15

3.2K 430 32
                                    

trigger warning /// self harm, suicide; if you feel uncomfortable with this kind of topic please don't read any further.

***

Setelah mengantar Junghwan ke depan gerbang rumah kak Hyunsuk, aku kembali ke dalam dan masuk ke kamar yang telah disiapkan. Beberapa barang sudah tersusun rapi di lemari, juga buku pelajaran yang tertata di atas meja belajar, Junghwan membantuku membereskan itu semua sebelum akhirnya pamit pulang ke rumah.

Kini aku duduk di atas ranjang yang ada di pojok ruangan, memandang kamar yang jelas terasa asing karena tidak pernah aku tempati sebelumnya. Belum satu hari tapi aku sudah merindukan Ibu yang baru dimakamkan pagi tadi.

Aku memutuskan untuk berbaring, berusaha melepas penat yang menumpuk karena terlalu banyak kejadian yang datang dengan cepat, luka yang ada di tanganku bahkan belum kering, perasaan takut karena kemunculan Junsoo di hadapanku juga masih tersisa, ditambah kepergian Ibu yang begitu mendadak.

Orang berkata kalau Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan manusia, tapi bagaimana bisa Tuhan menyangka bahwa aku akan kuat menerima semua cobaan yang datang tanpa berhenti sama sekali.

Sekuat tenaga aku berusaha untuk memejamkan mata, tapi suara yang ada di kepala terus menghantui, membuatku terjaga meskipun rasanya tubuhku sudah lelah setengah mati.

Biasanya jika keadaanku separah ini, aku akan berlari ke kamar Ibu, tidur tepat di samping beliau yang meskipun aku tahu kalau Ibu juga sama lelahnya tapi Ibu selalu menyempatkan diri untuk mengusap punggungku agar aku dapat tidur nyenyak.

Dadaku kembali sesak mengingat fakta kalau saat ini aku benar-benar sendirian. Tidak lagi ada Ibu yang terus menenangkan, Ayah yang selalu memberiku dorongan, aku juga ditinggalkan oleh sebagian besar dari diriku sendiri dalam semua proses kehilangan yang terjadi beberapa tahun belakangan.

Aku bangkit dari kasur dan duduk di atas kursi meja belajar, ini hampir jam dua pagi, semua penghuni rumah pasti sudah tidur. Mataku memandang cutter panjang yang ada di kotak pensil dan pergelangan tangan kiriku bergantian. Plester yang tempo hari Junghwan pasang sudah aku lepas, menyisakan bekas luka yang sudah kering di sana.

Tangan kananku bergerak untuk mengambil cutter tersebut, kembali membuka luka yang belum tertutup sempurna, sesak yang aku rasakan di dada sedikit berkurang, berganti dengan perih yang sekuat tenaga aku tahan.

Tapi ini belum cukup, sedih yang aku rasakan justru makin menjadi. Dengan langkah timpang aku berjalan menuju koper yang ada di sudut ruangan, mengeluarkan kotak obat yang susah payah aku sembunyikan dari pandangan Junghwan.

Obat yang sempat diresepkan beberapa bulan lalu oleh dokter yang ada di pusat rehabilitasi, aku menghitung jumlahnya dan aku rasa obat ini dapat membuatku tidur dalam waktu yang cukup lama. Dengan tergesa aku mengeluarkan obat tersebut satu persatu, mengumpulkannya di atas meja lalu mengambil air putih yang ada di sisi kasur.

Sekarang atau tidak sama sekali, aku menelan semua obat sekaligus, lalu berjalan ke arah kasur setelah menghabiskan air yang ada di gelas. Lampu kamar sudah mati sejak tadi, tapi karena cahaya yang berasal dari luar, aku dapat menatap langit-langit kamar dengan jelas.

Tanpa sadar aku tertawa, memikirkan bahwa hidupku mungkin saja berakhir di tanganku sendiri. Tidak butuh waktu lama sampai aku tertidur, masih dengan luka yang aku biarkan terbuka di tangan, juga bungkus obat di atas meja yang berserakan.

***

Gue langsung disambut sama bang Jihoon juga sepupu Doyoung yang berdiri di depan ruang rawat inap pacar gue. Gak tau mereka berdua ada hubungan apa tapi kayaknya lebih dari temen soalnya gue gak jarang liat bang Jihoon dan kak Hyunsuk berduaan di rumah tiap sore.

Ethereal [Hwanbby]✔Where stories live. Discover now