Dua Puluh Dua

53 10 2
                                    

"Kalian berdua gila atau apa sih? Gua nggak pernah ya nyuruh kalian berdua buat masuk ke sekolah kek gitu, pakai pakaian kayak gini lagi. Dapat dari mana coba?" Langit menyentuh baju yang di kenakan Argantara.

"Ide dia nih, bukan gua." Argantara tidak mau kalau dirinya disalahkan, ini semua adalah ide Arsen. Entah bagaimana ide itu bisa muncul di benak Arsen.

Mereka berdua membeli satu set baju putih abu-abu yang dijual di toko perlengkapan sekolah di depan sekolahan itu. Keduanya tampak seperti siswa dengan seragam itu. Ide Arsen berjalan dengan mulus, mereka berdua pura-pura seolah hendak bolos sekolah, sengaja mereka mengendap-ngendap diantara pagar sekolah hingga seorang satpam menegur mereka berdua. Begitu mudahnya mereka berdua agar bisa berada dalam sekolah itu tanpa panjat pagar atau usaha yang keras. Setelah mereka berdua berhasil masuk kedalam sekolah dengan bergegas mereka berdua menjauh dari satpam yang seharusnya mengantarkan mereka ke ruang BK.

Arsen dan Argantara terus mengitari sekolah, seluruh sudut sekolah mereka berdua telusuri hingga tanpa sengaja Argantara menabrak Hannah. Mereka berdua jatuh menahan sakit masing-masing. Sedangkan Amarta terheran-heran melihat Arsen yang berdiri dihadapannya saat ini.

"Gua bisa jelasin, Ta." Ujar Arsen yang mengerti arti tatapan Amarta. Namun sebelum Amarta mendapatkan penjelasan bapak satpam itu sudah mengetahui keberadaan mereka berdua. Keduanya kali ini tidak bisa lepas lagi dari satpam itu. Arsen yang sudah mulai pusing mencoba menjelaskan apa tujuan mereka masuk ke sekolah ini, namun tetap saja satpam itu tidak mau tahu. Sementara Argantara masih terpaku terpesona melihat wajah Hannah.

"Ya setidaknya dengan ide itu kita berdua bisa masuk ke sekolahnya Amarta kan?" Ujar Arsen tidak mau kalah.

"Ya nggak sampai ketangkep juga Bambang Susanto." Geram Argantara.

"Itu bukan nama gua."

"Bodo Amat" mereka berdua akhirnya berakhir saling ejek laiknya anak kecil, mereka seakan lupa bahwa usia mereka sudah bukan anak-anak lagi.

"Terus kalian dapat informasi apa?" Langit kini mulai kembali bertanya sehingga membuat mereka berdua kembali diam namun saling tatap seakan bingung hendak mengatakan apa kepada Langit. Arsen menendang-nendang kaki Argantara agar berbicara kepada Langit.

"Udah nggak usah di jawab, gua udah tahu jawabannya." Ujar Langit lalu pergi meninggalkan keduanya. Namun sebelum itu Langit menatap keduanya. "Kalian cocok pakai seragam itu." Langit kemudian tertawa melihat tingkah keduanya. Arsen dan Argantara pun ikut tertawa, ternyata Langit tidak semarah yang mereka berdua pikirkan.

***

"Tadi Arsen ke sekolah pakai baju sekolah ngapain?" Tanya Amarta kepada Langit saat mereka berdua jalan keluar.

"Gua yang nyuruh buat jagain lo." Bohong Langit.

"Ngapain dijagain? Udah deh gua bisa jaga diri kok, lo nggak usah khawatir." Langit menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan apa yang dikatakan Amarta. Semenjak mereka berdua pacaran. Langit semakin mengeistimewakan perlakuannya terhadap Amarta. Keselamatan dan kebahagiannya harus ia lengkapi.

"Ya kan lo pacar gua sekarang, inget ya gua ketua gank Atlantis, dan gua nggak mau ada yang nyakitin lo. Ya meskipun caranya aja yang rada kek orang bego." Seketika Langit ingat ekspresi Arsen dan Argantara muram dan kesal karena mereka berdua harus menghadapi kepala sekolah yang super duper cerewet, apalagi saat Langit mendengar cerita bahwa mereka berdua akan di panggilkan polisi.

"Gua kan nggak minta." Ujar Amarta yang kini menatap Langit dalam-dalam. "Ternyata lo beneran khawatir sama gua ya?" ejek Amarta. Sementara Langit tidak menanggapi ejekan Amarta, ia hanya fokus melihat senyum Amarta yang begitu manis dan menawan. Ia tidak akan menyia-nyiakan senyum itu, senyum Amarta yang sulit sekali ia dapatkan.

NestapaWhere stories live. Discover now