11. DEMAM, DAMBA DAN YUSUF

1.4K 153 51
                                    

"Maaf, Nak Yusuf, Kalling belum mau bertemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf, Nak Yusuf, Kalling belum mau bertemu." Begitu penjelasan mertuaku atas ke tidak hadiran istriku di belakangnya.

Aku mengangguk paham, "begitu rupanya," ucapku lirih, hati bahagiaku yang tadi berbunga-bunga seketika kering, rasanya untuk tersenyum saja sangat sulit sekarang ini, tetapi aku berusaha melakukannya karena tak mau suasana menjadi canggung, meski hasilnya pasti terlihat kaku. "Yusuf mengerti Mak, Aling pasti masih butuh waktu, tidak apa-apa, Yusuf sabar menunggu," imbuhku berusaha tak terdengar sedih.

Indo menoleh sendu padaku, beliau seperti menangkap layu hati yang mendera ayah cucunya. Wanita paruh bayah itu mengelus pundak anak tertuanya, "Sabar," katanya.

Tadi sebenarnya Indo menyarankan agar pertemuan hari ini ditunda. Beliau tidak tega melihatku yang sedang demam memaksakan diri keluar rumah. Tetapi aku menolak, kesempatan ini mungkin tidak akan datang dua kali, bagaimana kalau ibu dan saudara-saudara dari istriku tersinggung dengan pembatalan janji temu kami? Bagaimana kalau mereka mengira aku tidak sungguh-sunggu ingin menjemput Aling?

Apalagi menurut info yang aku dapat dari Fajar, pria perantauan si Syahrin sedang tak di rumah, katanya lagi beberapa hari lalu si tukang tonjok itu terlihat membawa tas ransel besar di punggungnya.

Bukankah itu kabar bagus? Tak ada Syahrin artinya tak ada rintangan besar. Hanya dia dan Tera yang tempramental dalam keluarga ini. Karena dia tak ada artinya halanganku cuma Tera, meski wanita itu hebat dalam memaki tapi di bandingkan Syahrin, dia masih kalah jauh. Semarah-marahnya Tera padaku, belum pernah tangan gadis itu menyentuh kulitku, sementara Syahrin sendiri sudah pernah membuatku sulit dikenali karena mukaku bonyok di hantam dia.

Ruangan sederhana yang menaungi kami hening beberapa waktu, tidak ada yang mau berkata atau memulai perkataan meski sekedar basa-basi.

"Kalian semua di sini, lalu Langit bersama siapa?" Mak Pessa menggunting hening, beliau bertanya pada Indo akan ke alpaan Langit cucunya.

"Jodi dan Mey yang menjaganya." Ambo yang menyahut karena Indo terlihat bimbang menanggapi pertanyaan besannya.

Seseorang berdecak.

Bukan Indo

Bukan juga Min kakak tertua Aling

Bukan pula Alfi anak ketiga mertuaku

Ah, tidak hanya berdecak, dia juga mendengus dengan keras.

Mata kami semua menoleh pada seseorang yang tak sopan itu. Dia Tera, sejiwanya Syahrin dalam hal memusuhiku. Hari ini dia memakai bergo navi yang ujungnya lancip seakan ingin menyentuh sirap rumahnya, si pemilik muka kecut kata Jodi, dia duduk bersandar pada dinding kamar tepat di belakang mamaknya.

Tera belum lama bergabung dengan kami, tadi dia diberi tugas membuat suguhan. "Kenapa, Ter?" Mak Pessa bertanya dengan wajah tak enak pada kami. Beliau jelas mengerti apa maksud decakan anaknya barusan.

YUSUFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang