Dua Puluh Tiga

47 7 8
                                    


"Permainan yang terjadi terkadang membuat kita semakin mengerti,

untuk apa dan siapa perjuangan ini akan dilakukan."

"Nomernya hanya sekali pakai, tidak bisa dilacak lagi." Ujar Argantara yang masih mengutak-atik komputer di depannya. Sejak Langit memberikan perintah agar ia melacak nomer itu tak satu pun Argantara menemukan titik cerah, hingga ia menemukan sebuah kejanggalan dari nomer itu, sebuah nomer yang biasanya hanya dipakai sekali pakai oleh orang-orang tertentu, semisal para petinggi yang ingin menghubungi seseorang atau para penipu.

"Sepertinya lawan kita nggak main-main, lo harus hati-hati Langit! Kita juga harus lebih waspada, pergerakan kita terbaca oleh mereka." Ujar Arsen yang sudah mulai waswas akan pergerakan mereka yang mungkin terlalu kentara.

"Kita buat plan B, harus waspada juga. Lebih ketat lagi untuk berjaga-jaga. Jangan lakukan hal konyol seperti kemarin lagi dan satu lagi kita harus fokus dengan dua tersangka yang kita curigai. Mereka mungkin tahu kalian masuk kesekolah mereka dengan pakaian seragam SMA sebagai penyamaran. Kita harus menggunakan strategi yang matang sehingga rencana kita tidak akan kelihatan oleh mereka." Ujar Langit yang mulai memikirkan plan B yang ia maksud.

"Apa mungkin ini dari Caraka?" Arsen bangun dari sandarannya dikursi. Ia berpikir bahwa hal ini bisa jadi adalah pesan yang dikirim Caraka, secara mereka berdua kemarin sedang mengejar Caraka ke dalam sekolah. Ada yang aneh juga dengan sikapnya yang tiba-tiba ingin keluar dari sekolah dengan memanjat pagar.

"Kita cari tahu lebih dahulu, kalau hanya dengan terkaan hal ini tidak akan membuahkan hasil yang kita harapkan. Satu hal lagi, karena wajah kalian berdua sudah dikenali oleh Caraka maka gua akan minta teman-teman Atlantis yang lain untuk menyelidiki Caraka. Kali bisa fokus ke Naraya. Gua juga punya infomasi bahwa Naraya hampir menyelakai Amarta, hal ini bisa kita kaitkan kebenarannya. Andai saja gua tahu di mana Bagaskara sekarang." Langit menutup mukanya dengan kedua tangannya sembari menghembuskan napas beratnya. Terlalu banyak yang ia pikirkan, masalah Amarta, keluarganya bahkan dirinya sendiri. Namun baginya Amarta lebih penting dari apapun.

"Gua bantu cari Bagaskara, Bos. Lo tenang aja kita pasti dapatkan titik cerah itu." Argantara menjanjikan hal itu kepada Langit. Masalah untuk mencari orang Argantara memanglah ahlinya dan bagaimana bisa Langit melupakan hal itu. Ia lantas tersenyum kearah Argantara yang kini penuh dengan percaya diri tersenyum juga kearah Langit.

"Tapi nanti kalau gua udah dapat informasi tentang Bagaskara, lo wajib kenalin gua sama Hannah! WAJIB!!" saat itu juga wajahnya langsung ditimpuk dengan bantal oleh Arsen.

"Lo nolong bukannya tulus, malah ada maunya. Nolong itu harus ikhlas nggak boleh mengharap timbal balik, apalagi minta kenalan sama cewek, inget umur jarak kalian jauh."

"Arsen bisa diem nggak sih lo, ini urusan gua sama si Bos, dan satu lagi umur nggak bisa membatasi perasaan cinta, buktinya Bos Langit aja bisa tuh pacaran sama Amarta, umur mereka juga beda kan." Tidak mau kalah Argantara kembali menimpukkan bantal itu ke tuannya.

"Makanya sekali-kali nyoba pacaran, biar tahu rasanya. Ngejomblo mulu sih lo." Tambah Argantara yang berhasil membungkam mulut Arsen.

"Gua tunggu kabar baik dari lo Argantara, masalah Hannah bisa gua atur." Langit berdiri dan langsung meninggalkan mereka berdua. Sementara Argantara sangat girang, ia benar-benar berkhayal bisa bersama dengan Hannah laiknya sepasang kekasih. Bahkan ia sudah memikirkan akan mengajak Hannah makan di mana, liburan kemana dan semuanya yang bernuasa romantis sudah ia siapkan dalam pikirannya.

NestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang