Chapter 16

172 40 5
                                    

Kala matahari masih malu-malu muncul dari peraduannya, Sasuke dan Hinata telah melakukan perjalanan pulang ke Tokyo. Jika bukan mendapat kabar buruk, mungkin mereka akan melancong ke Amanohashidate sandbar yang direncanakan. Padahal baru semalam juga, Sasuke membicarakan ibunya, akan tetapi di pertengahan malam ia mendapat pesan yang membuat dirinya membisu.

Semalam ibunya terkena serangan jantung. Biasanya ada dokter pribadi yang menemaninya, namun saat itu sang dokter tidak berada di tempat. Sasuke tak tahu apa penyebabnya, jika ibunya sudah dirawat di rumah sakit maka artinya kondisinya sangat buruk. Terakhir kali penyakit jantung ibunya kambuh itu saat Itachi yang meninggal tiba-tiba. Setelah itu ia tak pernah melihat lagi ibunya keluar dari tempat tidurnya.

Sasuke masih berkonsentrasi dengan jalan di depannya sambil memegang rasa kalut. Untung saja ada Hinata yang menenangkannya, jika tidak maka ia yakin tak dapat menenangkan diri seperti sekarang ini.

Apa yang terjadi hari esok memang tiada yang tahu. Dari yang sehat bisa tiba-tiba sakit, lalu rencana matang bisa rusak hanya karena hal ringan, hingga teman akrab kehidupan yakni kematian bisa saja datang tanpa diundang.

Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai ke tempat di mana Mikoto dirawat. Di depan kamar pasien, ternyata Sakura telah menunggu mereka dengan wajah yang cemas.

"Sasuke-kun!"

Kaki Hinata sontak berhenti, adegan Sakura yang berlari memeluk Sasuke di depannya sontak membuat jantungnya berdenyut perih. Tangan kecilnya sontak mengepal.

"Bagaimana kondisi ibu?" tanya Sasuke yang menatap istri pertamanya.

Raut cemas yang jarang muncul di wajah Sasuke kini terlukiskan dengan jelas. Hinata sudah berdiri di belakangnya juga tak kalah menunjukkan kekhawatirannya. Sakura sekilas melirik Hinata lalu meremas jari-jemari Sasuke.

"Ibu..." Sakura tak tega menggigit bibirnya, "Hampir saja sekarat karena serangan jantung, tapi bersyukurlah dokter masih bisa menyelamatkannya."

Kini Sasuke balik meremas jari-jemari Sakura. Wajahnya menekuk kesakitan. Kakinya seakan lemah tanpa tulang. Jika saja para istrinya tidak ada bersamanya mungkin kakinya tak akan mampu berdiri tegak lagi.

Kini Sasuke berjalan perlahan menuju jendela yang tirai lipatnya terbuka. Di dalam, di ruang ICU ibunya terbaring lemah sendirian. Benteng terakhir dalam hidupnya kini tampak tak berdaya. Hatinya seakan dihujani oleh puluhan batu. Dari dulu ia tak bisa melihat ibunya menderita begitu.

"Dokter membatasi waktu dan hanya mengijinkan satu orang saja yang boleh masuk ke dalam."

"Lalu kemana Ayah?"

Tiba-tiba fokus Sasuke terbang kepada Fugaku. Ia tidak melihat ayahnya sejak tadi. Pria tua itu bahkan tak memberikan kabar tentang keadaan ibunya.

"Ayah baru saja pulang, ada sesuatu di kantor yang harus ia urus katanya."

Sasuke mengepal keras tangannya. Pria tua itu selalu saja begitu tiap kali ibunya dirawat. Tak pernah tinggal lama atau terlihat selalu disisi ibunya saat ia tengah sakit. Kerja, kerja, dan terus saja kerja. Ini selalu membuat Sasuke geram. Ayahnya mungkin tak sadar telah membuat ibunya jadi wanita yang kesepian.

"Tapi, sejak semalam Ayah sudah menunggu ibu."

Sakura mencoba membela sedikit ayah mertuanya. Ia bahkan melihat dengan mata kepalanya sendiri. Setidaknya, meskipun terlihat acuh namun ia bisa merasakan betapa hancur hati Fugaku melihat istrinya tak sadarkan diri tadi.

Baby Breathحيث تعيش القصص. اكتشف الآن