21. Tacenda

274 75 39
                                    


Entah ide darimana, kedua pemuda-pemudi ini sudah hampir seharian berkeliling di sekitar Chinatown ini. Tempat wisata yang terkenal dengan pemukiman peranakan Chinese Singapura ini menyuguhkan banyak wisata kuliner yang mereka jelajahi.

"Lo belum kenyang, Jen?"

Jeno menggelengkan kepalanya, dengan mata yang tersenyum ia masih berjalan dengan menggenggam camilan di tangannya.

"Gue kenyang sih, gila kita udah kek makan siang, makan sore, makan malem disini." keluh Iva membuat Jeno hanya tertawa.

Jeno menyerahkan camilannya pada Iva, "kalo gitu liat-liat aja, gue juga penasaran sama barang keramik disini." katanya, Iva mendesis.

"Barang keramik bagusan di Little india gak sih?" dan Jeno hanya mengangkat bahunya sebagai tanda tak tahu.

"Entah, makanya gue mau bandingin."

Iva hanya mendesis tak percaya tapi meski begitu, ia tetap mengikuti kemana pun Jeno melangkah. Hari ini rasanya seperti hari yang membahagiakan, meskipun hanya sekedar baginya, tapi Iva merasa ini sudah lebih dari cukup.

"Dora," panggil Jeno membuat Iva menoleh, "lo coba makan ini deh." Jeno memberikan satu tusuk tanghulu, yaitu manisan buah yang ditusuk menjadi satu seperti sate.

Jeno mengulurkan seakan mentitah Iva untuk memakannya langsung, melihat seperti itu Iva hanya menuruti. Gadis itu mencoba melahap satu buah anggur sebelum rupanya lapisan gula tersebut pecah dan sari-sari air di dalam anggur tersebut mencuat begitu saja.

"Ih anjir lo ngerjain ya?" keluh Iva seraya mengelap bibirnya yang berantakan karena lengket gula. Jeno tertawa melihat bagaimana kesusahannya Iva, sebisa mungkin ia membantu gadis tersebut dengan memberikan tisu kepadanya.

"Justru gue mau ngasih tau kalo buahnya juicy " alibi Jeno. Iva hanya mendengkus seraya masih mengelap area mulutnya yang membuat Jeno mengalihkan pandangannya pada lengan sweater Iva yang turun mengekspos pergelangan tangannya.

"Bersih ya tangan lo."

Ucapan Jeno membuat Iva menoleh pada apa yang dimaksud. "Ini? Semalem ya lo bersihin?" Jeno hanya mengangguk membuat Iva kembali membuka suara, "makasih ya." katanya, dengan malu-malu.

Jeno tersenyum atas respon gadis itu, membuat Iva menaruh batin pada tingkah Jeno. Lelaki terlalu baik, meskipun mereka baru kenal beberapa bulan saja.

"Jen." panggil Iva dikala ia kebingungan dengan pikirannya sendiri. Jeno menoleh tanpa bersuara, tapi lelaki itu menghentikan langkah kakinya agar gadis tersebut tak berbicara sembari berjalan.

Iva menarik napas dalam, ia rasa perasaan ini harus ia utarakan atau tidak? Tapi ia yakin jika ia mengutarakan nya maka ia tidak akan bisa seperti ini lagi bersamanya.

Rasanya, ia hanya tak ingin menghancurkan apa yang sudah ada.

"Gue pasien lo yang paling nurut kan???"

Entah mengapa kalimat itu begitu saja terucap olehnya. Jeno menatap dengan kedua mata membesar seakan terkejut, membuat Iva semakin yakin bahwa justru hanya ia yang menganggap Jeno sebagai teman yang bahkan perasaannya lebih dari teman.

Disisi lain Jeno hanya mengatupkan bibirnya, ia tidak menyangka gadis itu akan berpikir demikian. Justru ucapan Iva ini semakin membuatnya teringat ucapan Sakha semalam, bahwa benar mau sebaik apapun tindakannya, se tanpa pamrih apapun, mungkin dimata orang lain ia hanya bergerak secara kemanusiaan.

Sesaat Jeno tenggelam dalam lamunannya, ingatan bagaimana Sakha mengatakan itu terus terulang, hingga satu kilasan cepat bagaimana ia bisa berakhir dengan Sakha di satu ranjang yang sama membuatnya ia sadar dengan sendirinya.

So Far Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang