16. Summer

297 78 21
                                    

"Lo potong poni?"

Iva melirik kearah sumber suara, menatap Hyunjin yang sudah menatapnya terkejut. "Iya, kemarin ngehalangin mata." katanya seraya menyentuh poninya yang ia potong itu.

Alibi

Sebenarnya itu hanya alibi nya saja, bukan karena rambut depannya menghalangi mata, tapi ia sengaja melakukannya karena perasaan yang tak leluasa bergemelut di hatinya sejak hari itu.

Jeno yang mengintip kearah mereka berdua hanya terdiam sebelum akhirnya bersuara, "makin mirip Dora." dengusnya.

"Hm, iyaa." jawab Iva tak mau berdebat di awal pagi ini. "Jin, lo nanti beresin surat yang ini ya? Gue ada kelas bentar empat puluh menitan." kata Iva memberikan seberkas kertas pada lelaki yang dikucir setengah itu.

Hyunjin mengangguk, tak lama Iva membereskan bukunya dan pergi meninggalkan dua lelaki jurusan kedokteran itu.

"Pengalihan ya?"

Suara Hyunjin tiba-tiba, membuat Jeno yang sedang mengetik kan sesuatu di laptop nya berhasil menoleh padanya.

"Apanya?"

"Si Iva. Potong rambutnya pengalihan."

Jeno mengangkat kedua bahunya sebagai tanda tidak tahu. "Kek iya amat lo ngeliat psikis orang." sarkas Jeno membuat Hyunjin mendecih.

"Dih gue mah peka." sungutnya, "lagian lo nggak liat? Potongan poninya aja gak rata gitu, jelas banget dia potong pas lagi breakdown."

Sejenak, Jeno terdiam. Rasanya masuk akal namun tidak mungkin juga, ia merasa sudah memberikan saran alternatif lain pada perempuan itu.

"Betewe." sela Hyunjin kembali. "lo nggak ada jadwal nge date sama Sakha?"

Lelaki yang ditanya hanya menghela napas, membuat Hyunjin justru kebingungan. Bukan kah teman dihadapannya ini begitu bahagia ketika bisa bertemu dengan gadisnya, Sakha— meski sebenarnya bukan benar-benar gadisnya Jeno.

Jeno terlihat tak tenang dengan pertanyaan itu, lelaki itu mengusap tengkuk lehernya dan kembali menatap Hyunjin. "Menurut lo gue harus sadar?" pertanyaan yang begitu membuat Hyunjin semakin bingung.

"Konteks dari sadar lo apa nih?" tanya balik Hyunjin. Jeno kembali terdiam, mengetik beberapa kalimat diatas keyboardnya sebelum kembali membuka suara.

"Sadar untuk nyerah atas Sakha?"

Ada jeda diam diantara mereka, Hyunjin hanya sanggup menarik napasnya pelan dan melihat secarik berkas yang sempat Iva berikan padanya tadi.

"Kemarin, Iva bilang itu ke gue kalo Sakha udah nggak bisa gue raih."

Ekor mata Hyunjin melirik kearah Jeno yang terfokus pada layar laptopnya.

"Katanya, di hati Sakha masih ada Renjun." ujarnya lagi kini mulai memelan. "Gue tau, tapi gue nggak bisa."

Setumpuk kertas itu Hyunjin tumpuk begitu saja, jenuh mendengar ucapan temannya ini. Disisi lain, Jeno semakin menundukkan kepalanya dan memijat pelipis matanya.

Berkali-kali Jeno menelan Saliva nya sendiri dengan iringan napas yang berat, seakan hatinya pun terasa sesak sendiri.

Hyunjin memejamkan matanya sesaat dan menarik napas, "Iva bener." ujarnya, membuat Jeno menoleh. "Lo sebenernya udah tau sendiri, tapi lo tetep Denial." kedua mata bak kucing itu menatap tajam lawannya seakan berbicara dengan mata tentang mata.

"Disini yang tersesat itu lo, Jeno. Lo selalu menyangkal perasaan lo sendiri, mengatakan lo bisa tanpa Sakha, lo udah lupain dia, atau nggak perlu dia asalkan Renjun bahagia. Tapi nyatanya lo yang membohongi diri sendiri."

So Far Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang