XII - Advice From Mother

601 51 11
                                    

-i always thought i might be bad-

Dua minggu telah berlalu saat aku mengunjungi Dokter Kenn, kini aku akan mengunjungi ibu. Mengunjungi perempuan yang tengah sakit parah dan mengatakan jika kondisinya baik-baik saja.

Perempuan itu tengah terduduk lemah di atas ranjang dengan senyuman lembut yang membuat hatiku merasa sakit. Ibu, Ratu dari Kerajaan Laevous ini tengah duduk tak berdaya dan hanya bisa menatapku dengan pandangan yang tabah.

"Rueens, ibu dengar jika ayahmu memberikanmu banyak tugas."

Aku menggenggam tangannya yang dingin. "Tidak juga. Semua tugas yang diberikan ayah itu cukup mudah, ibu tidak perlu khawatir."

"Sudah lama ya Rueens." Katanya sembari tersenyum. "Kau sudah besar, kau bahkan bisa menyenangkan ibu hanya dengan kata-kata mu itu."

"Aku juga banyak belajar belakangan ini. Lalu bagaimana dengan kondisi ibu?" Mulutku pahit untuk mengatakan ini.

Ibu mengangguk dan balas menggenggam tanganku. "Kau juga tidak perlu merasa cemas maupun khawatir. Ini hanya kelelahan, sebentar lagi kondisi ibu juga akan membaik."

Aku terpaksa mengangguk meski tahu jika itu semua adalah kebohongan. "Ibu perlu istirahat yang banyak, aku akan mengatakan kepada ayah agar memberi ibu istirahat yang lama atau pergi ke suatu daerah untuk penyembuhan."

"Kau tidak perlu melakukan itu, kondisi ibu juga tidak parah. Dan bagaimana dengan pembelajaranmu? Kondisi Istana saat ini tengah dalam masa yang gawat, ibu harap kau tidak terpengaruh dan tetap fokus pada pendidikanmu."

"Aku mendapat nilai yang bagus pada pelajaran sejarah dan berpedang."

Ia tersenyum bangga, mengusap rambutku dengan penuh kasih. "Bagaimana kabar Zietha? Kau harus mengajaknya kemari, ibu juga ingin bertemu dengan menantu ibu."

"Zietha baru saja pergi ke kediaman kakeknya, aku dengar kakeknya sedang sakit. Tetapi aku berjanji untuk membawa Zietha kemari mengunjungi ibu."

"Mendengar kalian baik-baik saja sudah membuat ibu merasa lega. Hubunganmu dengan Zietha apakah ada masalah?"

Aku menatap keluar jendela. "Tidak ada masalah, aku dan Zietha semakin dekat.

"Rueens." Ia memanggil dengan lembut. "Zietha adalah anak yang cerdas, tetapi ibu yakin jika ia sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Meski Duke Viesxel adalah ayah yang baik, ia tak bisa memberikan hal itu karena ada banyak bahaya yang mengancam, Duke Viesxel harus tegas dalam mendidik putra-putri nya. Kau mengerti?"

"Aku mengerti."

"Ibu ingin agar kau memberikan Zietha apa yang tak bisa ia rasakan, jadilah teman dan suami yang baik. Ibu yakin perjodohan kalian bukan semata hanya karena keuntungan politik, ibu tahu jika Zietha dan kau pasti bisa mengerti hal ini."

"Aku berjanji untuk itu, aku akan menjaga Zietha."

"Ibu Zietha, Duchess Viesxel menitipkan Zietha kepada ibu sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya. Ia yakin jika ibu pasti bisa menjaga Zietha, tetapi sepertinya sudah saatnya ibu menyerahkan Zietha kepadamu, tolong jaga ia Rueens. Ibu yakin kau pasti akan melakukan itu."

Mata ibu berkaca-kaca ketika menatap jendela, aku hanya duduk diam disampingnya dan merasa bersalah. Apa yang akan ibu katakan ketika ia tahu jika putranya ini tidak pernah peduli kepada istrinya sendiri? Meski itu dikehidupan sebelumnya dan aku berjanji untuk merubahnya, tetap saja ingatan itu tak akan pernah hilang.

Rasa bersalah ini semakin menjadi ketika aku mendengar Duchess Viesxel menitipkan Zietha kepada ibu, aku seketika melihat sosok Zietha yang berjalan dengan luka disekujur tubuhnya. Aku berjanji akan mengunjungi pemakaman Duchess Viesxel untuk menyampaikan permintaan maaf.

LaevousWhere stories live. Discover now