02

4.1K 573 81
                                    

Dua jam sebelum bel masuk berbunyi tapi Junghwan sudah sampai di depan gerbang sekolah, ia memang terbiasa berangkat lebih awal menghindari ramainya bus di jam-jam sibuk pagi hari. Dan seperti biasa. ia menemukan Kim Doyoung kesusahan menaiki tangga menuju kelas mereka yang ada di lantai dua.

"Pagi." Ucapnya singkat sebelum melingkarkan tangannya di pinggang kecil Doyoung, membantu laki-laki itu berjalan agar langkahnya tidak terlalu menyakitkan karena kakinya memang sudah jauh dari kata normal.

"P-pagi." Balas Doyoung dengan suara gugup, biasanya Junghwan membantunya dengan sebatas memegang tangan atau bahu, tapi hari ini ia meletakkan tangannya di pinggang Doyoung membuat tidak ada lagi jarak di antara keduanya, rasa gugupnya makin menjadi saat mendengar suara berat Junghwan yang terasa menggelitik di telinga.

"Udah sarapan?" Junghwan juga merasa aneh dengan pertanyaan basa-basi yang keluar dari mulutnya, tapi entah kenapa ia hanya ingin memecah keheningan yang ada di antara mereka berdua.

"Udah, dek Junghwan udah sarapan?" Kali ini Junghwan tertawa mendengar candaan Doyoung, laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya ini memang sering mengumbar kalimat manis, untung hati Junghwan cukup kuat dan membuatnya tidak mudah terbawa perasaan.

Junghwan mengangguk, langkahnya pelan karena tidak ingin membuat Doyoung kesakitan saat menaiki tangga.

"Padahal kemarin gue udah bilang supaya lo gak usah lagi bantuin gue gini."

"Gapapa, gak nyusahin kok."

"Iya tapi nyusahin hati gue, kalo gue baper gimana?"

Junghwan tidak menjawab kalimat menyebalkan yang keluar dari mulut Doyoung, dirinya memilih diam. Sesuatu yang aneh terlintas di pikirannya, dibanding membantu Doyoung berjalan menaiki tangga ke lantai dua, bukankah akan lebih cepat jika ia menggendongnya? karena Junghwan yakin berat Doyoung pasti tidak akan lebih dari enam puluh kilogram.

"Kok diem? Mikirin gue ya?" Kali ini Junghwan mencubit pelan pinggang Doyoung sebagai jawaban, berusaha membuat laki-laki itu diam karena ucapannya mulai menyimpang kemana-mana.

Bukannya protes, Doyoung justru tertawa karena sikap menggemaskan laki-laki yang lebih muda dua tahun darinya itu. Kadang Doyoung berpikir, bagaimana bisa anak delapan belas tahun tapi tingginya sudah menjulang bahkan hampir menyentuh bagian atas kusen pintu, sedangkan tinggi Doyoung sendiri seolah berhenti di tahun terakhir sekolah menengah pertama.

Junghwan merasa lega karena kini mereka akhirnya sampai ke dalam kelas, baru Junghwan ingin duduk tapi tiba-tiba ponselnya yang ada di kantong celana bergetar, menandakan satu panggilan masuk yang berasal dari nomor yang tidak ia kenal.

"Halo?"

"Junghwan! Ini gue Mashiho, gimana tawaran yang kemarin, lo minat kan?"

"Cuma sampe akhir semester ini kan kak?"

"Iya, sekitar tiga sampe empat lomba. Bisa kan?"

"Bisa kak."

"Good, mulai nanti pulang sekolah latihan di indoor ya, biar sekalian gue kasih jadwal latihan tiap hari apa aja."

"Siap kak."

"Jangan kabur lo, cuma lo nih harapan ekskul satu-satunya."

"Iya kak."

Setelah sambungan terputus, Junghwan duduk di kursi yang ada di sebelah Doyoung, menutup mata lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang, setelah ini mungkin hidupnya akan jauh lebih melelahkan. Tapi ini adalah konsekuensi yang harus ia ambil, Junghwan merasa harus melakukan sesuatu setelah rehat setahun penuh.

Ethereal [Hwanbby]✔Where stories live. Discover now