Chapter 7

195 36 0
                                    

Daun-daun telah jatuh dari tempatnya, angin malam menyentuh pipinya yang memerah, Hinata yang pulang  telat malam itu tersadar bahwa musim gugur berjalan ke arahnya.

Dan kala kaki lunglainya masuk ke dalam rumah, Hinata hanya tahu tak bahwa cuma kepala pelayan yang menyambut kepulangannya. Senyuman mencoba hadir di hari beratnya, namun saat Hinata mengangkat kepala, manik bulannya menangkap suatu yang tak biasa.

Sosok yang tak pernah sangka datang menyambutnya, kini tengah duduk manis di ruang tengah. Hinata lantas terperangah.

"Sasuke-kun?" Hinata berbisik tak percaya.

Pria itu telah datang. Di ruang ini Sasuke tengah sibuk dengan meja telah dipenuhi oleh kertas dan laptop. Saat Hinata memanggilnya lagi, Sasuke sontak melepaskan kacamata bacanya, kertas yang dipegangnya pun lantas ditaruh kembali.

"Tak biasanya kau pulang jam segini, Hinata?"

Bukannya menjawab, Hinata malah menunduk malu, "Maaf."

Lagi, Hinata meminta maaf bukan pada tempatnya. Sasuke mendesah, ia tak bermaksud menekan. Ia kemudian meminta wanita itu untuk duduk di sampingnya. Setelah lama tak berkunjung, ia malah berharap Hinata akan marah padanya. Namun, seperti biasa, yang terjadi justru sebaliknya.

"Aku cuci muka dulu!" serunya bersemangat.

Hinata langsung bergegas ke kamar. Senyuman bersemi di waktu yang aneh. Entah darimana suasana hati senang itu berasal? Yang ia tahu ia senang melihat kehadiran Sasuke. Sasuke pemicu debaran di jantungnya.

Selang beberapa menit setelah membenahi dirinya, Hinata bersegera menemui Sasuke. Layaknya reaksi anak kecil setelah diiming-imingi hadiah, Hinata duduk manis seperti yang diperintahkan tadi.

Sejenak mereka saling bertatapan. Hening, hanya suara jarum jam yang menemani. Tiba-tiba jantungnya berdebar-debar. Dia menyadari, hampir dua minggu ini mereka tak saling bertatap muka.

Hinata menunduk gugup seraya memilin jari-jemarinya, "Kau datang?"

"Hn, kau memintanya." Bohong.

"Tapi, ini bukan giliranku... Bagaimana kalau Sakura-san marah?"

Sasuke mendengus tak suka. Hinata selalu mengutamakan orang lain di atas dirinya. Bisakah ia bersikap egois, walaupun itu sedikit.

"Bukankah sudah kubilang... Jangan bicarakan Sakura saat kita sedang berdua! Haruskah aku mengingatkan kembali?"

"Maaf."

Hinata menunduk lagi sedangkan Sasuke mengusap wajahnya.

Sebenarnya Sasuke memang berniat menemui Hinata. Lalu ketika Hinata mengirimkan pesan sekian lama, jujur Sasuke merasa sungguh senang. Dengan segala laporan yang diterimanya beberapa hari kebelakang tentang Hinata, betapa khawatir dirinya. Di mulai dari Hinata yang lebih sering mengurung diri di dalam kamar, porsi makan yang berkurang, penguntit yang hampir tiap hari membuntutinya hingga beberapa surat ancaman yang di alamatkan langsung ke rumah, Sasuke tahu semua. Termasuk Hinata yang pergi ke psikiater dan kantor polisi sendirian.

Mengetahui ini semua, Sasuke merasa tak berguna. Di tambah Hinata belum menceritakan sendiri apa yang dialaminya. Ini menjadi berat sebelah. Dia telah gagal menjaga Hinata. Padahal ia sudah berjanji. Di samping itu semua, bersikap adil tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dia belum bisa memilih mana yang penting untuk didahulukan.

Ini semua berawal dari pesta ulang tahun perusahaan. Sasuke tidak menyangka situasinya makin buruk. Baik Hinata atau Sakura mengalami hal yang buruk. Dirinya pun juga kena imbas. Ayahnya selalu membuatnya sibuk tiap hari, ini seakan membuat ayahnya ingin menjauhkan dirinya dari kedua istrinya.

Baby BreathWhere stories live. Discover now