Chapter 12

126 25 0
                                    

Saat waktu menunjukkan pukul delapan pagi matahari tak malu lagi menampakkan sinarnya pada dunia. Sepasang manusia yang masih berselimut itu tampak pulas. Kenyamanan yang jarang mereka rasakan kini membuat mereka tenggelam enggan untuk terbangun. Hingga suara nyaring alarm masuk ke telinga, mereka merasakan bahwa alarm adalah pengganggu yang menyebalkan.

"Sasuke-kun, ponselmu berbunyi." Setengah sadar Hinata berujar membuat Sasuke langsung mematikan alarm. Pria itu kemudian menarik selimutnya sementara Hinata mulai tersadar. Ia terbangun dengan mata yang layu.

"Sudah jam 8 lewat." Lirih Hinata yang melihat jam di ponselnya.

Wanita itu sontak melihat ke sebelahnya seraya menutup mulutnya yang menguap. Sasuke tengah tidur dengan posisi terlentang dengan wajah yang mengarah padanya.

Dengan otak yang masih belum mencerna baik Hinata mengucek matanya. Lalu menyipitkan mata seolah tengah memproses ingatannya akan semalam.

Mimpi akan Itachi yang menyedihkan. Lalu ciuman—

Ah, Hinata tak menyangka, semalam mereka telah berciuman. Seketika ia langsung memegang bibirnya yang ia gigit. Panik, ia membelakangi Sasuke yang masih tertidur tanpa hambatan.

Ini gawat. Dadanya sontak berdebar-debar. Semalam ia terpengaruh oleh suasana. Di tambah mereka berdua juga menikmatinya. Bagaimana bisa pria itu dengan mahir menuntun wanita polos sepertinya untuk bermain sesuatu yang tak pernah ia mainkan sebelumnya. Sasuke terlihat begitu pro, mengajak bergulat itu membuat dirinya semakin terbawa alurnya. Pria itu sukses menjerat dirinya layaknya laba-laba yang merangkap mangsanya.

Baginya, ini ciuman bibir pertama yang membuatnya kalang kabut. Meskipun sentuhan itu hanya sekali, akan tetapi rasanya masih menggelayut manis di bibirnya sampai saat ini.

Debaran di jantungnya semakin mengencang seperti ingin memasok oksigen lebih banyak, perutnya terasa seperti ribuan kupu-kupu yang terbang, dan Hinata menutup wajahnya yang memanas. Ia menggeleng keras, seolah-olah gelengan itu mampu memotong film strip memorinya lalu membuang adegan itu dari kepalanya —memanipulasi ingatannya.

"Apa yang kulakukan? Bodoh! Bodoh...!!" Lirih Hinata yang memukul kepalanya sendiri. Ia kemudian memegang pipinya yang semakin memanas hingga membuat telinganya turut memerah.

Hinata jadi bingung harus menunjukkan wajah seperti apa saat melihat Sasuke nanti? Ini membuatnya malu setengah mati.

"Kau harus tenang Hinata." Ujar Hinata yang mengipas mukanya dengan tangan.

'Kenapa tiba-tiba panas?'

Tanpa disadari oleh Hinata, sedari tadi Sasuke ternyata telah membuka manik gelapnya. Bibirnya lantas menyeringai seksi. Ia telah memperhatikan gelagat Hinata yang terbilang lucu sejak membelakanginya. Sampai suara ponsel milik Hinata berdering, perhatiannya pun teralihkan.

Sasuke perlahan terbangun dari posisi tidurnya, yang gerakannya tak disadari oleh Hinata. Mendengar suara yang mengecil bisa dipastikan istrinya tersebut mendapat telepon penting. Guna menguping percakapan, Sasuke mendekatkan dirinya. Ia memasang telinganya dengan seksama.

"Apa itu dari kantor polisi?" Tanya Sasuke seusai Hinata mengakhiri sambungan teleponnya.

Hinata yang baru menyadari keberadaannya sontak mengelus dadanya —kaget, "Ya, Tuhan... Sasuke-kun, kau hampir membuatku jantungan."

Sasuke lantas tersenyum seakan meminta maaf. Pria itu telah duduk tepat di belakang Hinata sambil mengintip dari balik punggungnya.

"Hn."

Yang dilakukan Hinata hanyalah mendesah. Ia mencoba menetralkan irama jantungnya, berusaha tenang seraya sebisa mungkin untuk menghindari wajah Sasuke. Melihat wajah Sasuke sedekat ini, membuat ingatan semalam melayang di udara. Lagipula hari ini begitu beda, tak biasanya mereka bisa terbangun secara bersamaan begini.

Baby BreathWhere stories live. Discover now