Dua Puluh Empat

55 13 2
                                    

"Gua ada informasi, ada satu CCTV yang hidup saat kejadian Amarta dan Bagaskara. Tapi itu bukan berita utama yang gua mau sampaikan. Gua udah tahu di mana Bagaskara." Ujar Argantara diseberang sana.

"Serius lo?" ujar Langit antusias saat mendengar apa yang dikatakan Argantara diseberang sana. Langit membenarkan posisi duduknya, seakan ada secercah harapan bahwa kasus ini akan segera terungkap.

"Ya seriuslah, ngapain coba gua bercanda." Jawab Argantara yang seakan tidak mau diremehkan oleh Langit, secara setiap tugasnya selalu ia kerjakan dengan sempurna tanpa kekurangan apapun.

"Oke gua meluncur kesana sekarang. Lo susul gua juga. Gua tunggu di tempat!" Langit memutus panggilannya dan menacapkan gasnya bergegas pergi ketempat yang Argantara beritahu kepadanya. Penuh semangat Langit mengemudi mobilnya, ia harus bisa memecahkan semua kasus ini, siapa sebenarnya dalang dari semuanya, siapa yang sebenarnya yang hendak mencelakai Amarta? Dipikiran Langit sudah terbayang-bayang jika suatu saat penjahat itu ketemu maka ia akan langsung menghabisinya, ia akan berurusan dengan Langit.

Butuh waktu tiga puluh lima menit untuk sampai di sebuah rumah sakit besar, ini bukan rumah sakit milik kakeknya, Langit tidak bisa dengan sembarangan mendapatkan perlakuan VIP. Ia turun dari mobil lalu menghubungi Argantara, namun sebelum panggilannya itu tersambung Arsen dan Argantara sudah lebih dulu menyapa Langit dari kejauhan. Ia lantas bergegas mendekati mereka berdua.

"Ayo di mana Bagaskara dirawat?" ujar Langit tergesa-gesa.

"Tenang bos, gua udah dapat infomasi lengkapnya. Lo ikut gua!" Argantara lantas masuk kedalam rumah sakit, melewati lobi administrasi masuk kebeberapa lorong, Ruang Anggrek, Mawar dan Jepun sudah mereka lewati, bahkan kini mereka sudah berada di lantai tiga rumah sakit.

"Di mana sih, Ta?" Tanya Arsen yang sebenarnya sudah mulai lelah berjalan mengelilingi rumah sakit. "Lo sebenarnya tahu nggak sih di mana Bagaskara?" tambah Arsen namun sama sekali tidak ada respon dari Argantara, ia hanya fokus melihat angka-angka yang ada diruangan dan juga nama yang ditempel disetiap pintu pasien. Hingga Argantara tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berteriak.

"KETEMU!!!" seketika Arsen dan Langit serentak menutup mulut Argantara.

"Lo bego atau apa sih? Ini rumah sakit bukan lapangan sepak bola" Arsen menjitak kepala Argantara, sementara yang dijitak hanya tersenyum sembari menggaruk kepalanya.

"Sorry-sorry gua kebawa erosi." Ujar Argantara masih dengan senyum tak bersalahnya.

"Emosi bege." Arsen membenarkan apa yang dikatakan Argantara.

"Iya itu maksud gua."

"Udah-udah, jadi ini tempat Bagaskara dirawat?" Argantara menganggukkan kepalanya mengiyakan apa yang ditanyakan Langit. Tanpa basa-basi Langit langsung membuka pintu ruangan itu. Didalam sana ada seorang perempuan paruh baya dan juga seorang laki-laki yang rambutnya sudah mulai memutih dengan setelan jas dan begitu berwibawa, nampaknya Bagaskara adalah orang berada. Jika tidak, mustahil ia akan dirawat diruangan yang super duper VVIP ini.

"Selamat pagi Om, Tante." Langit mendekat kearah mereka berdua, lalu mencium kedua tangannya. "Saya temannya Bagaskara, Om, Tan. Saya baru tahu kalau Bagaskara dirawat di sini." Langit mulai mengarang bebas, bahkan saat kedua orang tua didepannya ini mulai merasa bingung ia membuat kebohongan yang lainnya.

"Saya kok baru liat kamu ya? Maaf namanya siapa? Seinget Tante Bagaskara nggak pernah ngajak kamu kerumah." Mata perempuan paruh baya itu menyelidiki Langit, bahkan ia diperhatikan dari atas hingga bawah yang benar-benar membuat siapapun jika dipandang seperti itu akan merasa tidak nyaman.

"Nama saya Langit, Tante. Kebetulan emang saya nggak pernah ikut kerumah Bagaskara, karena saya harus mengurus café yang saya kelola sendiri. Dan udah lama sekali Bagaskara tidak pernah datang ke Café saya, makanya saya dan teman-teman coba cari tahu keberadaan Bagasara di mana, dan syukurnya hari ini kami mendapatkan info bahwa Bagasakara dirawat di rumah sakit ini." Begitu lancarnya Langit menyusun kalimat-kalimat itu, bahkan Argantara dan Arsen tidak percaya jika ketua geng motornya bisa sesempurna itu melakukan penyamaran.

NestapaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum