17. Wave

302 80 18
                                    

"Ada sesuatu aja yang bikin kepala gue berisik."

Jawaban Iva begitu memecah keheningan seperti ombak yang menghempas bebatuan pelabuhan ini. Jeno terdiam seraya mengangguk, "tapi udah gue bilang kan, kalo kepala lo berisik gambar daun aja." ujar lelaki itu.

Iva menyibakkan rambutnya, "dih emang kenapa? Sesekali potong rambut lah biar muka baru." katanya dengan nada antusia dan lesung pipi yang merekah.

"Poni lo nggak rata, bego."

Mendengar jawaban telak lelaki itu, Iva membelalakkan matanya. "Yang bener!?" tanyanya sedikit panik. Jeno hanya terkekeh dan menunjukan layar ponselnya sebagai cermin pada Iva.

Iva bercermin begitu saja, meratakan poninya kedepan sampai ia akhirnya menganga melihat bagaimana tidak simetrisnya poni yang ia potong sendiri ini. Matanya menatap Jeno sesaat, lalu kembali menatap layar ponsel yang mati.

"Anjing! Jelek banget!?" ia memekik begitu kencang berhasil membuat seorang Lee Jeno tertawa terbahak-bahak di hadapannya. "Anjrit lah kok lo puas banget ketawanya sih??" gerutunya mencoba menutupi poni berantakannya.

Lelaki dihadapannya masih tertawa dengan mata segaris yang seakan hilang. Iva mempunyai fikiran; mungkin ia bisa pergi meninggalkan Jeno tanpa ketahuan, toh Jeno tertawa sambil merem gitu.

"Abis lo lucu kek Dora-menyon."

"Doraemon!"

"Iya lo kan parodinya."

Perempuan yang tak lebih dari sebahu Jeno ini hanya mendengus. Ia masih meraba-raba rambutnya seraya berfikir apakah rambutnya masih bisa di perbaiki atau tidak.

Cukup lama sekitar dua menit Jeno tertawa sebelum perlahan akhirnya berhenti. Iva masih memandang sinis Jeno tapi kemudian lelaki itu beranjak dari tempat, sedikit berjalan jauh meninggalkan perempuan berambut bob ini. "Mau kemana?" tanya Iva. Tapi Jeno hanya menunjuk kedepan seolah mengisyaratkan kemana ia akan pergi.

Iva memilih diam di tempat, mungkin ia harus menunggu, mungkin Jeno harus ke toilet terdekat. Gadis itupun memilih duduk di bangku taman disampingnya, sambil menatap lalu lalang orang berjalan disekitar taman pelabuhan ini.

Dalam sendiri, Iva menatap kedua telapak tangannya yang putih bersih. Berbeda dengan pergelangan lengannya yang begitu penuh dengan gambar daun klover hingga luka-luka sayatan menghias tangan putihnya.

Ia sadar, perlahan ia menyukai Jeno, tapi ia masih meragukan perasaannya itu. Karena ia yakin, ia sedang terbuai dengan perilaku baik Jeno padanya. Toh, Jeno adalah seorang calon dokter, terlebih ia ingin mengambil spesialis kejiwaan, rasanya wajar saja jika ia bersifat baik pada dirinya.

Iya, Iva sebegitu takutnya menyadari bahwa perasaannya sangat mungkin tidak berbalas. Rasanya menyesakkan jika ia hanya seorang pasien dimata Lee Jeno.

Tiba-tiba sebuah cup eskrim muncul di hadapannya, sebuah eskrim perasa mint cokelat. Gadis itu menatap sang pemegang cup, melihat Jeno yang sudah berdiri dihadapannya. "Ngelamun?" tanya lelaki itu seraya duduk disebelahnya. Iva mengambil cup eskrim tersebut seraya bergumam terimakasih, "gue nggak tau apa yang lo pikirin." ucap Jeno.

"Tapi apapun itu semua pasti ada jawabannya."

Iva menatap Jeno, memandang sisi samping lelaki itu. Begitupula perlahan Jeno menatap balik gadis di sebelahnya. "Lo mungkin merasa dunia gak adil, orang tua lo tidak pernah puas atau lo merasa lo tidak berhak atas apapun. But trust me, you're worthy."

Gadis itu perlahan tersenyum. Iya, seperti ini lah Jeno. Ia menghela napas, "thanks." ucapnya. Jeno ikut tersenyum sembari mulai mencicipi eskrim nya.

So Far Away Where stories live. Discover now