-23 Merasuki jiwa ☠️

52 27 105
                                    

"Membunuh atau terbunuh? Bunda Raisya mengajarkan aku taktik cerdik menghabisi nyawa seseorang. Rasanya ingin sekali membalas perbuatan seseorang yang telah menyakiti. Namun terlalu takut terkurung dalam tembok derita bernamakan penjara," ucap Khaira seraya menatap sendu kearah Milka yang sedang sibuk mengasah benda tajam miliknya.

Langit malam begitu jernih dihiasi milyaran bintang serta terangnya rembulan. Jiwa lara penuh luka putus asa terus berjuang walau tetesan lelah membunuhnya. Kala pikiran kacau tak karuan sering kali mendapatkan ide gila diluar nalar, mungkin menggores urat nadi kegiatan yang menyenangkan memberikan ketenangan.

"Kamu ketulusan hati seperti ibumu, Khaira. Rasanya mustahil tega mencabut nyawa seseorang secara paksa, kamu ... Terlalu baik. " Milka tersenyum ia mengobati luka goresan yang Khaira derita akibat sayatan silet, darah segar masih mengalir membasahi tanah.

Khaira memiliki banyak kepribadian dalam dirinya. Kala sisi lemahnya lebih dominan gadis itu nampak hancur, hilang arah, depresi bahkan sering nekat menyakiti dirinya sendiri. Milka curiga bahwa jikalau Khaira mengidap kepribadian ganda.

"Kalau memang diriku baik, lantas mengapa semua orang membuangku? " tetesan air mata berlinang membanjiri pipi. Gadis itu terisak tak sanggup menahan sesak.

"Aku enggak buang kamu, " kata Milka, ia menghapus air mata Khaira. Hatinya terasa teriris sabahat yang paling ia sayangi menderita selalu dituntut mengalah.

🌧🌧🌧

"Sudah berapa kali saya bilang, berhenti berkerja di kuburan. Bikin malu!!! " Tamparan keras melayang ke pipi Alandra. Rasanya terbiasa direndahkan, diremehkan oleh orang tua sendiri. Apapun yang dikatakan telah Alandra lakukan, lantas kali ini saja tak bisa kah mereka menuruti kemauan Alandra.

"Di sekolahin mahal-mahal cuma jadi tukang gali kuburan! Dari dulu sampai sekarang kamu selalu jadi sampah. Anak enggak guna!!! " nyelekit sakit, mata Alandra memanas ia tak kuasa manahan air mata. Salahkah ia jikalau ingin berbakti pada sang bunda yang telah tiada?

Viana emosi ia tak habis pikir mengapa Alandra selalu saja diam, layaknya orang yang mau menjadi seperti keset, selalu diinjak-injak. Hantu itu mendekati Alandra mencoba merasuki jiwanya.

"Bukahkah berkerja di kuburan itu halal? Lantas apa salahnya? Buat malu katamu, hah!? Enggak salah dengar. Bukannya berzina lebih menjijikkan, lebih memalukan. Sadar anak yang kalian bangga-banggain justru paling pantas mendapatkan tamparan. " Alandra yang dirasuki Viana mencekik leher ayahnya, pria paruh baya itu sesak nafas.

Mata Alandra berubah merah menyala, tatapan mengerikan membuat Ayah serta orang rumah merinding ketakutan. Setelah hampir membuat sang Ayah kehabisan nafas, Alandra melemparkan vas bunga ke arah ibu tidurnya. Darah segar membanjiri lantai.

"Mulai berani lo melawan orang tua! Punya nyali berapa sampai bikin Ibu gue luka!!! " Haris menghajar Alandra sekuat tanaga. Tak tahu diri sejak kecil Ibunya telah merawatnya malah diperlakukan begitu. Haris dikuasi emosi.

"Luka itu tak sebanding dengan nyawa ibu saya, pembunuh memang harus berikan pelajaran setimpal!!!" Senyum licik terukir di bibirnya, Alandra mengambil pisau lipat menggores leher Haris. Sayatan itu menciptakan luka yang lumayan perih.

Viana belum puas menciptakan kekacauan ia mengendalikan tubuh Alandra sesukanya, ruang tamu yang semula rapi berantakan tak karuan. Noda darah, pecahan kaca dimana-mana.

Semua orang bungkam, ucapan Alandra benar adanya. Mentari meninggal terbunuh oleh istri pertama suaminya. Tindakan keji tak sampai di situ, saudara kembar Alandra pun turut menjadi korban. Dipenjara bertahun-tahun lamanya tidak sebanding dengan duka yang Alandra alami.

🥀🥀🥀

08.52 W I B :)

Disudut ruangan kelas Alandra duduk sendirian, tak perduli seluruh temennya sibuk belajar, tidak peduli guru menjelaskan materi. Larut dalam lamunan, kepalanya berdenyut nyeri layaknya dibenturkan ke tembok. Pikirannya kacau.

"Saya capek menjelaskan materi kamu malah nyantai enggak mendengarkan! Balik ke kursi kamu!!! " Alandra masih terdiam, tatapan matanya sendu. Ia masih bingung atas kejadian semalam.

"Dasar murid susah di atur, punya kuping gak sih?" guru itu menjewer telinga Alandra saking kesalnya.

"Berisik, " ucap Alandra seraya membanting handphone miliknya, lantas semua murid terkejut tak menyangka cowok itu bertindak semena-mena pada guru.

"Dasar murid kurang ajar! " tamparan melayang kembali, Alandra tertawa meratapi nasibnya. Bahkan bekas tangan sang ayah belum sepenuhnya memudar.

"Kenapa? " Alandra mengambil kembali handphone miliknya, kini benda pipih itu layarnya retak parah.

"Saya pikir kamu akan mengikuti jejak Haris menjadi murid berpartisipasi, mengharumkan nama sekolah. Ternyata kamu hanya sebatas murid susah diatur! "

"Apakah saya harus menjadi orang lain? " Alandra bertanya. Ia mengetik deretan angka untuk menelpon seseorang. Tubuhnya bergetar hebat belum siap menerima cacian lagi.

" karena ulah kamu istri dan anak saya celaka, kalau enggak bisa banggain orang tua setidaknya jangan bikin masalah. Dasar anak pembawa sial. "

Suara sang Ayah begitu lantang. Linangan air mata jatuh di pelupuk mata. Rasa sakit seolah tak ada obatnya, luka lama belum jua sembuh sudah tergores lagi.

"Anak pembawa sial, murid sampah, manusia tidak berguna. Kenapa saya harus terlahir ke dunia? "



Bersambung....

Kalau ada typo komen aja yah🥲

𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang