-05 Deretan teror #01☠️

84 28 148
                                    

Hujan disertai badai menghantam bumi, angin luar biasa kencang mampu menghancurkan apapun. Dalam kondisi seperti ini listrik serentak padam menciptakan nuansa malam gelap mencekam, gemuruh petir menggelegar bersahutan.

Cahaya lilin redup tertiup hembusan angin, sepi nan hening tiada satupun orang yang menemaninya. Riyamilla seorang diri, rasa takut menguasai diri, sialnya bukan hanya listrik yang padam sinyal internetpun lenyap. Duduk sendiri dalam kegelapan berharap kedua orang tuanya segera pulang.

"Tenang sebentar lagi Mama sama Papa pasti pulang, " ucapnya penuh harap. Mendadak ia merasakan sentuhan hangat di bagian lehernya. Namun kala ia menoleh kebelakang tak ada siapapun.

Aroma Ubi bakar harum tercium pertanyaan aneh mengusiknya siapa yang membakar ubi tengah malam begini? Terlebih diluar hujan. Aroma manis itu berubah menjadi bau busuk yang semakin dihirup menusuk, busuknya aroma bangkai bercampur aduk dengan bau anyir darah serta aroma daging gosong  membuat Riyamilla mual, sejujur tubuhnya melemas.

Riyamilla memeluk bantal guling yang tergeletak dilantai, menenangkan diri, melantunkan doa serta harapan. Naas yang ia peluk bukanlah benda empuk itu melainkan sesosok jasad terbungkus kain kafan. Hantu pocong wajahnya gosong matanya semerah darah. Riyamilla belum menyadari kehadirannya.

Sayup-sayup terdengar rintihan tangis menyayat hati, bermodalkan cahaya senter Riyamilla melangkah menuju sumber suara. Detik waktu terus berjalan hari telah berganti, langkah kakinya terhenti ditatapnya seorang wanita berwajah pucat duduk di pekarangan rumahnya, air matanya terus berlinang Riyamilla tak tega hatinya sungguh tersayat.

"Ibu kenapa menangis? Ada apa? " kasihan betapa menyedihkannya keadaan wanita itu, tubuhnya basah terguyur hujan mungkin saja kedinginan.

"Mengapa keluargamu tega membangun istana megah di atas kuburanku hah? Kau bertanya apa yang aku inginkan? Aku ingin keluargamu memindahkan jenazahku ke tempat yang jauh lebih layak. " Ucapkannya tidak bisa Riyamilla pahami, maksudnya apa? Kuburan apa?

"Hahaha wajahmu nampak pucat, Riyamilla. Jangan takut aku hanya bercanda, jujur perutku sangat lapar sedari pagi belum makan. Apakah aku boleh meminta sedikit makanan serta air mineral? "

"Ibu tunggu disini, biar aku ambilkan. "

Ada yang aneh dari sesosok wanita paruh baya, kakinya tidak napak ke tanah. Lagi dan lagi Riyamilla tidak menyadarinya. Beruntung listrik telah menyala kembali, setidaknya Riyamilla tak berjalan dalam kegelapan.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

01.25 WIB.

"Darimana Ibu tahu namaku, Riyamilla? "

Malam semakin larut, hujan belum jua reda segala pernyataan belum ia temukan jawabnya. Riyamilla hendak membasuh wajahnya, dirinya lelah tubuhnya semakin melemah.

Berapa terkejutnya ia bukan air mengalir dari keran itu melainkan cairan merah kental berbau anyir.

Riyamilla tak ambil pusing ia sadari akhir akhir ini kesehatannya menurun. Mungkin saja semua itu tidaklah nyata melainkan halusinasi semata.

Tidak ada sesuatu untuk dimakan, mau tidak mau ia harus memasak sesuatu kasihan Ibu sudah lama menunggu. Riyamilla merasa bodoh, bagaimana tidak? Ia malah membiarkan wanita paruh baya iri diluar sendirian.

"Dasar Alan sialan!!! Goblok banget jadi manusia. Bagaimana caranya membuat Iyam tai ayam takut? Susah payah gue ubah air jadi darah reaksinya biasa saja. Berasa enggak guna banget gue jadi hantu." Viana ngoceh sendiri, tugas ini terlalu berat baginya.

Jeritan histeris menggema Riyamilla ketakutan, keringat sebesar bulir jagung membanjiri pelipisnya. Jantung berdebar kencang bagaimana bisa pisau melayang layang, panci serta alat masak jatuh menghantam lantai. Kaki Riyamilla terluka pisau mendarat tepat dikakinya, perih, sakit, Riyamilla meninggalkan dapur dengan kaki terpincang-pincang.

𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢Where stories live. Discover now