16

3.2K 446 36
                                    

Tawaku tak lagi dapat aku tahan saat melihat Junghwan mati-matian menahan kantuk di kursi yang ada di sebelah ranjangku, ia baru pulang sekolah dan memutuskan untuk langsung datang ke rumah sakit berniat menemani aku yang akan menjalani pengobatan sore ini.

Meskipun aku tidak lagi memiliki orang tua, tapi masih ada kak Hyunsuk, keluarga besarnya, juga Junghwan yang mengharapkan aku untuk sembuh.

"Masih lama ya?" Tanya Junghwan.

Aku mengangguk mengiyakan. "Kata dokternya nanti agak maleman, diundur jadi pasien terakhir soalnya takut lama."

Junghwan merengut mendengar jawabanku. "Sini kalo mau tidur, biar aku duduk di sofa aja." Ucapku sambil menepuk sisi kosong ranjang yang aku tiduri.

Kekasihku meregangkan tubuhnya sebentar sebelum akhirnya bangkit dan berjalan ke arah ranjang, baru aku akan bangun tapi tiba-tiba tangan besarnya malah melingkar sempurna di pinggangku. "Jangan kemana-mana, temenin aku."

Aku akhirnya bergeser, membiarkan Junghwan berbaring tepat di sebelahku. Ranjang rumah sakit memang sempit, buktinya aku harus membebankan sebagian tubuhku di atas tangan dan tubuh Junghwan agar kami tidak terjatuh.

"Berat gak?" Tanyaku pelan, hampir berbisik karena posisi kami yang canggung.

"Nggak, kamu enteng gini." Jawabnya, Junghwan melingkarkan tangannya di atas perutku, sedangkan wajahnya ia biarkan tenggelam di ceruk leherku. Aku menahan tawa karena sensasi geli tiap Junghwan bernapas di sana.

"Aku tidur bentar ya..." Lanjutnya, aku mengangguk sambil mengusap kepalanya dengan tangan yang tidak terpasang infus.

Tidak butuh waktu lama sampai Junghwan tertidur, tanpa sadar aku ikut terlelap di sebelahnya karena suara napas beraturan milik Junghwan yang terdengar seperti irama pengiring tidur, aku hanya berharap tidak ada orang yang masuk sampai kami terbangun nanti.

Dan harapanku lagi-lagi tidak terkabul, Junghwan masih tidur di sebelahku tapi aku terjaga karena suara berisik dari depan pintu. Aku mengerjapkan mata berkali-kali sebelum menemukan kak Hyunsuk dan kak Jihoon yang berdiri di sana sambil memandang ke arah kami penuh arti.

Bukannya protes, aku justru meletakkan telunjuk di depan mulut, memberi isyarat agar mereka tidak berisik karena takut membuat Junghwan terbangun. Kak Jihoon melempar ekspresi mual sedangkan kak Hyunsuk hanya tertawa, mereka akhirnya masuk dan membereskan beberapa barang yang aku butuhkan selama berada di rumah sakit.

"Tidur dari kapan?" Bisik kak Jihoon pelan.

"Dari pulang sekolah."

Kak Jihoon hanya mengangguk-anggukan kepala lalu duduk di sofa yang ada di ujung ruangan, membuka laptop yang sejak tadi ada di dalam dekapan, diikuti oleh kak Hyunsuk yang kini duduk di sebelahnya.

Aku masih belum tahu hubungan antara mereka berdua, tapi aku sadar kalau mereka dalam relasi lebih jauh dari sekedar teman. Netraku beralih ke Junghwan yang masih tidur, rengkuhannya di perutku menguat, membuat tidak lagi ada jarak di antara kami.

Mungkin ini alasan Tuhan membuatku tidak langsung mati di saat Junsoo mendorongku dari atap dua tahun lalu, mungkin ini alasan Tuhan tidak langsung mencabut nyawaku saat aku mencoba bunuh diri beberapa hari lalu.

Karena masih ada Junghwan yang setia di sisiku, meski ia telah melihat ratusan kelemahanku, Junghwan tetap bertahan di tempat, memberiku banyak dukungan yang aku butuhkan.

Aku tersenyum sambil terus memandang Junghwan, dengan postur tubuh yang jauh lebih besar dariku, Junghwan sedikit menekuk kakinya agar tubuhnya muat berbaring di atas ranjang sempit rumah sakit yang sebenarnya dibuat untuk satu orang.

Ethereal [Hwanbby]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang