chapter 12

121 16 0
                                    

-Selamat membaca-

Hari demi hari berlalu, namun kaisar berserta rombongannya tak kunjung kembali untuk sekedar beristirahat. Yona menatap pemandangan tanah tandus penuh debu itu dari balik jendela kaca di lantai dua kediaman Duke Enermis.

Ya, kaisar tidak memperbolehkannya ikut melawan para iblis, ingin pulang pun juga tak di beri izin dengan alasan tidak ada yang mengantarnya pulang. Sebetulnya Osvaldo hanya membiarkan Yona melihat bagaimana keadaan mengenaskan wilayah selatan saat ini, bukan untuk ikut bertempur.

Rasanya sangat membosankan. Yona sendiri tengah mengumpulkan keberanian untuk tidak mematuhi perintah ayahnya untuk tetap tinggal dikediaman Duke Enermis dan menunggu mereka kembali. Namun Yona tetaplah Yona, gadis itu hanya tengah menyiapkan diri jika saja Osvaldo benar-benar mengamuk karena dirinya ikut menyusul mereka dan berakhir namanya kehilangan gelar ‘tuan putri’ di belakang namanya---di usir dari istana.

“akhirnya Surat ini sudah siap!” girang Yona sembari melipat surat yang baru saja ia tulis untuk di kirimkan oleh kepala sekolah akademi Flowering.

Surat itu berisi permintaan Yona kepada kepala sekolah akademi untuk mengirimkan bala bantuan mereka berupa para petinggi untuk ikut turun tangan melawan para iblis.

Yona pikir, kemenangan akan semakin besar didapatkan jika lebih banyak yang ikut membantu. sebelumnya, ia mendengar kemampuan para petinggi cukup hebat, oleh sebab itu Yona pikir sebaiknya mereka ikut membantu dari pada hanya menunggu dan menanti hasil yang mereka inginkan.

Setelah selesai melipat suratnya dengan rapi, Yona menggunakan kekuatan anginnya untuk mengirim surat itu hingga sampai ke akademi dengan cara yang sangat mudah---meniupnya. Yona hanya berharap, tidak akan ada lalat yang berani menghentikan perjalanan suratnya. 

“tidak adil sekali! Dareen bahkan ikut bersama mereka” tak henti-hentinya Yona menggerutu. Bibir mungilnya tidak berhenti bergumam sampai perutnya berbunyi pertanda lapar menyerang.

“ck, akibat Dareen pergi jadi tidak ada yang bisa ku suruh-suruh” gumam Yona sembari meraih Clausel yang tergelak di atas ranjang untuk ikut turun ke lantai dasar bersamanya.

Setelah menuruni tangga terakhir, sampailah Yona disebuah ruangan yang ia ketahui sebagai ruang makan. Tidak ada satupun hidangan yang tersaji di atas meja, sebab semua pelayan telah mengundurkan diri hingga kediaman besar ini hanya di urus oleh Duchess Enermis dan satu pelayan pribadinya saja.

Terlihat Duchess Enermis tengah memasak di dapur dengan begitu lihainya. Tak terlihat kesulitan sedikitpun bak sosok professional. Sedikit canggung Yona mendekati wanita paruh baya yang tengah fokus dengn masakannya itu.

“eum..permisi”

“oh, tuan putri. maaf karena saya belum menyelesaikan hidangan makan siang hari ini”

dengan ekspresi penuh sesal duchess berujar, membuat Yona merasa bersalah karena beberapa hari setelah tinggal di kediaman ini dirinya sama sekali tak membantu apa-apa dan hanya akan turun dari kamar jika perutnya terasa lapar. Yona merasa dirinya tidak tahu diri, karena selama ini Dareen yang selalu menyiapkan segalanya.

“anda tidak perlu meminta maaf Duchess, justru saya lah yang seharusnya meminta maaf karena tidak membantu apa-apa”

melihat Yona berani meminta maaf pada sosok yang bergelar di bawahnya cukup membuat Duchess Enermis terharu, karena selama ini ia mengetahui anggota keluarga kekaisaran sangat pantang mengucapkan kata ‘maaf’ dan menganggap diri mereka selalu benar.

“tentu anda tidak perlu repot-repot membantu tuan putri, anda di sini sebagai tamu yang tentunya harus kami jamu sebaik mungkin”

“kebetulan saya sering melihat koki istana memasak, jadi saya bisa memotong sayur-sayuran dan daging ini”

Yona dengan cepat meraih sayur-mayur dan beberapa daging yang memang akan di olah oleh Duchess hari ini.
Awalnya Duchess tak ingin membiarkan telapak tangan lembut dan halus itu membantunya memasak, tetapi melihat senyum tulus terbit di wajah cantik gadis bersurai merah itu membuatnya membiarkan Yona melakukan pekerjaannya.

Tak membutuhkan waktu lama akhirnya masakan Yona dan Duchess siap di santap. Setelah masakan telah tersaji rapi di atas meja, mereka pun menikmati  hidangan dengan nikmat.

“maaf tuan putri, tetapi hanya hidangan sederhana ini yang bisa saya hidangkan”

Yona menggeleng tak setuju dengan senyum manisnya.

“sedari tadi anda tidak berhenti meminta maaf. Saya tidak keberatan dengan apapun itu, sebab saya tidak pilih-pilih makanan"

Mendengar ucapan Yona, Duchess tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum hangat. Yona mengingatkannya dengan ketiga anaknya yang tengah bertempur melawan para iblis di luar sana.

“tuan putri, bolehkah saya mengajukan pertanyaan?” tanya Duchess menatap Yona sedikit ragu.

“tentu, nyonya”

“apakah anda mengetahui kemampuan putri saya—Belicia yang dapat melihat masa depan?”

“tentu”

“lalu, apa yang akan terjadi dimasa depan? Bukankah kita akan mengusir para iblis itu dan mengembalikan keadaan semula?”

Yona menatap iba Duchess di hadapannya. Ternyata Belicia tidak memberitahukan apa yang akan terjadi kepada ibunya.

Tak tahu harus menjawab apa, akhirnya Yona terdiam beberapa saat. Hanya saja, dirinya paling tak bisa berbohong dan merasa semuanya juga akan berakhir sia-sia walau mereka berusaha menyembunyikan faktanya. Lambat laun kekaisaran ini akan runtuh jika tidak menemukan jalan keluarnya.

“keadaan di masa depan tidak jauh lebih baik. semuanya rata, termasuk penduduknya” jawab Yona ringan, seakan tak berarti apa-apa.

Terlihat kini Duchess membekap mulutnya tak percaya. Pupil matanya bergetar, tubuhnya pun berlaku sama.

“saya tidak bisa tinggal diam, saya akan menyusul mereka. Setidaknya saya memiliki sihir untuk ikut menyumbangkan kekuatan” Duchess berdiri dari kursi yang sedari tadi di dudukinya.

“bukan hanya anda, tetapi saya juga akan melakukannya”

“tetapi yang mulia kaisar tidak mengizinkan anda. Sebaiknya anda tetap tinggal dikediaman ini”

Yona menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Dengan senyum manis mempesonanya, Yona mengelus lembut pundak rapuh Duchess, kemudian berkata--

“anda tidak perlu mencemaskan hal seperti itu, lagi pula saya sudah memanggil bala bantuan. Ayah tidak mungkin membuang saya hanya karena saya datang membantunya. Bukankah saya ini anak yang berbakti?”

Dream Come TrueWhere stories live. Discover now