Lembar Kedua puluh empat

106 34 13
                                    

"Bima, kalau mau pergi pamit, ya?"

"Kan aku selalu pamit, Kay."

Aku tersenyum kecil, mengangguk setuju. Dipikir pikir, benar juga. Abimanyu selalu pamit kemanapun dia pergi, tanpa unsur paksaan dariku. Kalaupun dia lupa pamit, dia selalu mengabari waktu pulang. Sangat menggemaskan.

"Kay, gue mau main sama Yordan, ya."

"Gue kuliah dulu."

"Hah enggak. Gue mau ke Indomaret ini."

"Gue ke taman, ikut nggak?"

"Gue main skateboard dulu, ya."

"Kay, gue nganterin mama sebentar, jangan ditungguin."

Kemudian yang terakhir, dia pamit lebih manis dari biasanya, "Kay, aku mau main sebentar, ya? Jangan ditungguin, jangan lupa makan. Kalau ada apa apa telpon aja, hpku selalu di kantong hehe."

Abimanyu, si manis romantis dengan caranya sendiri.

"Kay!"

Aku tersentak, seketika sadar dari lamunan—atau mungkin tidurku. Menoleh ke ambang pintu kelas, aku mengernyit bingung ketika seseorang berlari panik ke arahku.

"Kay, Abim!" serunya.

"Bima kenapa?"

Perasaanku tidak enak. Ikut berdiri takut meski tidak mengerti kenapa. Sudah siap meraih tasku sewaktu waktu untuk membolos kelas siang kali ini.

"Abim kecelakaan, Kay!"

Demi semesta si ahli komedi, garis lucu macam apa yang dia tulis dalam takdirku?

Demi semesta si ahli komedi, garis lucu macam apa yang dia tulis dalam takdirku?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sastra Rasa dari Karsa [✔]Where stories live. Discover now