14

3.1K 416 83
                                    

Kim Doyoung, dilahirkan di keluarga sederhana dan menjadi anak satu-satunya membuat ia merasa bahwa dunia yang dimilikinya sekarang sudah cukup untuk membuat bahagia, sampai tiba-tiba Ayahnya pergi lebih dulu karena penyakit yang memang diderita sejak lama.

Doyoung yang saat itu belum genap berusia delapan tahun tahun tidak bisa memahami, bagaimana bisa sosok Ayah yang sangat ia sayangi juga selalu menemani tiba-tiba pergi meninggalkannya begitu saja, Doyoung pikir Ayahnya akan pulang dalam beberapa hari, tapi melihat Ibunya yang terus menangis tanpa henti membuat ia memahami kalau sang Ayah memang tidak akan pernah kembali.

Anak laki-laki itu bahkan sempat menangis di tempat terakhir ia melihat jasad Ayahnya, bercerita tentang bagaimana perlakuan teman-temannya yang mengejek karena mulai saat itu Doyoung tidak lagi sama dengan mereka.

Lalu Hyunsuk hadir, sepupu yang lebih tua tiga tahun darinya itu mati-matian membela Doyoung di depan kumpulan anak yang meneriaki Doyoung tanpa henti, berkata bahwa Papanya siap memarahi siapa saja yang berani menghina sepupunya.

Sembilan tahun Doyoung tersenyum saat dirinya dibawa masuk ke rumah keluarga Hyunsuk, diberi kasih sayang yang Doyoung rindukan karena semenjak kepergian Ayahnya, Ibu Doyoung kini sibuk mencari uang kesana kemari.

Senyuman Doyoung makin lebar saat diajak untuk belajar menari bersama sepupunya yang lain, Doyoung merasa bahagia ketika tubuhnya bergerak mengikuti irama musik yang mengalun indah di telinga. Hyunsuk bangga, begitu pula orang tuanya, juga Ibu Doyoung yang menyaksikan perkembangan anaknya dalam diam.

Kebahagiaan Doyoung bertahan hingga penghujung tahun pertama di SMA, ia masuk ke sekolah yang cukup elit di kawasannya, bermodal beberapa penghargaan saat mengikuti kompetisi antar sekolah, Doyoung berhasil masuk tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya.

Tapi kebahagiaannya direnggut paksa karena kejadian naas, satu anak yang iri atas pencapaian yang Doyoung terima dengan nekat mendorongnya dari lantai tertinggi sekolah. Harapannya agar Doyoung mati malah justru membuahkan hasil yang jauh lebih indah, saingannya itu tidak lagi mampu menari seumur hidupnya.

Doyoung sadar, Doyoung paham betul soal keterbatasan yang Ibunya miliki. Maka Doyoung tidak pernah protes saat tahu kalau semua biaya rumah sakit yang ia habiskan justru berasal dari orang yang membuat semua impiannya sirna begitu saja. Doyoung tidak pernah menuntut karena ia tahu kalau sang Ibu juga sedang dalam kondisi yang sama sulitnya.

Tapi Doyoung tidak menyangka bahwa Ibunya juga akan direnggut dari hidupnya, hanya berselang dua tahun sejak Doyoung kehilangan fungsi kaki kanannya sendiri. Air matanya memang sudah berhenti sejak tadi, tapi pikiran Doyoung terus dipenuhi tentang bagaimana ia akan menjalani hari setelah ini.

Jelas keluarga Hyunsuk baik, sangat baik hingga mereka bersedia mengurus semua proses pemakaman Ibunya tanpa meminta sedikitpun imbalan atau tabungan bertumpuk yang Ibunya siapkan, juga bersedia mengurus Doyoung yang kini sebatang kara dan diajak untuk tinggal di kediaman mereka.

Tapi hidup Doyoung tidak lagi sama, tidak setelah ia ditinggalkan kedua orang tuanya.

Netra Doyoung terus menatap Junghwan yang berjongkok di depannya, kehadiran Junghwan mungkin tidak cukup, tidak akan cukup untuk mengganti semua hal yang kini telah direnggut paksa dari hidupnya, tapi Doyoung tahu kalau Junghwan bersedia untuk mengisi tempat kosong di hatinya.

"Aku sayang banget sama kamu, Doyoung." Senyum tipis kini terukir indah di wajah pucat Doyoung, matanya masih sembab karena terlalu banyak menangis tadi malam, kepalanya juga sakit karena begitu banyak kejadian menyedihkan yang terus datang tanpa henti.

Doyoung mengangguk. "Aku tau." Jawabnya singkat, Junghwan membawa tangan kecil Doyoung ke depan mulut, dikecupnya belakang telapak tangan Doyoung berulang kali.

Ethereal [Hwanbby]✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum