2. Bandara Dan Perasaan

3.1K 469 156
                                    

"Sayang banget ITB cuma libur dua bulan."

Keluhan lelaki itu hanya satu dari sekian keluhan lain yang ada di bandara. Mungkin hanya keluhan ia saja yang kebetulan bisa di dengar.

"Yaudah sih, kan udah bisa kesini sekarang." Kata lelaki disebelahnya itu.

Sang teman hanya mengeluh, "nggak asik, cuma dua minggu." Ocehan itu membuat lelaki dengan nama Lee Jeno tertawa terbahak-bahak.

"Setidaknya ada waktu libur, Ren. Gue disini full." Keluh Jeno diangguki Renjun.

Sejenak, Renjun terlihat seakan berpikir. "Beres kapan sih?" Tanyanya pada Jeno.

"Harusnya pertengahan tahun ini," jawab lelaki itu dengan sigap. "Semoga nggak ada masalah, biar bisa balik Juli." Sambungnya diamini Renjun.

Kedua lelaki itu melangkah, membelah lautan manusia yang berada di bandara ini. Renjun dengan menggeret kopernya dan Jeno yang membantu membawa sebagian tas milik Renjun.

"Terapi lo gimana?" Tanya Jeno ketika mereka menaiki eskalator.

Renjun hanya berdeham, "udah nggak terlalu gue pake. Maksudnya, gue terapi kalo dirasa kambuh aja." Penjelasan Renjun membuat Jeno mengangguk.

"Yang penting obat lo jangan lupa," tegurnya di iyahi kekehan Renjun.

"Tenang, obat gue cuma dua sekarang. Nggak sebanyak dulu lagi." Katanya tersenyum dengan manis.

Jeno mengusap pundak sahabatnya itu, "tapi udah nggak denger si Eddie lagi kan?" Tanyanya.

"Enggak, suara mereka udah hilang. Tinggal emosi gue aja yang kadang gak stabil atau tiba-tiba ngelamun sendiri." Renjun menjawab jujur segala pertanyaan Jeno.

Jeno puas dengan itu dan tersenyum menunjukkan lengkungan matanya yang ikut tersenyum.

"Berarti nanti lu balik udah jadi psikiater?" Kini Renjun bertanya pada temannya itu.

Sejenak Jeno terdiam, ia menggeleng. "Belum, masih ada kuliah spesialis setahunan, terus sumpah profesi." Jelasnya dan Renjun hanya mengangguk paham. "Lo sendiri, pas gue balik udah jadi apa?"

"Jadi tingkat tiga, makin gila tugasnya." Celetukan Renjun berhasil membuat Jeno tertawa. Ia kembali mengusap pundak teman sedari kecil itu.

"Nggak ada niatan buat semester pendek?" Tanyanya pada lelaki yang kini matanya teralihkan pada sebuah toko bebas pajak.

Renjun berjalan memasuki toko itu, ia tertarik pada satu buah boneka kecil berbentuk panda hitam putih. "Nggak, gue nggak kepikiran semester pendek. Lulus dengan nilai sempurna aja udah pencapaian di ITB mah," katanya membuat Jeno paham.

Boneka yang lebih seperti gantungan ponsel itu, benar-benar menarik atensi Renjun. Sejenak ia terdiam hanya dengan terus memandang benda itu, hingga akhirnya Jeno memilih berdeham untuk menarik fokus cowok yang ada di depannya ini.

"Ngelamun lagi lo?" Tanya pemilik marga Lee itu.

Pelan, Renjun menggeleng, "gue cuma keinget seseorang." Ucapannya membuat Jeno teridam.

"Lo masih nunggu dia?" Tanyanya.

Awalnya Renjun enggan menjawab itu. Lelaki itu memilih diam dan mengambil boneka itu untuk dibayar. Kepalang penasaran, Jeno sedikit memaksa pada Renjun.

"Lo masih nunggu Teh Sakha, Ren?" Pertanyaan ini cukup membuat Renjun terdiam.

Lelaki itu membalikkan badanya, kini bisa menatap Jeno dengan tatapan sendunya.

"Gue nggak bisa pergi. Entah kenapa gue masih nunggu dia."

Jeno terdiam, dia ingat betul percakapan mereka beberapa tahun lalu saat kepergiannya. Renjun dengan gamblang mengatakan akan terus menunggu, Jeno pikir itu hanya akan bertahan sebentar. Rupanya Renjun orang yang teguh.

So Far Away Donde viven las historias. Descúbrelo ahora