6. RAMLAH DAN SENPI

1K 108 42
                                    

Innalillah! Ramlah berdiri bersedekap menjulang di ujung tangga rumahnya menungguku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Innalillah! Ramlah berdiri bersedekap menjulang di ujung tangga rumahnya menungguku. Dia tidak sendiri, di sampingnya berdiri satu pucuk senjata api rakitan bermoncong panjang yang juga menyambutku. Benda berpeluru itu sengaja dibuat menyender tiang dengan moncong menghadap ke atas.

Kupikir keadaan yang menantiku beberapa meter di atas sana adalah maut.

Jika Ramlah nekat mengangkat, mengarahkan padaku dan menekan pelatuk, bukan main-main lagi, malam ini bisa dipastikan aku akan disambut Malaikat Izrail dengan jutaan pertanyaan yang tak dapat kujawab.

"Ram ...," panggilku pelan pada konconya Aling. Yang kusapa tak menyahut, malah alisnya yang menukik tajam, seakan mempertanyakan siapa aku. "Kita perlu berbicara. Aku tidak mau kamu salah paham, bisakah kamu turun sebentar?" sambungku sambil melangkah mendekati anak tangga rumah panggung.

"Ya sedikit lagi, Yusuf!" Ramlah menatap tajam kumpulan alas kaki berbagai ukuran di dekat tangga. "Ada bom babi kusebar di sana. Injak aja, lalu ususmu berhamburan."

Tumitku repleks memundur. Ya Tuhan siapa wanita di atas sana? Apakah dia Dewi Kematian?

Bom babi?

Serius, Ram?

Benda itu memang kecil, hanya seukuran bola pingpong, digunakan untuk membunuh hama babi perusak perkebunan. Tapi percayalah, meski imut dan menggemaskan, jika tak sengaja terinjak, maka aku harus bersiap menjadi manusia tanpa kaki.

Aku pernah sekali ikut memasang benda itu bersama Syahrin di kebun jagung mertua. Dan paginya, satu ekor babi tergeletak dengan mulut hancur.

Bom ini sangat berbahaya. Warga desa hanya memasangnya di jalur yang dilalui babi. Mengapa Ramlah memasangnya untukku?

Apa aku 'babi'?

"Kamu tidak seriuskan, Ram?" tanyaku berkeringat di tengah dinginnya angin malam.

"Coba injak kalau penasaran!"

"Ram ... aku datang kemari untuk berbicara. Tolonglah ...."

Di bawah cahaya kuning lampu yang menggantung di atas kepala Ramlah, kulihat senyum najis tersungging. Gadis berbergo coklat khas anak SMA itu melangkah turun, menginjak satu persatu anak tangga. Tangannya tak kosong, senpi rakitan ikut terseret bersamanya.

"Ramlah! Jangan main-main! Itu berbahaya." Aku awas pada objek di tangannya.

"Takut? Kamu tinggal pilih, mau mati lewat jalur mana? Bom babi? Atau anak peluru, ini?" Ramlah mengangkat senjatanya dan mengarahkan padaku yang semakin jauh mundur dari tempatku semula berpijak.

Sebenarnya siapa sih yang aku hianati? Dia atau Aling? Kuyakin kalau pun istriku tahu tentang pernikahanku bersama Mey, dia pasti sama sekali tak ada niat melenyapkanku dari muka bumi. Lalu siapa wanita di depanku ini? Kenapa dia yang sangat marah? Kenapa dia yang tampak sangat sakit hati?

YUSUFWhere stories live. Discover now