-29 Deretan teror #03 ☠️

43 13 46
                                    

Sesosok mahluk halus berpakaian serba hitam terus mengikutinya, sedikit terkejut secara mendadak muncul dihadapannya bola matanya jatuh, kaki tangannya tak dilapisi kulit daging kemerahan serta darah mengalir deras. Riyamilla berlari sekuat tenaga ia menyalakan mesin motornya lalu melesat pergi.

Melayang layang terus menguntit Riyamilla mulai kelelahan lantunan doa membuat sosok itu semakin menggangu. Kulit kepala mengelupas, wajahnya melepuh seperti tersiram minyak panas, aroma busuk menusuk, cairan hitam keluar dari kelopak matanya. Waktu telah menunjukkan pukul dua pagi sepi dan sunyi tak ada satupun yang melewati jalan ini.

Seingatnya hanyalah jalan raya biasa, menatap ke sekelilingnya ternyata dirinya berada ditengah pemakaman umum. Entah imajinasi atau kenyataan yang pasti Riyamilla bener-bener ketakutan, keringat sebesar biji jagung membasahi keningnya. Otaknya tak bisa lagi berpikir jernih ia menghentikan motornya, Riyamilla menangis histeris disebelah batu nisan bertulisan nama adiknya, Dheana.

"Jangan takut kakak, disini ada aku." Dheana merasa senang setelah sekian lama ada yang mengunjunginya.

Tubuh Riyamilla melemas tenaganya terkuras habis, kepalanya berdenyut nyeri entah sejak kapan ia bisa melihat arwah gentayangan. Ia menyadari bahkan melihat jelas wujud adiknya. Dheana nampak manis memakai gaun biru dengan rambut panjang yang terurai.

"Mengapa aku bisa berada di sini? "

Riyamilla linglung jantungnya berdegup kencang kala menatap tubuh tanpa kepala berjalan kesana kemari, diatas pohon beringin kuntilanak merintih sedih. Aroma melati begitu menyengat. Bulu kuduknya meremang.

"Sudah larut malam harusnya kakak tidak keluyuran! "

"Aku enggak tahu jalan pulang. "

Dinginnya angin malam menusuk kulit, Riyamilla menggigil. Detik waktu terus bergulir kabut asap menghalangi pandangan sentuhan aneh menyentuhnya gadis itu menoleh ia nyaris kehilangan keseimbangan kala menatap sosok wanita hamil dengan perut tertusuk pisau. Sekujur tubuhnya berlumpur darah, kepalanya dihiasi cacing serta belatung rambutnya dipenuhi kutu serta mengeluarkan aroma amis.

Terlintas dalam ingatan kejadian beberapa bulan lalu misteri kematian seorang gadis bernama Elina. Sampai detik ini belum ditemukan jawaban, mayatnya ditemukan didalam karung dengan kondisi mengenaskan tanpa busana dipenuhi luka. Riyamilla memejamkan mata sialnya kenangan buruk, mahluk halus itu semuanya menari nari dibenaknya.

"Seburuk apapun perlakuan orang lain, setelah apapun dirimu, seberat apapun ujian yang Tuhan berikan. Tetap bertahan jangan menyerah mungkin dirimu lelah tapi percayalah ada hal indah yang akan menanti diakhir perjuangan, " ucap Elina penyesalan yang ia alami benar-benar membuatnya terpuruk, mencoba memperbaiki rasanya percuma sebab setelah mati mustahil hidup kembali.

"Dengarkanlah urungkan niatmu untuk mati, sebab hidup penuh derita jauh lebih baik daripada melawan takdir Tuhan yang akan membuatmu semakin tersiksa. "

"Terimakasih atas nasehatnya. "

"Selagi ada kesempatan hidup di dunia, perbanyaklah ibadah. Minta maaf lah kepada orang yang sudah kakak sakiti hatinya. Hm... Sebentar lagi pagi, aku akan mengantarkan kakak pulang Ayah sama Bunda pasti khawatir. "

Mendengarkan ucapan almarhumah Dheana dan Elina membuat hatinya sungguh tersentuh. Ketika malam tiba sering kali pikiran melayang kemana-mana ketika hal negatif yang mendominasi seolah tersayat sayat termenung dalam lamunan seperti ada yang berbisik, mati, mati, Riyamilla kerap kali memutuskan untuk menghampiri hidupnya sendiri.

Emosi semakin meledak ledak ketika ada yang mengatakan dirinya kurang bersyukur, memiliki keluarga lengkap, harta berlimpah tak kekurangan apapun. Uang tak menjamin kebahagiaan sebab ada beberapa masalah yang tak terselesaikan dengan uang. Bukankah setiap manusia diberi ujian masing-masing?

𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢Where stories live. Discover now