1. DOSA MASA LALU

2.3K 222 53
                                    

12 tahun silam, awal musim panen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

12 tahun silam, awal musim panen ....

"Kamu bilang dirimu pria? Mana tanggung jawabmu?!" Pria paruh baya yang aku kenal sebagai ayah dari bekas pujaan hatiku dan juga kepala desa di kampung kami menampar permukaan meja dengan keras. Permukaan kaca bergetar, empat gelas suguhan cair berwarna hitam pekat di atasnya menciprati taplak merah berbentuk bulat yang tidak menutupi semua muka meja. "Kamu merusak putri kami! Apa kamu memikirkan perasaan kami sebagai orang tuanya, Yusuf? ... Tidak! Aku yakin, tidak! Pasti tidak! Karena sekarang aku ada di sini!" Ayah Mey mantan pujaan hatiku membuka lembar pertama daftar aib-aibku yang sengaja aku sembunyikan tiga tahun ini.

Aku menodai anak gadisnya, itu benar. Kemudian setelah puas kuteguk sarinya, kami memutuskan untuk berpisah, itu juga benar.

Jiwa muda, jiwa penasaran, jiwa ingin coba-coba, kemudian di sinilah aku sekarang di tampar kenyataan. Ayahnya menuntut tanggung jawab yang semestinya mereka buru tiga tahun lalu.

Sebenarnya aku dulu tidak pernah menganggap Mey spesial, itu terjadi begitu saja. Ayahnya menitipkannya padaku karena aku lebih dulu mengenal seluk-beluk pergaulan kota.

Dan sebagai pria bertanggung jawab aku menjaga Mey selama menuntut ilmu di Kota Tepian. Aku bahkan tidak tahu bahwa kami memiliki hubungan keluarga andai saja ayah Mey yang juga seorang kepala desa tidak sesumbar di depanku.

"Kakeknya Ambomu dan Kakeknya Amboku itu saudara, jadi kita ini sebenarnya bukan orang lain Yusuf. Jaga Mey, ya, seperti jaga adikmu sendiri." Kira-kira begitu katanya dulu.

Di tempat baru dan asing, Mey tentu saja mengandalkanku. Dia sering meminta tolong padaku dalam hal apapun; membeli makan, mengerjakan tugas, dan menemani wanita manja itu ke tempat-tempat baru yang ingin dia kunjungi.

Kemudian setelah kedekatan yang sangat-sangat dekat itu sampai pada gerbang dosa besar, pantaskah sang Kepala Desa melimpahkan seluruh kesalahan hanya padaku?

Padahal pintu zina itu dibuka oleh beliau. Beliau yang memintaku menginap di rumah kontrakan Mey ketika wanita itu sedang sakit. Jadi beliau 'lah alasan kenapa aku bisa memangsa anaknya.

Aku dan Mey hanya anak muda dengan bekal iman belum kuat. Selalu bersama setiap saat, setiap waktu, Setan tentu saja ada di antara kami. Berdua dalam rumah sewa yang tak besar, hujan di luar yang lebat, dan aku keluar masuk kamar wanita itu untuk mengecek suhu tubuhnya, bersentuhan kulit, saling menatap. Bukankah orientasi seksualku perlu dipertanyakan bila tak terperdaya tiup rayu iblis?

Aku tidak akan menyangkal, bahwa kami melakukannya lebih dari sekali di malam hujan berangin itu. Meski ketakutan pada awalnya, akan tetapi lama kelamaan kami menjadi berani, lalu ketagihan dan terus berlanjut melumuri diri dengan maksiat hingga aku mendapatkan gelarku sebagai diploma tiga Jurusan Alat Berat.

YUSUFWhere stories live. Discover now