang dia hendak berjalan menuju kamar dimana Mara diperiksa. Ia membuka pintu kamar, Mara yang tengah melamun pun sedikit kaget dengan kedatangan suaminya. Ia menoleh.

"Apa kata dokter, Amato? Aku baik-baik aja kan?"

Sejenak, terbitlah sebuah ide jahil yang entah kenapa tiba-tiba saja terpikirkan oleh Amato. Menjahili istrinya sebentar tidak ada salahnya, kan?

Waktunya akting. Menghela napas berat, Amato sedikit menjeda perkataannya yang hendak keluar. Ekspresi wajahnya ia buat sesedih mungkin.

"Amato? Kok diem?" Mara mengguncang lengan kanan Amato pelan, dia jadi takut karena memandangi ekspresi Amato yang seperti habis menerima kabar buruk.

"Hhh, aku harap kamu sabar ya?" tangan Amato naik, mengusap puncak kepala Mara dengan usapan lembut.

Dagu Mara mendongak samar, "kenapa?" lirihnya.

"Kamu....sakit parah."

Deg!

Rasanya, detak jantung Mara seperti berhenti untuk beberapa saat. Sakit parah?

Mara terdiam, dia mematung. Tubuhnya mendadak kaku dan sukar untuk digerakkan.

Amato tertawa setelah mendapati respon Mara yang syok setengah mati, "aku bercanda, Mara. Biasa aja dong mukanya, makin jelek." Bisik nya dengan nada yang amat rendah, jangan lupakan pula senyuman tipis yang terpampang di wajah Amato.

SULIT DIMENGERTI [ END ]Where stories live. Discover now