Chapter 29

235 32 0
                                    

"Aku datang berkunjung lagi Sakura."

Sasuke tersenyum sedih menatap foto mendiang istrinya. Ia kemudian mengambil guci yang berisikan abu mayat Sakura dan memeluknya. Matanya terpejam erat, seketika ingatan yang sungguh pahit tergambar jelas di benaknya.

Insiden yang tak pernah ia prediksi sebelumnya ternyata akan mengubah semua masa depan mereka. Setelah insiden itu, baik keadaan Sakura maupun janinnya menjadi melemah. Dia meninggal setelah melahirkan putri mereka.

Lalu disusul putrinya yang tak lama pun meninggal. Dengan kelahirannya yang premature, ia tak seberuntung anak premature lainnya yang bisa hidup lama. Padahal waktu itu Sasuke baru memberikan nama kepada putrinya, namun takdir justru berkata lain.

Setelah itu dalam sekejap hidup Sasuke berubah menjadi hancur lebur. Ia kehilangan semangat hidup dan apatis. Sudah ditinggalkan oleh Hinata dan Sakura, satu-satu yang ia kira akan jadi lentera hidupnya —putrinya- juga turut meninggalkannya terlunta-lunta sendirian.

Untuk mengisi harinya, Sasuke hanya bekerja dan mengurung diri di kamar. Ia menjadi pria yang lebih dingin dan menjadi kurang percaya diri dengan kondisinya yang cacat. Ketika ia keluar pun, ia hanya mengunjungi pemakaman sang istri dan putrinya sebulan sekali secara rutin.

Sasuke kemudian mengambil guci yang berisikan abu putrinya. Dia merasakan ibu mertuanya mengintipnya dari balik pintu.

"Bulan depan aku akan sangat sibuk. Jadi maaf jika aku tak mengunjungi kalian seperti biasanya."

Ia menarik napas panjang lalu tersenyum.

"Aku mencintai kalian." Bisiknya pada kedua guci itu seolah mereka berada dalam dekapannya,

Pria itu sontak berdiri dari tempatnya, dan berpamitan kepada mertuanya. Dalam perjalanan pulang Sasuke yang dibantu dengan tongkatnya berjalan menyelusuri sungai di mana tersimpan kenangannya bersama mendiang istri.

Sasuke lantas tak bergeming. Langit berwarna jingga menyadarkannya kembali. Hari-hari yang dilewatinya baik itu indah atau buruk akan menjadi kenangan membekas di hatinya.

Sang Uchiha itu telah melewati banyak jalanan yang berliku serta mendaki. Ia juga sudah menata kembali hatinya yang berdarah. Apa yang terjadi pada dirinya belakangan ini pun sudah ia maafkan.

"Aku merindukanmu lagi." Desahnya.

Awal memasuki musim dingin yang sedikit hangat itu, Sasuke berjalan dengan menggenggam hatinya yang mulai membara.

.

.

.

"Bos, pria bernama Sai memaksa ingin menemuimu."

Tangan Sasuke yang sibuk mengoreksi sontak berhenti. Ia menatap sekilas Karin sebelum melirik kalender di mejanya.

"Izinkan dia masuk." Ujarnya yang menurunkan kacamata bacanya.

Setelah Karin pergi dan membawa pria bernama Sai itu masuk, wajah Sasuke tak sedikit pun menampakkan keramahan.

"Hei, kau tak bisa mengusirku dengan wajah masam itu Kakak tiri!" Sai tersenyum kepadanya.

"Berani juga kau datang kemari, dan aku bukan kakakmu!" Dengus Sasuke yang menyandarkan punggung di badan kursinya yang lembut itu lalu bersedekap dada.

"Kalau kau ingin menanyakannya jatah warisanmu, bersabarlah... Minggu depan kau bisa mengambilnya." Tambah Sasuke dengan alis yang menekuk sebelah.

Sai terkekeh lalu membiarkan dirinya duduk di sofa.

Baby BreathWhere stories live. Discover now