28. Kotak Biru (Tamat)

401 66 14
                                    

Gadis itu begitu terlihat berwibawa diatas sana, dengan rambut yang terikat rapi menunjukkan leher jenjangnya. Ia mengenakan Blazer merah marun sangat menunjukan wanita berkelas.

Setidaknya dimata beberapa peserta seminar hari ini.

Jeno yang sedari tadi diam di pinggir panggung hanya menatap kosong kearah gadis itu, seraya menggenggam sepapan kertas di dadanya.

Acara hari ini dimulai dengan sangat lancar, bahkan terlalu lancar setelah apa yang terjadi sebelumnya. Jeno dan Sakha bekerja begitu profesional, hanya saja rasanya terkesan seperti mereka tak saling mengenal.

Iva yang menjadi saksi atas dua orang itu turut merasa sedih. Ia sendiri bingung harus bagaimana, entah mengapa dinding diantara mereka berdua terasa tinggi dan kaku.

"Jen, briefing." ajak Iva dengan menepuk pundak lelaki itu.

Jeno menoleh, tatapannya kosong dan ia hanya mengangguk seraya mengikuti langkah kaki Iva.

Iva mengumpulkan semua kru nya, mengatakan apa hal selanjutnya setelah sesi ini, hingga seseorang yang ia kenal namun tak dekat berdiam menatap mereka tak terlalu jauh.

Jaemin.

Setelah membubarkan kru nya, Jeno secara otomatis berpisah dari lingkaran dan berjalan mendekat kearah Jaemin. Tak ingin terlalu kepo, Iva hanya menatap sekilas sebelum kembali fokus pada acara. Ia sadar, ia tak melihat Renjun di barisan penonton.

-o-

"Udah check in?" tanya Haechan ketika Renjun menghampirinya. Yang ditanya hanya mengangguk seraya duduk disampingnya.

Renjun menatap kearah sekerumunan orang yang berlalu-lalang, sesekali matanya menatap air terjun terbesar di bandara itu, Jewel changi.

Sadar temannya melamun, Haechan menghela napas, "yakin balik aja?" tanyanya pada Renjun.

Lelaki itu mengangguk, "wisuda Jeno bisa nyusul aja kita." katanya dan mendunduk menatap sepasang sepatunya.

"Tapi emang lo nggak mau liat Teh Sakha jadi narasumber?" tanya Haechan lagi.

"Nggak perlu."

Tak bisa menanyakan apa-apa lagi, Haechan memilih diam sebagai tanda mengerti. Kedua lelaki itupun berfokus pada diri masing-masing.

"Chan."

Beberapa menit Renjun bersuara memanggil Haechan. Temannya itu hanya menoleh mengalihkan fokus dari layar ponselnya.

"Tindakkan gue udah bener kah?" tanyanya.

Haechan mengerutkan dahinya, "apanya?" ia berbalik tanya. Lelaki itu tak mengerti apa yang Renjun maksud.

Temannya ini hanya menghela napas, "keputusan gue?" katanya membuat Haechan akhirnya paham dan mengatupkan bibirnya.

Hening terjadi diantara mereka, hanya ada orang-orang berlalu-lalang di bandara terindah di Singapura ini. Haechan mencoba menatap keatas langit, pemandangan atap terbuka dari tempat mereka duduk sungguh menampilkan lautan awan putih bak terlukis di langit.

"Menurut gue bener." ucapnya. "Sebagai bentuk perpisahan sekaligus awalan baru, memang kalian harus jalan sendiri-sendiri meskipun tanpa berpamitan."

Kaki panjang lelaki itu ia ayun-ayunkan seakan menendang sesuatu.

"Toh ini keputusan lo sendiri kan? Kenapa harus lo sesali?"

So Far Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang