Chapter 2

318 57 1
                                    

Sudah hampir setengah jam Hinata menunggu dari yang di asumsinya. Belum lagi ia harus menghadapi perutnya yang berdemo meminta asupan. Wanita itu sontak meyakinkan diri lagi, Uchiha Sasuke adalah sosok yang pantang lari dari masalah.

Dan ketika suara pintu berdaun dua itu berbunyi, firasat buruknya seketika luluh lantah. Hinata tanpa sadar bersuka cita. Sosok yang ditunggunya setengah mati tampil dengan kharisma yang membuat kalangan wanita kehilangan arah. Meskipun menyebalkan, ia mengakui aura memukau pria itu membutakan matanya sejenak.

"Kuharap aku tak mengganggumu, Uchiha-san."

Uchiha-san?

Dalam hitungan detik alis Sasuke menekuk bak turunan terjal. Sementara itu Hinata telah menghadiahkan senyum sarkas miliknya membuat wajahnya semakin mengerut tak suka.

"Ah... Aku lupa jika kita udah nikah. Seharusnya aku memanggilmu, Sasuke-kun, benar kan!?"

Sasuke langsung mendengus. Ia pun lantas duduk berseberangan dengan Hinata sambil menautkan jari-jemarinya. Tak lama pun Karin membawakan kopi untuknya dan pergi meninggalkan mereka dengan rasa penasaran yang cukup besar.

"Hn, sekarang apa?" Tanya Sasuke tanpa basa-basi.

Uang di rekening terus mengalir, rumah juga telah disediakan beserta pelayannya, dan meskipun hidupnya sudah terpenuhi Sasuke bahkan membiarkan Hinata kerja sambilan.

Awal pernikahan mereka, Sasuke telah mengatakan kalau ini hanyalah pernikahan tanpa ada unsuru perasaan cinta yang dipercayai sebagai landasan persatuan dua insan. Pernikahan ini hanyalah sebuah mimpi buruk di siang hari bagi dirinya dengan Hinata. Dan lagi, Hinata paham betul -setelah kakek Madara meninggal- dia akan menjadi santapan lezat yang terus ditarik bagi mereka yang tak kenyang. Menikahi dirinya pun sama buruknya. Wanita itu tahu bahwa dirinya telah menjadi boneka. Sungguh ironis.

"Ada banyak yang ingin kubicarakan, tapi..." Hinata bercicit setelah meminum seteguk teh untuk menutupi kegugupannya, "Aku tak suka membahasnya disini, " tempat ini mengingatkanku pada ayahmu.

Sasuke menghela napas berat.

"Rumahku rumahmu juga..." Imbuh Hinata yang bangkit dari tempat duduknya beriringan dengan manik gelap Sasuke yang turut mengikutinya.

Secepat itu?

"Aku menunggumu." Wanita itu pun lantas tersenyum manis seraya menarik tasnya,

"Suamiku."

Darah Sasuke lantas berdesir. Kata 'suamiku' yang diucapkan wanita itu langsung meremas jantung. Seketika itu pun dia teringat akan hari pernikahannya.

Gaun yang putih bersih.

Tangisan kepedihan.

Dan memanggil Itachi dengan getir.

Sungguh cantik.

Yah, Sasuke akui itu.

Tak lama wanita itu pun telah menghilang, namun Sasuke bisa melihat ada yang beda dengan meja kerjanya. Sebuah wadah agak bulat dari kaca bening yang sudah terisi bunga. Sasuke sontak menyentuhnya.

Forget-Me-Not itu seakan menyampaikan pesan terdalam padanya.

.

.

.

Hari senin di kebanyakan orang adalah awal yang paling sibuk. Ketika hari telah diselimuti malam dan aktivitas sedikit renggang, di masih keramaian kota Hinata berjalan dengan lunglai. Kini jarum jam pun turut menunjukkan angka sepuluh lewat.

Baby BreathOnde histórias criam vida. Descubra agora