XVIII - A Tiring Day

391 18 3
                                    

-and I might be okay, but I'm not fine at all-

Perjalanan pulang terasa amat melelahkan, aku tak tahu mengapa tetapi kepulanganku bukanlah hal yang saat ini diharapkan oleh para penghuni Istana. Wajah para prajurit serta pelayan sangat tegang, mereka menolak untuk menatap mataku secara langsung.

Aku menyipitkan mata, ini benar-benar terasa aneh. Mar juga tidak terlihat, biasanya pria tua itu akan lebih dulu menyambutku di gerbang Istana.

Aku segera ke kamar, membersihkan diri dan berbaring di ranjang yang sangat aku rindukan. Tubuhku rasanya sangat lelah, aku rindu dengan stamina orang dewasa yang aku miliki.

Tanpa sadar, aku tertidur.

Aku terbangun karena suara jendela yang tertutup secara tiba-tiba, ah rupanya aku lupa untuk menutup beberapa jendela, kondisi ini memaksa badanku yang masih lemas untuk bangun dan menutup jendela yang tersisa. Di luar memang gelap, badanku tiba-tiba menjadi kaku kala melihat cahaya terang dari gerbang.

Apa yang mereka lakukan larut malam begini?

Awalnya aku tak ingin mencari tahu, saat ini aku benar-benar lemas dan membutuhkan istirahat. Tetapi aku tiba-tiba khawatir dan teringat pada peristiwa pemberontakan, bisa saja hal itu terjadi bukan? Aku tak ingin peristiwa mencekam itu terulang kembali, oleh karena itu aku mengambil mantel dan bergegas keluar dengan hati-hati.

Lorong Istana sangat sepi, tak ada prajurit penjaga. Aku merasa heran, tak biasanya lorong dibiarkan sepi, setidaknya akan ada satu atau tiga orang yang berjaga, kemana perginya semua orang?

Aula utama juga sepi, penerangan redup satu-satunya kehidupan. Rasanya sangat mencekam, aku mengambil salah satu pedang yang terpajang di dinding, berjaga-jaga jika sesuatu terjadi.

Setelah perjalanan panjang dan sunyi, aku sampai di gerbang depan, tak seperti tadi. Ada tiga orang prajurit yang baru saja hendak menutup gerbang.

"Ada apa sebenarnya saat ini?"

Terkejut, mereka sontak mundur dengan panik. Aku mengernyit, apakah mereka berkhianat?

"Selamat malam, Pangeran," salah satunya mulai maju setelah menenangkan diri. "Tidak ada, k-kami hanya menutup gerbang yang terbuka sedikit karena angin kencang. Anda bisa kembali beristirahat, maaf jika kami mengganggu waktu anda."

"Itu aneh, aku rasa aku baru saja melihat kereta keluar."

"T-Tidak, mungkin saja anda berhalusinasi."

"Aku percaya dengan penglihatanku sendiri," jawabku kesal. "Buka gerbangnya."

"Pangeran, ini sudah mala-"

"Buka gerbangnya!" perintahku.

Ketiga prajurit itu saling pandang dengan cara yang mencurigakan, aku benar-benar kesal dengan mereka. Rasanya inginku tebas kepala mereka saat ini juga, waktu tidurku juga terganggu.

"Baiklah, tolong mundur sedikit Pangeran."

Mereka mengangguk pasrah dan mulai membuka gerbang. Gerakan itu kaku dan terlihat sangat panik, ayolah ada apa sebenarnya. Setelah gerbang itu terbuka, aku melangkahkan kakiku untuk melihat keadaan di luar, tak ada yang aneh, sepi tetapi jejak kereta kuda di tanah membuat alisku berkerut.

"Kemana kereta kuda pada larut malam ini pergi?"

"Saya tidak tahu," prajurit tadi menjawab pelan.

"Lalu apa sebenarnya tugas kalian sebagai penjaga gerbang?!"

Mereka menunduk, tak berbicara sama sekali.

Aku baru saja hendak pergi sebelum melihat sosok Mar yang baru saja datang menggunakan kuda. Wajahnya jauh lebih panik, sangat terkejut melihatku.

LaevousWhere stories live. Discover now