Dua Puluh Enam

70 9 0
                                    

"Bentar gua telpone Caraka aja deh, udah lama nih nunggu. Liat nih udah habis dua gelas jus jeruk, lama-lama makin manis gua." Benar adanya mereka berdua sudah hampir setengah jam berada di rumah Caraka. Hal seperti ini sudah sering sekali Hannah lakukan, karena memang keduanya memang sudah sedekat itu.

Beberapa kali Hannah mencoba menghubungi Caraka namun tidak ada jawaban sama sekali, namun hingga di dering terakhir sambungan telepon itu akhirnya diangkat juga.

"Lo kemana aja sih? Gua udah setengah jam ini nunggu dirumah lo. Kagak ada angin kagak ada hujan main ngilang aja lu kek mantan." Cerocos Hannah menceramahi Caraka, sedangkan yang diseberang sana hanya diam dan mengiyakan saja apa yang dikatakan Hannah.

"Ya udah buruan, gua tunggu. Sekalian bawain makanan ya, gua sama Amarta laper juga ini nunggu lo." Telepon itu akhirnya berakhir tanpa meminta jawaban dari Caraka sama sekali, hal ini juga sudah dimaklumi oleh Caraka. Bukan sekali dua kali juga ia di palak oleh Hannah.

"Udah mending kita nonton drakor aja yuk! Taxi Driver seru nih keknya." Hannah langsung menghidupkan televisi diruang tamu yang memang sudah tersambung dengan jaringan internet bahkan sudah berlangganan film dan drama apapun yang sedang beredar. Keduanya kemudian kembali menunggu Caraka.

Sementara dikejauhan, disebuah ruangan dengan bunyi mesin detak jantung itu Caraka menatap Langit. Ia memberi tahukan bahwa Hannah dan Amarta berada dirumahnya. Hal ini juga sudah diketahui oleh Langit.

"Gua harus balik, Hannah dan Amarta dirumah. Mereka berdua mungkin curiga kegua karena gua jarang sekolah akhir-akhir ini. Gua tunggu kabar terbaik dari kalian. Semua ini harus segera usai." Caraka pun pergi dari ruangan itu menyisakan mereka bertiga yang masih mencoba mencerna siapa dalang di balik semua ini.

"Gua yakin pasti ada barang bukti yang tertinggal. Apapun itu pasti ada." Ujar Langit yang hampir putus asa.

"Gua coba selidiki semua jejaring cctv, gua yakin masih ada yang bisa diselamatkan, gua juga yakin ada yang belum dihapus atau terlewatkan." Argantara mencoba menyemangati Langit. Dan detik itu juga mereka bertiga memutuskan untuk kembali ke markas. Sesampainya di markas tangan Argantara tidak bisa diam memencet setiap tombol keyboard mengetik semua jenis huruf yang hanya ia yang tahu kode apa itu.

Sementara itu Langit dan Arsen duduk di sofa sembari memikirkan apapun yang ada dipikiran mereka. Hingga dering ponsel Langit berbunyi, panggilan dari Amarta. Sepertinya ia sudah akan pulang.

"Iya, hallo. Gimana udah? Ya udah tunggu di sana, aku jemput sekarang!" panggilan itu terputus Langit pun pergi meninggalkan markas.

"Jika dapat kabar apapun, segera kasih tau gua ya!" ujar Langit kepada kedua sahabatnya itu, dan keduanya hanya mengacungkan jempol mengiyakan apa yang diminta Langit.

***

"Lo yakin mau nunggu di sini sendirian?" tanya Hannah yang tidak tega meninggalkan Amarta sendirian di depan gerbang rumah Caraka.

"Iya nggak papa, lo sama Caraka pergi aja. Lagian bentar lagi kan Langit datang. Ka, jagain Hannah, anterin pulang jangan di anterin ke kadang macan. Ya meskipun lu ada dendam ke dia setidaknya lu inget dia anak orang." Ujar Amarta yang berhasil membuat Hannah sedikit cemberut tidak terima dijadikan bahan ejekan.

"Pengen banget sih, Ta. Pengen gua buang dia di kandang macan. Tapi sayang, macan aja takut sama dia wkwkwkw" keduanya kini tertawa menyisakan Hannah yang semakin ditekuk mukanya.

"Oh kalian berdua gitu ya sekarang mainnya, main ngejelek-jelekin gua sekarang. Cukup tahu aja gua. Udah buruan anterin gua pulang sebelum jadi macan beneran." Caraka pun menghidupkan motornya, Hannah lantas naik dan melambaikan tangan kearah Amarta. Kini ia sendirian menunggu Langit, namun hingga lima belas menit kedepan belum juga muncul Langit dari seberang jalan. Beberapa kali Amarta memperhatikan ponselnya namun juga tidak ada balasan dari Langit. Dalam pikirnya mungkin Langit masih dijalan. Hingga sebuah mobil mendekat kearahnya dan berhenti.

Seorang laki-laki keluar dari mobil itu, Amarta benar-benar tidak menyangka yang keluar dari mobil itu adalah sosok yang sangat ia rindu. Bagaskara.

"Bagaskara?" teriak Amarta sangat senang. Sementara laki-laki yang ia panggil Bagaskara itu menghentikan langkahnya, bahkan senyumnya yang tadi melengkung begitu manis kini hilang begitu saja. Amarta sama sekali tidak menyadari hal itu, ia hanya berlari lantas memeluk Bagaskara.

"Aku kan udah bilang kalau pergi itu nggak usah lama-lama, kamu kemana aja kenapa baru muncul. Kenapa baru datang sekarang?" tanya Amarta sembari memegang wajah laki-laki dihadapnya itu.

"Kamu kok tahu aku ada di sini? Pasti dari bunda ya?" Terlihat jelas kebahagiaan diwajah Amarta, matanya berseri-seri. Bahkan mungkin saat ini ia sudah lupa dengan Langit yang akan menjemputnya.

"Ta, kita pulang yuk! Bunda udah nunggu dirumah." Bagaskara tersenyum kearah Amarta. Dan dengan semangat pula Amarta langsung masuk kedalam mobil. Di dalam mobil tidak henti-hentinya Amarta menatap Bagaskara yang sejatinya adalah Langit. Jujur saja hati dan perasaan Langit sangat sakit saat ini, bagaimana mungkin dirinya dilupakan begitu saja, bagaimana mungkin dirinya sebegitu cepatnya tergantikan. Dia saat ini adalah pacar Amarta, namun tidak sepenuhnya memiliki hati Amarta.

Dalam perjalanan Langit lebih banyak diam, dia jarang merespon apa yang dikatakan Amarta, ia sadar ini bukan Amarta miliknya, ini adalah Amarta yang masih terbawa bayang-bayang Bagaskara. Ia biarkan saja apa yang dilakukan Amarta, memainkan jari jemarinya yang masih memegang kendali kemudi, bahkan ia dengarkan saja apa yang diceritakan Amarta kepada Bagaskara. Hingga sesampainya dirumah, Langit langsung turun membukakan pintu mobil untuk Amarta.

"Bagaskara, tinggal dirumah dulu ya. Kita kan udah lama nggak ketemu. Aku masih kangen banget sama kamu." Ujar Amarta memohon kepada Bagaskara. Namun Langit bahkan tidak bisa terus-terusan berada di sini menjadi orang lain. Statusnya sekarang adalah pacar, bukan orang lain lagi.

Pintu rumah Amarta terbuka, Fanny menatap mereka berdua, sejenak ia mendengar Amarta memanggil Langit dengan sebutan Bagaskara. Fanny langsung mengerti, ia lantas mendekati anak semata wayangnya itu.

"Loh kalian udah dateng toh?" ujar Fanny.

"Iya, Tante. Tapi aku nggak bisa lama-lama, ada keperluan yang harus aku selesaikan." Ujar Langit yang sudah mengerti isyarat dari Fanny.

"Tapi, kita baru aja ketemu loh, Gas. Kamu nggak bisa pergi gitu aja." Ujar Amarta tidak terima Bagaskara pergi lagi meninggalkannya.

"Amarta, Bagaskara mungkin lagi sibuk. Kamu sama bunda aja ya di rumah. Nanti dia pasti kesini lagi kok."

"Tapi Bunda." Amarta menatap Fanny memohon agar Bagaskara tetap berada disisinya, ia tidak ingin jauh lagi dari orang yang ia cintai dan juga sayangi itu. Air matanya kini sudah menetes, ia biarkan sekali lagi Bagaskara pergi.

"Bunda, Amarta sayang Bagaskara." Lirih Amarta menangis dihadapan Fanny. Fanny pun tidak bisa membendung air matanya, ia hanya bisa mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan oleh anaknya.

Sementara Langit dengan kecepatan penuh melajukan mobilnya dijalan raya, ia tidak perduli lagi akan keselamatannya, ia emosi, ia marah pada dirinya sendiri. Mengapa ia tidak bisa bersabar sedikit saja, mengapa ia membiarkan wajah bahagia dan mata berbinar itu hilang seketika berganti tangis yang memilukan. Bukankah ia bisa menjadi orang lain hanya demi melihat Amarta bahagia, kenapa kali ini ia kalah dengan egonya.

Langit terus melajukan mobilnya hingga disebuah tempat yang lumayan sepi. Langit sudah berwarna jingga, burung-burung berterbangan seakan mengerti perasaan yang sedang dirasakan sosok laki-laki didalam mobil ini. Berkali-kali Langit memukul stir kemudi hingga tangannya memar. Berteriak ia keras-keras mencoba meluapkan apa yang ada dalam benaknya. Ia tidak bisa terus seperti ini. Ia harus selesaikan semuanya. Amarta harus tahu, bahwa Bagaskara sedang terbaring lemah diruangan itu.

"Gua harus pertemukan mereka berdua." Ujar Langit.


####

hai-hai hai happy reading ya...
dan minal aidzin wal faizin semuanya. maaf lahir batin ya. maaf juga baru bisa up eps barunya hehehhe biasa lebaran banyak jalannya.


semoga masih suka cerita nestapa ya :)


NestapaWhere stories live. Discover now