6. Adiwarna

1.2K 282 95
                                    

"Dibilangin gue sibuk."

Jeno sudah mengeluh ketika Iva melemparkan setumpuk kertas yang merupakan proposal acara yang akan diselenggarkan oleh Himpunan Mahasiswa Indonesia di Singapura ini.

"Gue cuma ngasih copy-an proposal yang kita pake buat acara. Tugas lo cuma sebagai Seksi Acara," jelas Iva dengan sedikit sebal.

Lelaki itu menghela napas, seksi acara artinya menyita waktu lebih di hari H. Terpaksa ia membuka proposal itu dan membaca tiap halamannya.

Iva bersuara, "gue arahin lo ke bagian acara yang megang narasumber. Jadi kerja lo nggak sebanyak anak acara lain."

"Cih," Jeno mendecih sinis, "handle narasumber artinya ngerjain riders mereka yang ribet banget."

"Ck! Paling juga akomodasi dan penginapan doang, jangan manja lo!" Sungut Iva yang tanpa sadar diberi tatapan tajam oleh Jeno.

Malam ini disebuah ruangan yang tak terlalu besar, hanya menyisakan dua orang yang tak lain terus beradu argumen.

Iva sudah melakukan rapat dari pagi, karena ia adalah penanggung jawab acara. Berbeda dengan Jeno yang baru saja datang malam ini ketika Iva menyeretnya dengan paksa.

"Gue udah rapat, udah ngasih lo jobdesk. Setidaknya lo jangan protes kalo dikasih apa tuh." Keluh Iva yang kini mendaratkan tubuhnya di kursi.

Jeno berdecak, "yang maksa gue masuk siapa? Lo kan? Wajar dong gue banyak minta."

Diam, Iva merasa kalah argumen. Ia memutuskan mendelikkan pandangan dari lelaki yang kini tanpa tau dirinya duduk di atas meja rapat.

"Dor," panggil Jeno. Lelaki itu terbiasa memanggil gadis bersurai sebahu itu dengan nama salah satu tokoh kartun anak-anak.

"Iva." Jawab Iva tanpa memandang Jeno.

"Dora."

"Iva!"

"Dora."

"Iva! Nama gue Grizelle Fidelya Iva!"

Iva yang sudah merasa naik pitam, memberontak begitu saja membuat Jeno yang berjarak satu setengah meter darinya hanya menatap bingung seakan ia orang aneh.

"Pms lo?" Tanya Jeno seakan tak peduli. Jeno terkekeh, "Dora aja sih. Mirip."

Iva mengembuskan napas, "gue nggak ponian ya." Jelasnya kini mencoba tenang dan berdeham malu, "kenapa manggil?"

Jeno menunjukkan lampiran proposal acara, menunjuk salah satu kolom yang kosong. "Narasumber nya dua? Kok satu lagi nggak ada nama?"

Manik hitam gadis itu terfokus, "oh, iya. Satu narasumber lagi belum ngasih kepastian bisa atau enggaknya, dan kabarnya orangnya strict soal kepenulisan proposal. Jadi sekretaris kita belum berani ngasih proposal ini ke humas."

"Nanti kalo proposal ini udah tembus rektor, baru kita kasih ke dia."

"Tetep aja kalo gitu, harus ada namanya dari sekarang."

"Itu kan contoh proposal, Lee Jeno!"

Setumpuk kertas itu direbut begitu saja, Iva sudah kepalang kesal. Rasanya ingin ia memukul lelaki itu dengan kertas yang ia genggam, mengingat bagaimana menyebalkannya sang pria dari awal hingga akhir.

Namun, disisi lain Jeno hanya terfokus pada ceruk leher Iva yang begitu menonjolkan tulang. Gadis itu sangat kurus, ia terlihat berisi karena selalu memakai sweater oversize yang menutupi tubuhnya.

"Lo makan nggak sih?" Tanya Jeno begitu saja, membuat Iva kebingungan. "Kurus banget," tambah lelaki itu.

Iva dengan bagitu saja melihat telapak hingga pergelangan tangannya, meski sedikit tertutup lengan baju, Jeno dapat melihat bagaimana kulit putih pucat itu terdapat baret merah diatasnya. "Kurus ya?" Tanya Iva dan Jeno mengangguk.

So Far Away Where stories live. Discover now