12. His World

230 56 32
                                    

Suara alas sepatu pantofel yang bertemu dengan lantai marmer itu, terus menggema hampir di setiap sudut yang dilalui oleh pemiliknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara alas sepatu pantofel yang bertemu dengan lantai marmer itu, terus menggema hampir di setiap sudut yang dilalui oleh pemiliknya. Saat itu pula, beberapa pasang mata mengawasi seraya berbisik membicarakan sang Chief Executive Officer Nawang Wulan yang belum genap dua tahun menjabat. Keberadaannya laksana cahaya terang di atas panggung.

Perawakannya tinggi untuk orang Indonesia berdarah Palembang. Rambut hitam pendek selalu ditata rapi menggunakan pomade. Sorot mata tajam dan menunjukkan kecerdasan. Sementara, pakaian mahal selalu pas memeluk tubuhnya. Tak jarang banyak orang iri pada keberuntungannya.

Entah apa yang telah dia lakukan di masa lalu, sehingga dengan mudahnya Nawang Wulan berkembang begitu pesat dibawah kendali seorang Aryakarna Mahadana. Semua keputusannya selalu disetujui sang pemilik, Bagaskara Kartawijaya. Arya, menjadi orang nomor satu yang paling dipuji sekaligus ditakuti di perusahaan perawatan kecantikan ini.

Langkah Arya membawanya menuju lift. Beberapa orang yang sedang mengantri untuk naik, mengurungkan niatnya saat melihat pria bergaris wajah tegas itu mendekat. Sudah jadi rahasia umum, kalau mau cepat dipecat dari perusahaan mana pun yang ada di gedung ini, cukup bersikap kurang ajar padanya meski hanya sekali. Karena pria berwajah mirip dengan idol Korea itu memiliki kuasa yang tidak terduga.

Pintu lift terbuka. Arya memasuki benda kotak itu, lalu menekan tombol menuju lantai 9. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, terutama saat mengingat rencana yang ditunjukkan untuk mengusir Kadita. Secepat mungkin. Andai saja dia terfokus pada hal lain, bisa jadi pesan dari bagian HR diabaikannya. Ada rasa yang tak bisa diungkapkan, saat Arya mengingat kembali kejadian tadi pagi.

Kala itu, Arya sedang dalam perjalanan menuju kantor dengan mengemudikan kendaraannya secara hati-hati. Maklum saja, mobil itu baru saja dibeli. Dia tidak mau ada sedikit saja goresan tercetak di sana.

Seperti biasa, sang mama yang tinggal di daerah Bogor, menelepon menanyakan kabar anak semata wayangnya.

"Kamu di mana, Ar? Sudah sarapan?"

"Sudah, Ma," jawab Arya tanpa sedikitpun konsentrasinya mengemudi terganggu. "Tadi mama udah nanya sama Arya. Lupa?

Terdengar suara kekehan dari seberang telepon. "Mama hanya ngecek, Ar. Jangan gitu, dong, sama mama, Sayang."

Arya mengembuskan napas panjang. "Arya, kan, cuma ngingetin mama aja."

"Makasih, ya, Arya anakku yang tampan. Kamu memang anak yang paling memahami mama."

Arya tersenyum geli. "Anak mama, kan, hanya aku."

"Iya ... iya .... Tapi, jangan lupa makan, Ar. Nanti kalau kamu sakit, mama gimana?"

"Mama tenang aja. Arya bisa jaga diri. Jangan khawatir."

"Iya, Sayang," ucap sang mama. "Kamu udah sampe mana sekarang?"

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now