10. HUJAN MENGUNDANG DAMBA

1.4K 148 82
                                    

"Astagfirullahalazim, Mak! Sejak kapan rumah kita ditinggali Tamarin Kaisar Berjanggut?" Jodi berjalan dari dapur, salah satu tangannya membawa gelas yang mengepul, barusan dia menyindirku tentu bukan ejekan pertama, aku sudah sering mendengarnya ...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Astagfirullahalazim, Mak! Sejak kapan rumah kita ditinggali Tamarin Kaisar Berjanggut?" Jodi berjalan dari dapur, salah satu tangannya membawa gelas yang mengepul, barusan dia menyindirku tentu bukan ejekan pertama, aku sudah sering mendengarnya mengataiku mirip primata yang tidak hidup di Indonesia itu.

"Kopi?" Jodi mengangkat sedikit gelasnya sembari mengambil posisi duduk di sebelahku. "Melihat penampilan Kakak, aku yakin besok pagi Kak Aling bakal ketakutan. Aku yang serumah dengan Kakak saja sering terkejut melihat bulu-bulu hitam itu" Jodi menoleh padaku lalu bergeleng-geleng kepala kemudian berdecak. "Coba bercukur, jangan sampai istri pertama Kakak mengira Kakak merubah penampilan demi wanita saingannya. Dia sudah salah paham jangan sampai semakin salah paham, bisa tambah lama ke galauan Kakak."

"Aku pria patah hati Jod, sibuk menenangkan perasaan, sibuk menjaga bayi kami juga, mana sempat memikirkan penampilan."

"Tidak ada yang salah dengan patah hati, halal kok, tapi jadi haram kalau Kakak kelewat mendramatisi macam itu. Berlebihan itu tidak baik, tahu."

"Menurutmu begitu? Memangnya mukaku separah itu?" aku mengalihkan tatapan dari bayi mungil setengah tertidur yang sedang menyusu susu formula. Sama seperti ibunya, bayiku pun semakin hari semakin sehat walau sebulan sekali kami masih harus kontrol. "Kira-kira Aling akan takut atau salah paham, Jod? Akan bagus 'kan kalau dia hanya takut, tapi kalau dia salah paham aku tidak tahu lagi bagaimana membujuknya nanti. Padahal aku merasa sayang mencukur semua ini Jod, bagaimana kalau setelah itu Langit tidak mengenaliku?"

Jodi yang duduk tak jauh dariku memandangku sebentar sebelum mengalihkan mata kepada keponakannya yang sudah menutup mata sempurna. "Terserah saja, tapi kalau itu aku, penampilan rapi, bersih dan gagah jadi modal utamaku untuk bertemu orang yang aku sayang. Itu kalau aku loh, kalau Kakak ya terserah saja, mau datang dengan tampang begitu mungkin juga bagus, biar pun terlihat mengerikan karena kumis itu terlalu tebal, pasti Kak Aling masih bisa mengenali Kakak." Jodi berusaha menghiburku, "Coba sesekali Kakak berkaca lebih lama, amati baik-baik wajah dipantulan cermin itu, Kakak sendiri mungkin akan shock, cambang Kakak sangat semrawut, rambut apa lagi, menurutku sebahu itu terlalu panjang tidak cocok dengan Kakak yang kurus kering, mau dilihat dari sudut mana saja, Kakak tidak terlihat bagus sedikit pun." Setelah membesarkan hatiku Jodi juga mengerutkannya, "Tapi kalau Kakak mau menarik simpati Kak Aling dengan ke semrawutan itu, aku berdoa semoga berhasil, mana tahu Kak Aling akan berpikir jauh dari dia benar-benar membuat ayah dari anaknya menjadi setengah gila," lanjut Jodi tanpa mengalihkan pandangannya dari TV yang menampilkan iklan minuman bersoda.

"Haruskah kupangkas?"

"Menurutku sih harus! Kalau bisa malam ini juga agar besok pagi Kakak sudah gagah paripurna."

"Tapi aku akan terlambat. Membuang semua bulu-bulu ini tidak sebentar. Bagaimana kalau aku melewatkannya dan dia sudah tertidur?" Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 21.43 malam.

"Lagi? Mau jadi penunggu pohon kelapa? Sumpah, Kakak sangat menyedihkan."

"Begitu ya?" lirihku dengan senyum miris, "Nanti kalau kamu sedikit jauh lebih dewasa kamu akan paham yang aku alami. Rasanya benar-benar aneh dan membuat hilang akal."

YUSUFWhere stories live. Discover now