13. The Ruler

214 55 11
                                    

Saat Kadita berusia 5 tahun, sang bunda mulai rajin membacakan buku dongeng anak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat Kadita berusia 5 tahun, sang bunda mulai rajin membacakan buku dongeng anak. Hampir tiap malam, beliau tidak pernah absen melakukannya. Hingga Kadita hapal satu per satu ceritanya sampai saat ini. Salah satunya dongeng karya Hans Christian Andrsen yang berjudul The Ugly Duckling. Sebuah kisah mengenai seekor anak itik yang merasa dirinya buruk rupa, karena tidak sama dengan itik lain pada umumnya. Bulunya berwarna abu-abu dan berbadan besar. Ketika berenang, hewan lain mulai berbisik-bisik membicarakannya. Si itik merasa sedih dan pergi seorang diri. Malang, Kejadian yang sama terjadi pada Kadita.

Mungkin seharusnya dia tidak menolak tawaran Langit yang ingin menyertainya hingga pintu ruang kerja Aryakarna. Karena, saat pintu lift menutup di belakangnya dia benar-benar merasa asing di antara beberapa pasang mata yang kini menatap penuh minta pada dirinya. Kadita tidak berani membalas pandangan mereka sedikit pun.

Langkah kakinya terasa makin berat dan Lorong yang menghubungkan antara lift dan ruangan Arya dirasa sangat jauh. Namun, bisik-bisik yang didengar oleh Kadita membuat wanita itu merasa mual. Tidak menutup kemungkinan isi perutnya akan keluar begitu saja dan memenuhi lantai tempat dia melangkah. Kadita mencoba mengabaikan kasak-kusuk itu, tetapi rasa tak nyaman pada tubuhnya lebih menguasai.

Tidak mau keinginan itu terjadi, Kadita memutuskan untuk memejamkan kedua matanya. Menabrak benda yang tak terlihat jauh lebih baik baginya, daripada memuntahkan isi perut di sana. Saat dirasa jantungnya makin berdegup kencang, Kadita menarik napas lebih dalam dan mengembuskannya perlahan.

"Selamat siang!" sapa seorang wanita muda yang mengenakan setelan blaser berwarna pastel. "Saya Kartika. Ada yang bisa saya bantu?"

"Sa-saya Kadita. Pak Arya ... memanggil saya."

"Tunggu sebentar," jawab Kartika seraya meninggalkan mejanya. Wanita berambut kecokelatan itu melangkah menuju pintu ruangan Arya, mengetuknya sekali, lalu mempersilakan Kadita untuk memasukkinya.

Perlahan, Kadita memasukki ruangan Arya. Saat dia mengangkat wajah, sosok Arya sedang bersandar pada meja kerjanya. Kedua lengan disilangkan, sementara matanya menatap Kadita tajam. "Si-siang, Pak."

Arya mendengkus, lalu tersenyum sinis. "Kukira kamu gak datang." Arya mengangkat salah satu tangannya, menatap jam di pergelangan tangan. "Setengah jam dari sejak kita bertemu. Kemana aja?"

Kadita tergagap. "Eng ... itu. Saya ... masih makan."

Arya mengangkat salah satu alisnya. "Selama itu?"

Kadita mengangguk. "Ma-maaf."

Arya menggelengkan kepalanya. "Kamu tahu kenapa aku manggil kamu ke sini?"

"Ti-tidak, Pak."

Arya mengembuskan napas. "Kamu gak merasa aneh?"

Kadita mengerjap-ngerjapkan matanya. "Sa-saya tidak—"

"Ide iklanmu. Itu yang menyebabkan kamu memenangkan sayembara dan diterima bekerja di sini bukan?"

"I-iya, Pak."

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now