10. The Picker yet Perfectionist

239 59 18
                                    

Banyak orang merasa kehabisan napas, saat menaikki tangga meski tubuhnya dalam kondisi prima

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Banyak orang merasa kehabisan napas, saat menaikki tangga meski tubuhnya dalam kondisi prima. Menurut salah satu ahli kardiovaskular, kegiatan tersebut termasuk aktivitas berat dan menggunakan banyak otot tubuh. Sehingga menyebabkan kita membutuhkan asupan oksigen yang lebih banyak. Akibatnya, napas kita akan terdengar berat. Sama seperti yang dialami Kadita saat ini.

Dengan sopan, Kadita menolak ajakan Langit untuk masuk ke dalam lift. Dia lebih memilih menaikki tangga hingga lantai 8. Namun, baru sampai lantai 4, dia merasa membutuhkan oksigen tambahan. Langkah kakinya tidak selincah seperti saat menginjak anak tangga pertama. Tangan memegang erat besi penahan. Sementara peluh mulai membasahi keningnya.

Saat hendak mengayunkan kaki menuju anak tangga yang akan membawa ke pintu darurat lantai 5, Kadita menarik napas panjang sebelum akhirnya berjongkok. Kedua tangan memeluk lutut, diiringi napas yang memburu. Dalam hati, dia mengutuk dirinya sendiri karena memilih menghindari resiko yang ada di depan mata.

"Anda masih kuat?"

Kadita mengangkat wajahnya yang kini mulai memucat. Dia bisa merasakan kalau ujung jarinya mulai terasa dingin. Sementara degup jantungnya masih belum normal.

"Kalau mau, kita bisa keluar dari sini dan menaikki lift."

Kadita menggeleng. "Kalau ... Anda mau duluan, silakan. Saya ... mau di sini ... saja."

Langit menyamakan posisinya dengan Kadita. "Kalau Anda masih di sini, saya juga di sini. Kalau Anda pingsan, mungkin baru akan ditemukan saat pulang kantor. Jarang ada orang yang lewat sini."

"Sa-saya tidak meminta ... Anda untuk ... menemani saya," sahut Kadita dengan terengah-engah. "Anda yang ... aah!" Kadita menutup wajah dengan kedua tangannya.

Langit tersenyum geli, lalu mengulurkan tangannya. "Saya bantu berdiri, boleh?"

Kadita menoleh pada Langit yang kini sedang menyunggingkan senyuman. Rasa ingin ditolong muncul ke permukaan, tetapi dia meragukan akan kebersihan tangan Langit. Pikirannya dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan tangan pria itu sudah menyentuh benda apa saja dan tidak mensterilkannya. Minimal mencuci menggunakan sabun selama 30 detik, sesuai anjuran Ikatan Dokter Indonesia.

Langit memiringkan kepalanya. Tatapan kedua mata berwarna keabuan itu menuntut jawaban dari Kadita. "Kalau Anda tidak—"

Perkataan Langit terputus oleh gerakan Kadita yang menyemprotkan cairan antiseptik ke tangan pria itu. Setelahnya, Kadita mengeluarkan tisu basah lalu mengelap tangan Langit dengan satu gerakan cepat. Terakhir, dia mengeluarkan tisu kering dan menaruhnya di atas telapak tangan yang dianggap Kadita sudah steril.

Sang pemilik tangan hanya membisu, seraya mengerjap-ngerjapkan mata. Baru kali ini ada wanita yang memperlakukan dirinya, seumpama anak kecil. Apalagi, mereka baru berkenalan beberapa menit yang lalu. Saat tangan Kadita terulur menyambut tangan Langit, pria itu terkikik. "Maaf, Anda lahir tahun berapa? Mungkin kita seumuran."

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now