Chapter 4

169 30 8
                                    

Dua minggu setelahnya, Amato sangat sibuk belakangan hari ini. Dia selalu pulang larut malam bahkan hingga dini hari sekalipun.

Melihat hal itu, Mara jadi sedikit was-was dan khawatir. Dia bisa melihat bahwa Amato seperti terjerat masalah yang cukup serius. Jarang dia seperti ini, biasanya pun kalau sibuk dia tidak akan pulang sampai selarut itu.

"Kenapa pulang telat?"

Sembari membukakan pintu untuk sang suami, Mara memberikan pertanyaan. Ini sudah hampir mendekati pukul tiga malam, menjelang dini hari pula.

"Kamu belum tidur?"

"Aku nanya duluan, jawab dulu dong. Jangan malah balik nanya," ketus Mara setengah kesal.

Amato tak membalas, lebih tepatnya dia malas untuk membantah. Dia lelah dan butuh istirahat, jadi tidak ada gunanya untuk berdebat dengan Mara.

"Ya, ada rapat dadakan tadi. Maaf ya?"

Mendengus pelan, Mara membuang wajahnya kearah lain. Ekspresinya masam dengan mulut yang menonjol ke depan. Dia kesal karena beberapa minggu ini suaminya sibuk sekali, bahkan sama sekali tidak memiliki waktu untuk Mara. Menyebalkan.

Tampak, Amato melepaskan jas kantornya sejenak. Dia mengernyit heran, duduk di sofa ruang tamu. "Kamu marah?"

Menutup pintu lantas menguncinya rapat-rapat, samar kepala Mara menggeleng tipis. "Enggak."

"Hhh, enggak-nya wanita sama enggak-nya laki-laki itu beda kan? Ayolah Mara, kalau marah ya marah aja. Muka kamu aja butek begitu kok." Ucap Amato datar, dia tidak akan mempercayai Mara begitu saja. Biasanya kalau Mara ngomong itu bagaikan teka-teki misteri, Amato tidak akan tertipu kali ini.

"Ck, kalau iya kenapa? Memang kamu peduli?"

"Nggak juga," Amato menguap. Oke, dia mengantuk sekarang. "Temani aku tidur sini, daripada kamu ngambek nggak jelas kan."

"Males, tidur aja sendiri."

"Lah, kok gitu?"

"Ya memang gitu, kenapa? Nggak suka?" cibir Mara.

Tatapan datar terarah pada istrinya itu, sepertinya Mara ini tengah memancing emosinya sekarang. Sabar dan sabar.

"Kamu kayaknya ngajak ribut ya sekarang?"

Mara menelan ludah gusar disaat mendapati tatapan Amato yang sulit untuk diutarakan melalui kata-kata. Tajam tapi juga lembut, ah intinya sulit untuk dipahami.

"Nggak kok, yaudah sana tidur. Aku juga mau tidur, ngantuk soalnya tapi kamu tidur di sofa aja ya? Aku mau tidur sendiri dikamar," titah Mara seenaknya.

Amato bangkit dari posisi duduk, "ogah banget aku tidur disini. Kamu nggak punya wewenang untuk menyuruhku begitu."

Amato mulai menghampiri Mara dengan seringaian bak serigala yang ingin menerkam mangsa. Hal itu mengakibatkan Mara sedikit takut dan melangkah mundur seraya mengikis jarak diantara mereka.

"Kamu kenapa? Kok takut begitu?" tanya Amato.

Mara menggeram, "muka kamu nyeremin kayak setan!"

Amato terkekeh ketika mendengar itu, "maaf. Aku hanya bercanda, aku minta maaf kalau beberapa minggu ini nggak punya waktu buat kamu. Ada banyak masalah dan harus aku sendiri yang menyelesaikan."

"Huft-- iya deh, iya. Aku memang memahami posisi kamu tapi kan terkadang aku cemburu."

"Cemburu? Mara, aku nggak selingkuh loh. Cemburu sama siapa kamu?"

Mara menggeleng, dasar nggak peka. "Bukan cemburu yang itu, Amato. Aku hanya....ah lupakan, tidak penting untuk dibahas. Lebih baik kamu bersih-bersih lalu tidur, aku akan menyiapkan baju gantimu dulu."

SULIT DIMENGERTI [ END ]Where stories live. Discover now