Chapter 18

181 42 1
                                    

Uchiha Fugaku adalah orang yang tak ingin Hinata sentuh keberadaannya. Semenjak pertama kali bertemu, pria itu tak segan-segan memancarkan aura kebencian kepada dirinya. Bahkan hingga kini kebencian itu tak sedikit pun berkurang padanya. Ada saja hal yang dibuat-buat untuk menekannya.

"Kalian menikah sudah berapa bulan, hmm?"

"Baru 7 bulan 10 hari."

"Lalu bagaimana perkembangannya? Aku belum mendengar sedikit pun tanda-tanda darimu."

Fugaku sontak menatap perut Hinata, sorot matanya yang memicing membuat wanita itu sedikit risih.

"Aku jadi meragukan hasil check up milikmu."

Hinata memeluk perutnya seraya menatap tajam ayah mertuanya. Bagaimana bisa ada perkembangan jika pihak seberang tak memulainya terlebih dahulu.

"Aku juga berpikir hal sama jika aku jadi anda Fugaku-san. Tapi anda tak mungkin meragukan apa yang disampaikan Kakek Izuna, kan? Sedangkan anda sendiri tau dengan benar bahwa hanya Kakek Izuna —yang sangat baik hati tentunya- membantu pernikahanku dengan Itachi-kun."

Kali ini Hinata memainkan senyumnya sehingga itu terlihat menjengkelkan di mata Fugaku. Apalagi dengan gaya berpakaian wanita itu hari ini yang tampak berbeda dari biasanya; lipstik merah di bibirnya serta rambut yang di tata ke samping dengan ujung rambut yang dibuat keriting membuat anak itu makin mirip dengan ibunya dulu. Dan karena hal tampilan itulah, darahnya yang mengalir di seluruh tubuhnya seketika mendidih.

"Kira-kira yang salah ada di diriku atau Sasuke-kun sendiri... Hingga saat ini aku belum hamil?"

Fugaku sejenak menyesapi teh yang masih hangat itu. Pria itu sangat tahu watak putranya, Sasuke tak akan pernah menyentuh Hinata kecuali dijebak. Akan tetapi, ketika ia mendapatkan laporan berupa foto-foto kebersamaan mereka di Arashiyama, Fugaku dapat melihat betapa alaminya akting di antara Hinata dan Sasuke dalam memperagakan kemesraan mereka di tempat umum.

"Aku tak mau tau kau harus segera hamil. Bukankah kau ingat perjanjian apa yang telah kita buat; aku tak akan menjual rumah Ayah asalkan kau memberikan keluarga ini seorang keturunan setelah itu kau boleh mendapatkan kebebasanmu dan rumah itu."

Tangan Hinata sejenak terkepal di bawah kolong meja. Kebebasan dan rumah peninggalan Madara adalah hal berharga baginya. Pada dasarnya perjanjian antara Fugaku dan Sasuke hampir tidak ada bedanya, hanya saja apa yang harus dipercayai pada orang yang membunuh keluarganya sendiri. Bagi Hinata, Fugaku adalah orang yang mengajarkannya apa itu dendam. Karena Fugaku jugalah yang menanamkan bibit kebencian ke dalam hatinya.

"Tak kusangka kau akan jadi Ibu yang dingin."

Lalu sesaat, tiba-tiba saja ucapan Shikamaru kemarin bergema di benaknya. Semenjak ia mendapatkan pesan dari Fugaku malam itu, otomatis sindiran halus dari Shikmaru menghantuinya. Hinata pun jadi terganggu. Ia hampir tak bisa tidur.

Sosok seorang ibu tak pernah terkesan baik di hidupnya. Hinata tak bermaksud menyalahkan ibu pengurus panti. Tapi itu berawal dari sana. Dulu, sang pengurus panti itu terus memarahinya tanpa alasan atau terkadang memukulnya hingga tak memberikannya makan. Jika wanita tua itu bersikap sedikit baik saja, ia tak akan trauma dengan sosok seorang ibu.

Sekonyong-konyongnya, dengan alasan itu bukan berarti Hinata harus memupuskan keinginannya untuk menjadi seorang ibu. Ia mempunyai impian lainnya yakni menjadi sosok ibu yang baik di keluarga kecilnya yang bahagia. Ia ingin merasakan jadi wanita sejati dengan mengandung seorang anak atau lebih. Apalagi ia termasuk wanita yang menyukai anak-anak.

Baby BreathWhere stories live. Discover now