chapter 1

472 36 3
                                    

~Selamat membaca~




Musim dingin tiba, butir-butir salju datang berjatuhan. Memberikan warna putih sepanjang mata memandang. Kini terlihat seorang gadis cantik bersurai merah panjang dengan netra zamrudnya. Gadis itu menatap tumpukan salju ditaman istana dengan senyum manis merekah.

“tuan putri, sebaiknya anda menjauh jendela itu” tegur pelayan pribadinya.

“tak apa, aku tidak akan jatuh sakit hanya karena udara dingin musim salju” balas gadis yang dipanggil ‘tuan putri’ itu.

Pelayan pribadinya pun diam, tidak ingin lagi memberikan teguran apapun. Jika tuan putrinya sudah berkata demikian---. Dari pada mendapat amukan sang majikan yang suasana hatinya suka tak karuan.

“kalau begitu, ayo temani aku bermain disana. Ayah, ibu, dan kakak-kakak ku sedang pergi, kita harus memanfaatkan keadaan sebaik mungkin”

Terdengar helaan napas panjang dari sang pelayan. tuan putrinya memiliki dunianya sendiri yang tidak bisa dijamah oleh siapapun.

“tentu saja, andai saya tidak akan terkena hukuman oleh yang mulia kaisar dan permaisuri”

Tanpa menghiraukan sang pelayan, tuan putri itu menaiki pembatas jendela--- Bersiap terjun dari ketinggian tertinggi istana. sama sekali tak ada gurat kekhawatiran diwajah pelayan pribadinya sebab ini bukan kala pertama sang tuan putri melakukan hal serupa.

Pelayan itu tidak mencemaskan apapun.  Tuan putrinya unik dan berbeda, ia tidak akan mati hanya karena melompat dari ketinggian tertinggi bangunan istana ini.

BRUK!

Terdengar jelas suara benda jatuh dari ketinggian. Sudah tak ada lagi tuan putri di atas jendela. dengan santai pelayan pribadinya mendekati jendela, melihat kebawah dimana nonanya tengah asyik bermain salju tanpa ada lecet sedikit pun.

Pelayan itu tersenyum masam, entah hukuman apa yang akan diberikan oleh kaisar kekaisaran ini jika tahu dirinya membiarkan putri kesayangannya  terjun lagi dari jendela kamarnya. Doakan saja lehernya tetap aman dan berada pada tempat yang seharusnya.

Para prajurit dan pelayan sudah tak heran dengan tingkah ajaib tuan putri kekaisaran Rowena. sosok cantik dengan rambut merah menyala itu terlihat mencolok saat berada ditengah-tengah hamparan salju. Ditambah dengan gaun tipis yang digunakannya, sama sekali tak kedinginan di cuaca musim dingin ini.

“astaga, Yona!”

Merasa ada yang menyebut namanya, sang tuan putri pun menoleh dimana asal sumber suara berada. Kini terlihat ibu, ayah, dan kedua kakaknya tengah menatapnya tajam yang jelas Yona ketahui apa penyebabnya.

Sebelum pergi, mereka telah memperingatkannya untuk tidak keluar bermain di musim dingin. sayang beribu sayang, tidak seharusnya mereka berharap satu-satunya tuan putri kekaisaran Rowena ini akan menuruti permintaan mereka.

Yona Rowena-- Satu-satunya putri dari kaisar Osvaldo Rowena dan permaisuri Saviera Rowena. Memiliki dua kakak laki-laki bernama Sky Rowena dan Sun Rowena yang sama-sama sangat menyayangi Yona.

Dareen---pelayan pribadi Yona sama sekali tak cemas melihat aksi berutal sang tuan putri. Sebab Yona menguasai sihir angin yang diturunkan oleh permaisuri Saviera. Lain halnya dengan kedua kakaknya yang menguasai sihir api yang diturunkan oleh kaisar Osvaldo.

“bukankah sudah ibu katakan untuk tetap berada didalam istana? tapi kau dengan pintarnya malah bermain salju di sini!”

“aku hanya bermain sedikit, kenapa ibu harus melotot seperti itu?” tanya Yona dengan ekspresi tanpa dosa.

Setiap kali menghadapi putrinya, Saviera kehilangan keanggunannya. Wanita paruh baya cantik itu kini berkacak pinggang sembari menatap putrinya garang. Tak jauh berbeda, kaisar dan kedua pangeran juga menatap tajam putri dan adik mereka.

“jangan membuat keributan disini, ayo kita bahas ini didalam” Tidak ada yang membantah, mereka pun mengikuti langkah Osvaldo yang kini memimpin jalan memasuki istana. Melihat aura tak bersahabat dari sang ayah, Yona tidak berniat memberikan bantahan karena Jelas hukuman telah menanti didepan mata.

-Dream Come True-

“entah bagaimana cara mendidikmu Yona, ibu benar-benar lelah. Kau bahkan melewatkan kelas dansa dan etika mu” keluh Saviera sembari memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut sakit.

Osvaldo terlihat prihatin akan keadaan sang istri tercinta. Begitu pula dengan Yona yang sebenarnya merasa bersalah, hanya saja ia tidak bisa jika hanya berdiam diri. Yona hanya merasa bosan melakukan kegiatan-kegiatan para bangsawan yang terus berulang.

“Yona, kami menyayangimu. Alangkah baiknya jika kau ingin memahaminya” sky---putra mahkota mengelus lembut surai merah sang adik.

“ayah, lebih baik adik kecil ini kita masukkan saja ke akademi. Bukankah ia menyukai kebebasan? Disana Yona bisa melakukan banyak hal. merundung orang mungkin?” usul Sun seketika membuat Yona mendelik seram.

Apa yang dikatakan Sun memang benar adanya. Yona menyukai kebebasan, ia tidak suka dikekang dan mudah merasa bosan oleh kegiatan yang terus berulang. Hanya saja, ada beribu alasan Yona tidak ingin masuk ke akademi. Selain jadwal kelas yang padat, Yona terlalu malas mengikuti kelas-kelas sihir di sana. Jika bisa memilih, Yona lebih suka berenang di sungai belakang istana bersama para  anak-anak.

“apa? aku tidak sudi. Coba saja kalau kalian bisa memasukkan ku ke sana” tantang Yona dengan percaya diri. Yona yakin, mereka tidak akan bisa memaksanya untuk masuk kedalam satu-satunya akademi yang ada dikekaisaran ini.

Melihat bagaimana putri nakalnya menantang, Saviera tertawa elegan. Wanita cantik itu menjentikkan jarinya dan seketika mata Yona membulat sempurna.

Kini terlihat sebuah boneka usang berwarna merah melayang di udara. Tak sampai disana, Osvaldo mendukung tindakan istrinya dengan melayangkan beberapa bola api di sekitar boneka kesayangan Yona itu. demi apapun, selama 16 tahun hidup didunia ini Yona selalu bersama boneka usang itu. Yona menganggap boneka usang tersebut segalanya.

Dengan tatapan marah Yona menatap Dareen---pelayan pribadinya. Yona merasa terkhianati. Terakhir kali ia memerintahkan pelayannya itu untuk menjaga boneka kesayangannya, tetapi Dareen diam-diam malah menyerahkan harta paling berharganya kepada Saviera, sang ibu.

Dareen menyadari tatapan tak bersahabat sang tuan putri, tetapi ia sama sekali tak merasa takut. Pria bersurai hitam sebahu itu mengedipkan mata genit. Di istana ini, hanya Dareen seorang yang berani melakukannya.

“bagaimana? Kau masih ingin menolak? Atau mungkin kau sudah tak menyayangi boneka busuk ini”
Yona benar-benar jengah. Matanya bergerak cepat meneliti wajah-wajah meresahkan keluarganya yang kini tersenyum jahat, sangat suka melihatnya tertekan seperti saat ini.

Yona menyadari sepenuhnya, jika saja ia berani membantah maka bonekanya hanya akan menjadi kenangan semata.

“baiklah, baiklah! Aku menyerah!”

Dream Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang