27. About Him

195 51 7
                                    

Setelah mengisi perut, Kadita dan Arjuna duduk pada undakan tangga gedung bergaya kolonial Belanda yang menjadi ikonik tempat wisata itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah mengisi perut, Kadita dan Arjuna duduk pada undakan tangga gedung bergaya kolonial Belanda yang menjadi ikonik tempat wisata itu. Menjelang sore, pria yang menguncir rambutnya itu makin asyik mengabadikan kegiatan para pengunjung. Ada yang bersepeda, berfoto dengan orang-orang berkostum, hingga hanya sekadar duduk bercengkrama dengan pasangan ataupun keluarga masing-masing.

"Pak," panggil Kadita lirih. "Kapan ... pulang?"

Arjuna yang sedang memeriksa hasil jepretannya, menoleh pada Kadita. "Kenapa?"

"Saya ... tidak nyaman."

"Mereka ada jauh dari jangkauanmu, Kadita." Arjuna tersenyum geli. "Tapi, kalo kamu mau pulang ... kita pergi sekarang."

Kadita mengangguk. Kemudian dia menunggu Arjuna selesai memasukkan semua peralatan memotretnya ke dalam tas. Ketika pria itu beranjak, tangan Kadita meraih lengan baju yang dikenakan Arjuna. "Tunggu."

"Kamu berubah pikiran?"

"Bisa ... jalannya sama-sama?"

Arjuna terkekeh. "Hanya kali ini. Lain kali, berusaha untuk jalan sendiri. Kamu bukan anak balita yang masih harus berada dalam pengawasan orang dewasa, kan?"

Pernyataan Arjuna cukup membuat Kadita kesal. Meskipun saat mereka tiba di parkiran motor, Kadita mengakui kalau ucapan pria bermulut tajam itu benar. Tidak bisa selamanya dia menyendiri ataupun bergantung pada orang lain. Setiap ketakutan yang dihadapi harus bisa diselesaikan sendiri oleh Kadita.

Saat pergi Arjuna menjalankan kendaraannya dengan pelan, tetapi kali ini tidak. Pria bermata biru itu menambah laju kecepatan motornya hampir dua kali lipat dari sebelumnya. Kadita spontan berpegangan erat pada pinggangnya. Namun, saat mereka melewati salah satu monumen ikonik ibukota, Kadita tertidur. Kepalanya bersandar pada punggung kokoh Arjuna.

Arjuna pun melambatkan laju motornya agar Kadita merasa lebih nyaman dan aman. Meski detak jantung pria itu tidak aman. Memang Kadita bukan wanita yang membuatnya terpesona untuk pertama kali. Bukan pula wanita yang membuatnya merasakan cinta pada kali pertama. Namun, keberadaannya menyadarkan Arjuna kalau menyukai seseorang itu tidak membutuhkan alasan.

"Saya baru tahu di Jakarta ada air mancur," celetuk Kadita ketika kendaraan yang mereka tumpangi menghadapi sebuah patung yang di kelilingi air mancur.

"Kamu udah bangun?" tanya Arjuna lantang. "Kamu nanti lihat di sebelah kanan. Ada sebuah pusat perbelanjaan yang hampir sering kudatangi."

"Bapak belanja di sana?"

"Bukan. Baca buku," jawab Arjuna sambil membelokkan setang motor ke sebelah kiri lalu kanan, mengitari salah satu ikon lain ibukota. "Ada toko buku di sana. Pemandangannya menghadap patung ini. Bagus buat objek foto."

Perjalanan mereka pun berlanjut dengan melewati patung salah satu pahlawan negara Indonesia, hingga melewati jembatan penyeberang orang yang ditutup dengan ornamen menyerupai sarang lebah. Jalan beberapa meter ke depan tampak jembatan penyeberangan yang lain. Kali ini tidak ada atap yang menutupinya, tetapi bagian sisi kanan dan kiri luar dihiasi oleh tanaman hijau.

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now