Lembar Kedua puluh tiga

101 33 21
                                    

Hari ini, Abimanyu mengajak aku ke warung depan sekolah lama kami. Rasanya sudah begitu lama.

Duduk untuk menikmati gado gado langganan jaman sekolah, Bima bertutur, "Harusnya, gado gado seenak ini dikenal seluruh dunia!"

"Lebay."

"Tapi bener, kan?"

Aku terkekeh, mengangguk setuju. Dipikir pikir, Bima terlihat sangat kekanakan. Jarang terlihat serius. Tapi sekalinya serius, dia seperti orang lain.

"Kamu pernah nggak, selama sekolah, ngerjain ulangan dengan serius?" tanyaku penasaran.

"Nggak, kayaknya." Bima menyelesaikan kunyahannya sebelum melanjutkan, "Lagian, nilai tuh apa sih? Kata Papa, fisika dia jaman sekolah dulu dapet tiga."

"Tiga puluh?"

"Tiga biji."

Aku tertawa. Menggeleng kecil melihat ekspresi Bima yang konyol ketika menceritakan ayahnya.

"Tapi lihat sekarang. Udah sukses jadi lulusan teknik sipil. Teknik sipil lho ini!"

Memang, hidup nggak ada yang tau.

"Keren ya Papa-mu."

"Aku juga keren," ujarnya tidak mau kalah. "Padahal dulu kerjaannya cuma bolos, main skateboard, corat coret ga jelas. Eh lulus, kuliah, dapet pacar pinter. Keren, nggak?"

Aku mengacungkan jempol tanpa ekspresi. Mencibir kesombongan pemuda di depanku, walau diam diam mengakui kehebatannya.

Masa depan benar benar sulit ditebak.

"Beneran nggak ada yang tau masa depan, ya," timpalku, menyelesaikan makan dengan sebuah kesimpulan.

Bima mengangguk setuju, membalas, "Kayak... siapa tau besok anak kita kembar, Kay—ADUH! JANGAN DIINJEK ITU HABIS KETATAP MEJA KELINGKINGKU!"

"Kalo ngomong suka nggak dipikir," dengusku.

"Aku mikir kok!" serunya tidak terima. "Misal sekarang kita ngerencanain anak dua, eh taunya yang kedua kembar, kan anaknya jadi tiga siapa yang tau?"

Mulut Abimanyu memang penuh keomong kosongan.

"Atau nih, kita berangan nikah outdoor. Eh siapa tau jadinya indoor soalnya di luar hujan."

"Kamu kebelet nikah ya?"

"Iya." Dengan tampang tidak bersalah, cengirannya menyambut wajah merahku. Menyebalkan.

"Ck. Siapa tau juga kita ga jadi nikah. Kuliah aja belom selesai, tunangan juga enggak."

"Heh jangan gitu!" Bima merajuk, menutup mulutku seketika. "Kalo ini aku bisa pastiin! Kita nggak bakal putus! Ga mau putus! Baru juga anniversary kemarin."

"Yaaa siapa tau."

"Kaaaay."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sastra Rasa dari Karsa [✔]Where stories live. Discover now