05

3.5K 492 47
                                    

trigger warning /// suicide.

Doyoung mencoba bangkit dari posisinya tapi rasanya sulit, berulang kali ia berusaha tapi kakinya bahkan tidak mampu untuk sekedar berdiri. Ia mengerang saat merasakan sakit di siku bagian kanan, Junghwan yang langsung berlari ke arahnya tepat saat teman sebangkunya terdorong itu kini mengulurkan tangan untuk membantu Doyoung bangun.

"Gak usah banyak gerak, diem aja." Ucap Junghwan saat meletakkan tubuh Doyoung di punggungnya.

Laki-laki itu menurut, Doyoung diam saat Junghwan berjalan menuju UKS yang ada di ujung koridor lantai satu, berusaha tidak memedulikan pandangan dari murid lain yang dipenuhi rasa penasaran.

"Tunggu sini, gue cari petugasnya dulu." Ucap Junghwan tepat setelah ia menurunkan tubuh Doyoung di atas salah satu ranjang yang tersedia.

Tidak lama sampai petugas datang dan memeriksa keadaan Doyoung, tapi Junghwan masih belum kembali bahkan setelah petugas selesai mengobati siku dan kakinya yang memar.

"Biasanya kamu dijemput orang tuamu? Udah datang mereka?" Doyoung menggeleng, masih terlalu dini untuk Ibunya menjemput karena ini bahkan belum jam tiga sore, biasanya Ibu nya datang saat hampir pukul empat.

"Yaudah kamu di sini dulu, nanti saya titipkan salam ke satpam supaya orang tuamu langsung jemput ke dalam." Setelah mengucapkan terima kasih, petugas bergegas ke luar ruangan, meninggalkan Doyoung sendirian di dalam UKS.

Cukup lama Doyoung menunggu di dalam UKS, sampai tiba-tiba ponselnya bergetar menandakan satu pesan masuk dari Ibu nya. Ia berdecak saat tahu kalau hari ini Ibu nya tidak dapat menjemputnya ke sekolah karena masih banyak pekerjaan.

Dengan susah payah laki-laki manis itu bangkit dari ranjang dan berjalan pelan menyusuri tembok dengan sebelah tangan. Sekolah makin sepi, Junghwan juga masih belum memberi tanda akan kembali, Doyoung menghembuskan napas berat sambil berdoa agar bus yang akan dia naiki nanti kondisinya tidak terlalu ramai.

Dan Doyoung dikagetkan dengan Junghwan yang keluar dari balik ruang BK yang posisinya tidak jauh dari UKS. Kondisi teman sebangkunya itu terlihat tidak baik-baik saja, ya meskipun kondisi Doyoung juga sama buruknya tapi setidaknya seragam Doyoung masih terpasang rapi.

Tidak seperti Junghwan yang bahkan kancing kemejanya kini tidak ada satu pun yang terpasang, juga dasi yang biasa melingkar rapi di lehernya kini ia biarkan menggantung begitu saja.

Junghwan langsung berlari ke arah Doyoung saat netranya menemukan sosok laki-laki manis itu sedang bersandar di tembok depan perpustakaan. "Gimana, udah diobatin?" Tanya Junghwan.

Dengan jarak sedekat ini dapat Doyoung lihat beberapa luka di pelipis Junghwan, juga memar di ujung bibirnya.

"Lo abis ngapain?" Tanya Doyoung, tanpa sadar dirinya sedikit melupakan konflik yang sedang terjadi di antara keduanya, tangannya yang bebas bergerak untuk mengusap luka di wajah Junghwan.

"Jatuh."

"Bohong."

"Jatuh cinta."

Junghwan dihadiahi pukulan tepat di lengan setelah berhasil membuat wajah Doyoung memerah. "Yang bener, Junghwan!" Ucap Doyoung setengah berteriak, Junghwan tertawa melihat tingkah lucu laki-laki manis di hadapannya.

"Jatuh beneran, kan tadi gue latihan dance." Balas Junghwan akhirnya, Doyoung yang masih sedikit curiga itu kini menatap Junghwan dengan pandangan penuh selidik.

"Beneran, Kak. Tanya anak dance yang lain kalo gak percaya." Jelasnya lagi. "Terus ini kok lo udah keluar? emang udah dijemput?"

"Nyokap gue gak bisa jemput, mau naik bus."

Doyoung sedikit mendorong tubuh Junghwan agar menjauh, tapi Junghwan justru menyampirkan tasnya ke bahu Doyoung dan langsung melingkarkan kedua tangan Doyoung ke lehernya.

"Gak usah diginiin sih gue bisa sendiri." Protes Doyoung, tapi Junghwan tidak peduli. Ia terus berjalan sambil membawa tubuh Doyoung di punggungnya.

Keduanya berjalan tanpa suara menuju gerbang sekolah, untungnya ada taksi yang kebetulan sedang berhenti, Junghwan membuka pintu taksi lalu menurunkan Doyoung dari punggungnya, memaksa laki-laki itu untuk naik lalu duduk tepat di sebelahnya.

Doyoung masih ingin protes kemudian dia ingat kalau masalahnya dengan Junghwan belum selesai, maka dari itu ia memilih bungkam. Junghwan yang sadar juga enggan membuka suara karena takut Doyoung akan semakin marah padanya.

Perjalanan menggunakan taksi menuju kediaman Doyoung tidak membutuhkan waktu lama, dua puluh menit kemudian mereka sampai di depan rumah, setelah membayar Junghwan kembali membawa tubuh Doyoung naik ke punggungnya tanpa banyak bicara.

Rintik hujan dapat keduanya rasakan tepat saat keluar dari mobil, belum deras tapi cukup untuk membuat jalanan licin.

"Di sini aja." Ucap Doyoung, meminta Junghwan agar menurunkannya di depan gerbang.

"Emang lo kuat jalan sama naik tangga buat masuk rumah? Mana gerimis gini pula, udah sih diem aja, gue anterin sampe dalem."

Doyoung mengeratkan pegangannya di leher Junghwan saat ia mulai menaiki tangga kecil menuju rumah. Jarak dari gerbang memang tidak jauh, Junghwan menurunkan Doyoung di depan pintu rumah, memegang erat pinggang Doyoung saat laki-laki itu berusaha membuka kunci dengan satu tangan.

Junghwan berbalik hendak meninggalkan Doyoung yang kini masuk ke dalam rumah, tapi tiba-tiba ia merasakan ujung seragamnya ditarik dengan lembut. "Hujan, nanti aja pulangnya tunggu reda dulu."

***

Junghwan duduk di sofa ruang tamu, rumah Doyoung tidak besar tapi cukup nyaman dan rapi, tidak banyak barang di sana-sini. Matanya mengedar ke seluruh ruangan, tembok dipenuhi dengan foto Doyoung kecil juga beberapa potret Ibunya.

Netranya berhenti saat menyadari kehadiran Doyoung yang kini duduk di atas kursi roda elektrik sambil membawa nampan berisi air minum dan cemilan.

"Ini kursi roda bekas gue dulu, sekarang gak pernah dipake karena udah bisa jalan, gue kasih tau sebelum lo nyari tau tentang gue lagi di internet."

Setelah meletakkan nampan di atas meja, Doyoung bangkit dari tempatnya lalu duduk tepat di sebelah Junghwan. "Minum, lo pasti capek kan gendong gue terus."

Junghwan menggapai gelas yang ada di atas meja lalu menenggak minuman yang disuguhkan dengan cepat.

"Sorry kak soal itu, gue beneran gak ada maksud aneh." Junghwan akhirnya membuka suara. "Gue cuma sedikit penasaran sama lo, dikit doang. Dan gue gak enak kalo harus nanya langsung karena takut bikin lo tersinggung." Tambahnya lagi.

"Emang apa sih yang pengen lo tau?" Kali ini giliran Doyoung yang bertanya. Junghwan tidak menjawab karena dirinya sendiri pun bingung, ia hanya ingin tahu sedikit soal teman sebangkunya, tidak banyak asalkan cukup untuk membuatnya paham tentang kondisinya sekarang.

"Dua tahun lalu, gue loncat dari rooftop sekolah tapi gagal mati dan malah bikin gue cacat seumur hidup, udah. Itu kan yang mau lo tau?"

Junghwan sudah tahu soal fakta itu, tapi rasanya masih ada sesuatu yang mengganjal, seperti ada sesuatu yang Doyoung sembunyikan.

"Lo pasti paham lah rasanya dipaksa dewasa padahal masih kelas dua SMA, dipaksa dapetin nilai sempurna padahal kapasitas otak gue beneran seadanya, dan masalah internal lain yang bikin gue gak bisa jalanin hidup lebih jauh lagi. Kalimat yang gue omongin barusan gak akan lo temuin di artikel manapun, jadi mending kalo nanti ada sesuatu yang bikin lo penasaran, langsung tanya gue, jangan diem-diem ngorek informasi gue, Hwan."

Hujan berhenti tepat setelah Doyoung selesai bicara, membuat Junghwan bergegas pamit karena hari mulai gelap, berjalan maju meninggalkan semua masalah yang belum mampu ia selesaikan bersama Doyoung di belakang.














...
harusnya diupload semalem tapi aku lupa pencet publish :( btw jeongbby diup kalo ini udah setengah jalan yaa

Ethereal [Hwanbby]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang