25. Rain Fall

231 57 13
                                    

"Kok nggak diangkat...." Jeno mendumal mana kala telponnya tak ada yang satupun dijawab oleh Sakha. Padahal ia bermaksud menanyakan apa yang ingin Sakha bawakan sebelum ia kembali ke tempat gladi.

Ia berjalan ke sekitar lobi, melihat langit begitu gelap. "Hujan?" tanyanya pada diri sendiri. Lelaki itu mencoba melihat jam di pergelangan kirinya, "Jam dua padahal." katanya lagi, kini ia merogoh tasnya, berharap ada payung yang ia simpan.

Sayangnya ini bukan hari keberuntungannya, ia tidak memasukan payung ke dalam tasnya membuat ia sedikit mengeluh kesal. Dilihat lagi hujan di depan matanya ini, mengadahkan tangan melihat seberapa cepat air tertampung di telapak tangannya itu.

"Tembus aja apa ya?" gumamnya lagi, ia melihat sekitar, sepertinya aman baginya. Dengan cepat ia mengarahkan tas keatas kepalanya dan berlari menembus hujan yang lumayan deras itu.

Percikan air dari hentakan sepatunya begitu mendominasi, lelaki bertubuh tinggi itu kini sudah sampai di gedung lain, di gedung mana yang menyelenggarakan gladi bersih itu.

"Jeno kenapa hujan-hujanan?" tegur salah seorang lain yang melihat ia memasuki aula.

Tapi Jeno tak menjawab pertanyaan itu, ia justru merasa aneh karena melihat gladi acara ini seperti belum dimulai sama sekali. "Loh, nggak mulai?" tanyanya.

Si teman menjawab, "mau sih, tapi narsum ada tamu dulu jadi kita nunggu dulu."

"Tamu?"

Jeno terheran membuat si teman kembali bersuara. "Hooh, lumayan sih udah berjam-jam. Sampe kita mulai terus ngeskip bagian narsum itu." jelasnya, semakin membuat Jeno merasa aneh.

Ia merasa seharusnya Sakha tak memiliki janji temu tamu selama itu. Merasa tak enak, ia memutuskan pergi dan menghampiri ruang tunggu Sakha.

Disana ada Iva berdiam di depan pintu membuat gadis itupun memekik manakala melihat Jeno yang basah kuyup.

"Lo kok basah?"

"Nggak bawa payung."

 Jeno menatap Iva sesaat, menyadari mengapa gadis itu berada di depan ruang tunggu Sakha. "lo ngapain disini?" Tanyanya, membuat iva sedikit terkaku sebelum ia berdeham.

"Nunggu.....?" Jawab gadis itu dengan ragu. Tanpa sadar, Gadis itu perlahan memblokade pintu masuk. Jeno jelas melihat gerak tubuh gadis itu, ia sdikit menekuk sebelah alisnya sebelum kembali menatap Iva dari atas hingga kebawah. 

Ia bertanya, "Oke, lalu?" pada Iva yang tak mengerti maksudnya. "gue udah ada disini, bukannya harusnya lo minggir? atau setidaknya pergi?" ucapnya menjurus begitu saja. 

Gadis itu jelas menolak ucapan Jeno. "ya gapapa dong? gue kan ketuplak?" alihnya. Jeno memiringkan kepalanya menunjukan bahwa dia bingung.

"Thats doesn't mean you can do other job, especially my job tho???" 

Ungkapan Jeno membuat iva merasa tak bisa berkutik, gadis itu kini merasa bingung apa yang harus ia gunakan sebagai alibi lainnya.

"Kan udah gue bilang, Sakha ada tamu di dalem." jawab Iva

"Iya siapa? gue harusnya tau kok siapa tamu Sakha selama disini." Masih kukuh Jeno. 

Iva menelan salivanya sendiri, ia ragu apakah harus mengatakan sejujurnya pada lelaki ini atau terus melindungi permintaan Sakha? lagipula, sejak kapan ia jadi terjebak di sebuah kisah cinta segi tiga ini?? Gadis itu mencoba berpikir sejenak, masih dengan tubuh mungilnya menghalangi pintu kayu tersebut. Berkali-kali ia menatap lelaki di hadapannya ini, semakin membuat Jeno keheranan dibuatnya. 

"Gue penasaran deh," ucapnya begitu saja. "Lo bucin banget sama Sakha atau nggak pernah liat cewek lain selain Sakha?"

Jeno mendengus, "tiba-tiba?" dan Iva hanya mengangguk. Jeno melipat kedua tangannya di dada, "bisa aja dua-duanya tapi opsi pertama lebih besar."

So Far Away Where stories live. Discover now