VII -Mother's Condition

1.6K 126 0
                                    

-i don't wanna be alone-

Melihat ayah yang hanya memandangku dalam diam membuatku tak tahan lagi. "Ada apa?"

Aku bertemu dengan ayah hari ini, diruangan kerjanya. Tidak ada yang berubah, hanya ada beberapa berkas dan dokumen tambahan yang menumpuk. Ayah sendiri tengah duduk dikursinya, menatap serius pada sebuah kertas yang ia ambil dari salah satu berkas setelah menatapku terus-terusan.

"Kemari," katanya.

Aku menurut, berjalan mendekati ayah, aku bisa melihat tulisan yang acak-acakan, tidak rapi, serta kertasnya yang kotor. Aku juga bisa mencium bau amis darah yang telah mengering, sebuah goresan kecil dikertas itu nampak sangat berantakan.

"Lihat ini," dia menunjukan padaku. "Ini dikirim oleh Jenderal Neus, dia mengatakan jika seorang warga dari distrik timur menemukan prajurit yang telah mati di pegunungan hutan timur. Prajurit yang mati itu menggenggam kertas ini ditangannya dengan erat."

"Hm, apakah ada hal yang penting disini?"

Ayah berdecak. "Jika tidak mengapa aku memanggilmu kesini? Kertas ini berisi pengakuan seseorang yang telah berkhianat dengan tanah airnya, Laevous. Seseorang itu juga mengikuti organisasi yang tengah menyiapkan pemberontakan. Dan lebih parahnya lagi, seseorang itu adalah prajurit."

Aku mengerti semua bobot kalimat yang ayah katakan, aku juga paham ayah pasti akan merasa khawatir. Aku tahu dia telah menerima informasi dari Duke Viesxel jika beberapa bangsawan bergabung dalam organisasi yang akan memberontak, bisa saja pemberontakan itu terjadi sewaktu-waktu.

Ayah adalah seorang Raja dan aku juga pernah menjadi seorang Raja, aku lebih mengetahui tentang dampak yang akan terjadi jika pemberontakan benar-benar terjadi. Aku telah mendapatkan pengalaman berharga yang ayah bahkan tidak tahu akan hal itu.

"Lalu apa yang ayah akan lakukan? Butuh waktu, biaya, serta tenaga yang berat untuk mencari organisasi tersebut. Bisa saja jika tulisan dikertas itu palsu bukan?"

"Rueens. Kertas, dokumen, surat, dan lainnya yang berhubungan dengan masalah keamanan dan pertahanan Kerajaan, jangan menganggap remeh hal itu, sekecil dan serusak apapun isinya, jangan dianggap remeh. Bisa saja itu akan menjadi kunci dari segala masalahnya."

Ayah sangat mengabdikan diri kepada tugasnya sebagai Raja, seperti diriku, beliau memang pantas menempati posisi sebagai orang berpengaruh nomor satu. Pikiran ayah sangat terbuka, dia juga tidak segan untuk menerima saran dan kritik dari masyarakatnya, meski terkadang ayah masih bersikap lembut pada para bangsawan.

"Ya ya aku mengerti, aku hanya bercanda, bukankah lebih baik untuk berdiskusi tentang hal ini dengan Jenderal Neus atau Duke Viesxel? Mereka sudah berpengalaman dan pasti mengetahui tentang caranya."

Ayah melipat kertas itu. "Tidak ada yang bisa dipercaya. Rueens, ayah memberimu tugas, kau telah menunjukan bakat dan kecerdasanmu dalam hal politik, maka ayah memberimu tugas untuk menyelidiki hal ini."

"Apa!?" Aku berdiri sambil menatap tak percaya pada ayah, urusan ini sangat penting. Ayah tak bisa sembarangan menangani hal ini, apalagi menyerahkannya kepada anak yang baru berusia delapan tahun.

"Ayah percaya padamu, masalah ini bisa kau jadikan sebagai pelajaran. Tidak perlu buru-buru, kau harus menyelesaikannya secara perlahan, paham?"

"Tidak, aku tak mengerti. Ayah yang paling tahu seberapa penting masalah ini, ayah harus memikirkan lagi keputusan itu."

"Tidak. Ayah telah memikirkan ini baik-baik, ayah telah membuat dugaan jika pemberontakan tidak mungkin akan dilakukan dalam sepuluh tahun kedepan. Kau bisa mempelajari dan menyelidiki masalah ini, jadikan sebagai latihan dan pelajaran. Jalan masih panjang, ayah masih bisa memperbaikinya selagi semuanya baik-baik saja."

LaevousWhere stories live. Discover now