LIMA BELAS

107 9 0
                                    

15

"Sekali lagi, kamu hilang. Mengapa hanya sekejap kamu berikan bahagia itu padaku. Aku mohon kembali temani aku, aku tak ingin hidup tanpa senyummu lagi.."

Amarta




~~~~~~~~



"Ta... Amarta Bangun Ta!" Langit berusaha membangunkan Amarta yang begitu lelapnya tertidur di bangku dekat wahana permainan, ia memeluk boneka yang bulunya sangat lembut itu. Langit seakan tak tega, namun ia harus membangunkannya. Entah bagaimana bisa Amarta bisa sampai di sini, andai saja jika Fanny tak menghubungi Langit. Mungkin Amarta akan tertidur di tempat ini sampai pagi.

Langit datang kerumah Amarta, lalu mengecek kamar Amarta, tak ada tanda-tanda penculikan, jendela kamarnya terbuka, Langit bergegas mengecek dari jendela kamar itu, namun semuanya nampak baik-baik saja. Hingga ia melihat sebuah buku catatan harian Amarta. Buku inilah yang menuntun Langit bisa menemui Amarta di tempat ini.

"Bagaskara!" dengan sangat lemah Amarta bangun dari tidurnya, nampaknya ia masih sangat mengantuk. Langit tak peduli itu, ia lantas memeluk Amarta dengan sangat erat.

"Lo jangan bikin khawatir Ta, gua takut. Takut kalau lo kenapa-napa gimana?" seketika tetesan air mata itu menetes dari mata Langit, entah sudah sekhawatir apa ia mengetahui Amarta tak ada di rumah. Jalanan ia libas dalam sekejap mata, emosi dan sedih menjadi kala itu, tapi saat melihat Amarta tertidur pulas dengan senyum yang begitu bahagia itu. Tangisnya langsung pecah, kakinya menjadi sangat lemah. Langit sang jagoan menjadi sangat lembek saat ini.

"La-langit?" Amarta memperhatikan seseorang yang memeluknya saat ini, dia bukan Bagaskara, dia Langit yang tengah menangis karena dirinya.

"Izinkan gua meluk lo lebih lama Ta. Gua mohon!" Amarta tak menjawab, mengangguk pun tidak, matanya kini menjadi kosong, pikirannya melayang. Dan seketika ia pun ikut menangis.

"Bagaskara udah pergi ya Langit? Dia kemana?" Tangis itu akhirnya semakin menjadi, Amarta menangis, tangannya pun meremat baju Langit. Sakit yang begitu dalam kini di rasakan Amarta.

"Aku mau Bagaskara, aku mau Bagasku." Kali ini dipukulnya punggung Langit berulang-ulang. Ia benar-benar terluka, disaat bersamaan Langit pun ikut menangis, bagaimana bisa cewek yang ia cinta hidupnya begitu menyakitkan seperti ini.

"Sabar Ta. Lo harus kuat!" hanya kata-kata itu yang mampu Langit ucapkan saat ini. Langit pun melepas pelukannya dan menghapus air mata yang ada di pipi Amarta.

"Kalau lo nangis nanti cantik lo hilang, udah nangisnya ya!" Amarta mengangguk meskipun ia tak ingin berhenti menangis. Amarta memangdang Langit yang juga menangis, Amarta tak merasa bersalah, ia bahkan semakin mengingat Bagaskara. Kemana dia yang tadi bersamanya bersenang-senang di wahana ini. Kemana Bagaskara yang tadi katanya pergi beli minum. Mengingat kata minum Amarta akhirnya bangkit dan berdiri.

"Bagaskara tadi memang di sini, dia tadi pamit mau beli minum, Langit. Kita harus tunggu dia."

"Tapi, Ta?"

"Kalau lo ngga mau ikut nunggu, mending pulang aja. Bagaskara ngga mungkin ninggalin gua di sini sendiri. Dia sayang sama gua Langit. Tadi kita main wahana di sini, tadi dia menang dan boneka. Bonekanya buat aku. Dia di sini Langit." Air mata Amarta kembali membanjiri pipinya, mengapa begitu menyakitkan saat dirinya mengatakan itu semua, mengapa semuanya seperti angan yang tak pernah benar-benar terjadi.

"Okey kita tunggu. Tapi kalau lebih dari setengah Jam. Bagaskara ngga datang. Kita pulang. Kasian Bunda nunggu di rumah, kasian tubuh lo." Langit memutuskan duduk di bangku itu. Ia lebih baik diam, membiarkan Amarta mondar-mandir sendiri menunggu kedatangan Bagaskara.

Setengah jam berlalu, Amarta semakin gusar, kini ia bingung. Kemana Bagaskara, mengapa ia belum juga kembali.

"Ta kita pulang sekarang, ini udah tengah malam, Ta. Kita pulang ya!" Langit menarik tangan Amarta, namun dengan cepat Amarta menepis tangan itu.

"Gua mau nunggu Bagaskara. Kalau lo mau pulang pulang aja." Teriak Amarta pada Langit.

"AMARTA, LO HARUSNYA SADAR. BAGASKARA ITU NGGA ADA." Emosi Langit benar-benar meluap bahkan Amarta pun langsung diam. Namun diamnya dengan air mata yang semakin menjadi, Amarta sesegukan menangis.

"Maafin gua, Ta." Langit yang sadar sudah lepas kendali, ia memeluk Amarta dengan sangat erat, berkali-kali Langit juga mengucapkan kata maaf.

"Kita pulang ya!" Amarta tak menjawab apapun, namun ia mengikutin langkah Langit yang menuntunnya. Mereka berdua akhirnya pulang. Sementara dari kejauhan sejak tadi sudah ada seseorang yang diam-diam mengambil foto mereka berdua.

****

Amarta turun dari mobil yang di kendarai Langit, melihat Fanny yang tengah berdiri dengan gusar di teras rumah. Amarta langsung berlari kearah bundanya itu lalu memeluknya.

"Kamu dari mana saja sayang. Bunda khawatir banget Nak." Ujar Fanny yang sejak tadi sudah menangis tak henti-hentinya.

"Bagaskara ngga ada Bunda, dia bohong sama aku, dia ngga kembali Bunda." Amarta mengeratkan pelukannya. Mengapa bahagia itu hanya sekejap dirasakan oleh Amarta, dan mengapa setelah itu harus ada kenyataan sepahit ini. Amarta tak pernah kuat jika harus mengdapati kenyataan bahwa Bagaskara sudah tak pernah lagi ia temui.

"Bunda, Amarta kanget Bagaskara." Fanny yang tak bisa menjawab apa-apa hanya mampu mengelus-elus punggung anaknya. Sejujurnya Fanny pun bingung harus berbuat apa, sudah habis segala cara Fanny lakukan, namun selalu saja gagal menyadarkan Amarta.

Langit melangkah kearah mereka berdua dengan membawa boneka yang tadi di peluk Amarta. Malam ini Langit memutuskan untuk tinggal di rumah Amarta dulu. Berjaga-jaga jika Amarta kembali keluar rumah sendirian. Itu pun juga sudah atas persetujuan Fanny. Namun agar tidak terjadi kesalah pahaman, Langit memanggil Arsen agar ikut dengannya.

"Lo nyusahin gua aja sih Nyet. Gua itu padahal lagi pengen indehoi sama guling-guling gua, eh malah lo ajak ngeronda di rumah orang." Nyerocos Arsen saat sudah sampai di rumah Amarta.

Mendengar itu Langit langsung menjitak kepala Arsen dengan tanganya "Lo gila ya, indehoi-indehoi segala. Satu lagi, kita bukan ngeronda, kita jaga-jaga takutnya Amarta pergi lagi."

"Lagian lo sih nyet, masih banyak loh cewek-cewek normal di luar sana, lo malah milih yang kayak gini." Langit dengan sigap langsung menyumpal mulut Arsen dengan tangannya.

"Lo kalau ngomong bisa di pikir dulu ngga sih. Lama-lama gua borgol juga nih monyong lo." Keduanya pun kini saling bergulat, bercanda.

"Arsen udah datang?" Tanya Fanny yang membawa makanan dan minuman diatas nampan.

"Maaf ya Sen, tante jadi ngerepotin kamu. Pasti keganggu ya? Tante ngga tau lagi sih mau minta tolong ke siapa. Kalau Cuma ada Langit di sini, nanti jadi bahan omongan orang. Sekali lagi tante ucapkan terima kasih ya." Arsen yang mendengar itu hanya menunduk malu, ia sangat menyesal dengan perkataannya tadi dengan Langit.

"Sok di makan! Tante tinggal ke dalam dulu ya!" Setelah Fanny masuk kedalam rumah, Arsen langsung mengambil kue dan minuman. Langsung ia makan laiknya tak pernah makan berhari-hari. Sementara Langit kini memperhatikan ponselnya yang baru saja menerima pesan dari Ayahnya.

Cepat Pulang Sekarang!!!


####

HALLO SEMUANYA!!!!

di bab ini bagaimana? kecewa  ngga sih ternyata BAgaskara yang asli belum muncul, semua itu masih bayangan.

btw kalian berharap ngga sih kalau Bagaskara itu hidup dan ketemu Amarta lagi. terus Langit gimana dong?

oh iya di tunggu part selanjutnya ya!!!


NestapaWhere stories live. Discover now