Chapter 5

202 50 2
                                    

Kala itu hujan turun sedikit lebat, petir menyambar dan angin begitu kencang. Di dalam kamar hotel yang ruangannya tak seberapa, terdapat dua insan yang tengah berbagi kamar. Mereka sepasang suami-istri namun rumahtangga mereka tak sehangat rumahtangga pada umumnya. Cinta yang menjadi bibit itu tak pernah ada pada diri mereka. Bahkan sedari pertama kenal pun, mereka hanya saling memunggungi satu sama lain.

Hinata yang sedari kecil terkenal sebagai anak pemalu dan gagap jika berhadapan dengan siapapun tak mampu menghadapi Sasuke kecil yang begitu arogan dan pemarah. Jika mereka berdua bertemu maka bisa di ibaratkan seperti dua kutub magnet yang sama sekali tak bisa menyatu.

Namun, kini mereka telah dewasa. Seiring waktu berlalu membuat mereka mengasah kualitas diri dari pengalaman hidup dengan cukup matang. Meskipun mereka masih jauh dari sikap dewasa, akan tetapi dengan Hinata yang mampu bersikap berani serta menekan kelemahannya, dan Sasuke yang mampu bersikap tenang, itu sudah cukup membuktikan bahwa mereka telah berkembang lebih baik.

Dan kala jam sudah menunjukkan angka sembilan malam, Hinata baru keluar membersihkan diri. Di dalamnya, ia sejenak kembali memantulkan dirinya di depan cermin wastafel. Tangannya sontak meraih pipi, bersyukurlah merah di pipinya tampak memudar.

Karena bagaimanapun juga, Hinata tak mau bekas itu meninggalkan bekas. Setidaknya, kalaupun dia tak memiliki kecantikan yang mencolok, dia masih punya kulit mulus yang dibanggakannya. Lagipula, banyak orang berkata, tampilan fisik yang sempurna adalah aset terpenting bagi setiap orang. Akan tetapi baginya, attitude baik adalah hal yang utama.

Setelah merasa dirinya rapih dan segar, dia beranjak keluar dari kamar. Pemandangan pertama kali saat ia keluar, Sasuke telah berbaring di kasur dengan setelan kaos dan celana panjangnya. Hinata kemudian melihat ke dirinya sendiri, dengan kaos kebesaran dan celana yang digulung, bisa ditebak kalau pemilik pakaian itu adalah Sasuke. Apalagi mereka memakai warna yang sama —hitam.

Sontak Hinata menggigit bibir bawahnya dengan canggung. Sebelumnya Hinata telah menyewa kamar hotel yang disediakan untuk pasangan. Kamar ini adalah kamar kosong terakhir yang ia dapatkan. Akan tetapi, melihat Sasuke yang tadi bisa masuk seenaknya dan berbaring santai, pria itu sepertinya tak berniat pergi. Padahal Hinata hanya menyewa untuk dirinya sendiri.

Wanita itu hanya bisa menyimpulkan bahwa Sasuke mungkin telah merubahnya status penyewaan kamarnya. Tetapi, sebelum itu harusnya pihak hotel menghubunginya untuk meminta keterangan. Bisa ia tebak, mungkin Sasuke memakai nama klannya untuk bisa masuk tanpa adanya gangguan. Sialnya, mempunyai koneksi kuat tak bisa dikalahkan. Malam ini, mau tak mau Hinata harus berbagi kamar dengannya.

Di sisi lain, Sasuke yang semula tengah memainkan iPhone miliknya teralihkan. Manik kelamnya menatap intens Hinata yang masih berdiri berdebat dengan pikirannya. Kedua tangan Sasuke langsung berlipat di depan dada. Bibirnya tak sadar menyeringai. Menatap tampilan Hinata dari ujung kaki sampai ujung kepala. Setelan baju itu terlihat begitu besar dari ukuran tubuhnya, sehingga membuat wanita itu tampak mungil dan imut dari yang dia kira.

Tunggu dulu...

Imut?

Kedua alis Sasuke lantas mengernyit keras. Kosakata itu tak pernah ada di dalam catatan kamusnya tentang Hinata. Wanita itu selalu lemah di matanya. Tak sekali pun ia menunjukkan kekuatannya, selalu tampak menghindar ataupun diam tak mencari masalah. Karena terlalu baik ia pernah dibodohi oleh orang. Sifat lemah yang seharusnya tak ada di diri klan Uchiha.

Sadar tengah diperhatikan, Hinata menuntun kakinya berjalan ke tempat tidur. Tatkala tangannya mengambil sebuah bantal, Sasuke lantas menangkap pergelangan tangannya,

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku akan tidur di sofa... Jadi kau bisa pakai kasurnya."

Sasuke semakin menekuk dalam alisnya. Sedangkan Hinata melihat ke arah tangannya, suaranya berubah pelan, "Apa itu salah?"

Baby BreathWhere stories live. Discover now